MAKALAH PRESENTASI KENAIKAN PANGKAT KE IV d DI KEMDIKBUD JAKARTA

BAB I

PENGEMBANGAN DIRI DAN DAMPAKNYA  TERHADAP PENINGKATAN MUTU PENDIDIK

 

Kegiatan pengembangan diri  pada kegiatan PKB  adalah  kegiatan yang  dilakukan  guru untuk meningkatkan  kompetensi  dan  keprofesiannya.   Kegiatan tersebut dilakukan    melalui    pendidikan dan  pelatihan (diklat)  fungsional dan/atau melalui  kegiatan kolektif  guru.  Dalam pengembangan diri, guru bahasa Indonesia telah mengikuti kegiatan berupa (1) Diklat Fungsional dan (2) Kegiatan Kolektif Guru.

Kegiatan pertama  yang berkaitan dengan pengembangan diri di antaranya adalah  Peningkatan Mutu Pembelajaran Guru Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Lamongan

Pelatihan ini dilaksanakan mulai tanggal 14 Juli 2014 – 15 Juli 2015 Setiap hari Sabtu

Pelatihan ini berisi tentang  (1) Kebijakan Dinas Pendidikan kabupaten Lamongan, (2) Telaah KTSP  dan Implementasinya, (3) Telaah SNP, SI, SK, (4) Pemetaan  Kompetensi Dasar, (5) Telaah dan pengembangan silabus, (6) Penyusunan Prota, Promes, dan RPP, (7) Penyusunan Buku Ajar, (8) Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa, (9) Pengembangan Model Pembelajaran, (10) Pengembangan Sistem Penilaian, (11) Pengembangan Media Pembelajaran, (12) Penyusunan Program Perbaikan dan Pengayaan

Adapun dampak positif terhadap  peningkatan mutu guru dalam menjalankan tupopsinya adalah:

  1. Guru mengetahui kebijakan pemerintah tentang pengembangan kurikulum sehingga guru melaksanakan tugasnya sessuai dengan peraturan yang berlaku.
  2. Guru mampu menelaah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
  3. Guru mampu menelaah Standat Nasional Pendidikan, Standar Isi,
  4. Guru mampu melakukan pemetaan Kompetensi Dasar
  5. Guru dapat menelaah dan mengembangkan silabus,
  6. Gurumampu menyusun prota, promes dan RPP
  7. Guru mengenal cara menyusun bahan ajar
  8. Guru mampu mengembangkan lembar kegiatan siswa
  9. Guru mengetahui dan mampu menerapkan model pembelajaran yang diinginkan kurikulum
  10. Guru mampu mengembangkan sistem penilaian
  11. Guru mampu membuat media pembelajaran
  12. Guru mampu menyusunprohram perbaikan dan pengayaan,

Kegiatan kedua,  dengan judul  Peningkatan Karier  Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMP melalui MGMP Bahasa Indonesia. Kegiatan ini membahas tentang: (1) Pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya ilmiah, (2) Perumusan masalah  (3) penyusuna proposal, (4) Pembuatan instrument penelitian, (5) pengolahan data, analisis data, (7) Interpretasi data, (9) penyusuna laporan dan seminar, (10) perbaikan laporan, (11) Presentasi laporan, (12) penulisan artikel, (13) Penulisan artikel di jurnal, (14) Review penulisan artikel, (15) Paparan pembuatan artikel, (15) Riveuw pembuatan artikel popular.

Adapun dampak positif terhadap  peningkatan mutu guru dalam menjalankan tupopsinya adalah:

  1. Guru mampu membuat proposal penelitian
  2. Guru mampu menulis laporan penelitian
  3. Guru mampu menulis artikel di jurnal pendidikan

Kegiatan ketiga,  dengan judul  Implementasi Kurikulum 2013 Jenjang SMP.  Dilaksanakan  tanggal 1-5 September 2014. Kegiatan ini membahas tentang: (1) Konsep Kurikulum 2013, (2)  Analisis Buku Guru dan Buku Siswa, (3) Perencanaan Pembelajaran dan Penilaian.

Adapun dampak positif  Implementasi Kurikulum 2013 Jenjang SMP terhadap  peningkatan mutu guru dalam menjalankan tupopsinya adalah:

  1. Guru mengetahui konsep kurikulum 2013
  2. Guru mampu menganalisis buku guru dan buku siswa
  3. Guru mampu menyusun perencanaan pembelajaran dan penilaian kurikulum 2013

Kegiatan keempat,  dengan judul  Bintek Penulisan Karya Tulis Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Dilaksanakan tanggal 29 Juni = 2 Juli 2013. Kegiatan ini membahas tentang: (1) Organisasi dalam menulis karya ilmiah, (2)  Bentuk pengungkapan dalam karya tulis ilmiah, (3) Bahasa karya tulis ilmiah

Adapun dampak positif  Bintek penulisan karya tulis ilmiah pendidik dan tenaga kependidikan terhadap  peningkatan mutu guru dalam menjalankan tupopsinya adalah:

  1. Guru mampu menyusun karya ilmiah sesuai dengan bentuk yang diinginkan
  2. Guru mampu mengungkapkan bahasa dalam karya tulis ilmiah
  3. Guru mampu membedakan bahasa karya tulis ilmiah dengan lainnya.

 

BAB II

PUBLIKASI KARYA ILMIAH DAN DAMPAKNYA  TERHADAP MUTU PENDIDIK, SISWA DAN  SEKOLAH

Pada tahun pelajaran 2009/2010 sampai dengan tahun pelajaran 2012/2013 peneliti telah berhasil menulis lima karya tulis ilmiah. Ini dilakukan setiap semester satu penelitian tindakan kelas. Semester kedua tahun pelajaran 2009/2010 dengan judul penelitian “Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi Bebas  dengan Menggunakan Kata Lema Kamus Besar Bahasa Indonesia Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2009/2010. Pada tahun pelajaran 2010/2011 semester pertama dengan judul “Peningkatan Keterampilan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2010/2011 . Pada semester kedua tahun pelajaran tersebut berjudul adalah Peningkatan Penggunaan Kalimat Efektif pada Pembelajaran Menulis Memo dengan Metode Analisis Sintaktis Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2010/2011. Adapun tahun pelajaran 2011/20012 pada semester pertama berjudul  ”Peningkatan Pembelajaran Membaca Cepat dengan Metode Membaca Frase Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2011/2012. Sedangkan semester kedua  berjudul ” Upaya Peningkatan Nilai-Nilai Karakter Siswa  dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Respons Guru terhadap  Siswa Kelas VII  SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2011/2012” Semua penelitain tersebut dilakukan pada saat menjadi guru di SMP Negeri 2 Ngimbang. Adapun setelah itu, peneliti ditugaskan di SMP Negeri 3 Ngimbang, utamanya  diberi tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah di SMP tersebut. Pada saat menjadi Kepala Sekolah sempat melakukan penelitian tindakan sekolah dengan judul  “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembinaan Guru dalam Pembelajaran Tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang.

Setelah berdinas di SMP Negeri 3 Ngimbang selama dua setengah tahun, peneliti ditugaskan di SMP Negeri 1 Sukorame tepatnya mulai bulan Februari 2014 sampai sekarang. Selama berdinas di SMP Negeri 1 Sukorame peneliti tidak bisa menghasilan satu pun penelitian  karena dalam pikirannya tidak ada satu pun penelitian selama bertahun-tahun  tersebut dinilai oleh tim penilai.

Semua penelitian  tersebut dilakssnakan pada saat peneliti menjadi Guru  Madya dengan golongan ruang IV/c. Penelitan tersebut beragam keterampilan berbahasa Indonesia. Pertama keterampilan menulis puisi bebas, kedua keterampilan berbicara, ketiga kebahasaan dalam keterampilan menulis memo,  kelima peningkatan pendidikan karakter siswa, dan keenam penelitian tindakan sekolah.

Penelitian-penelitaian  tersebut di atas terjadi karena adanya isu yang muncul dalam pembelajaran di SMP Negeri 2 Ngimbang terutama pembelajaran bahasa Indonesia, isunya  dan dampak positifnya sebagai berikut.

  1. Kesulitan guru dalam pembelajaran menulis puisi tidak hanya didasarkan pada pemberian konsep dasar dan analisis kompetensi dasar saja, tetapi cara yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran juga minimal. Para guru sering melepas siswa begitu saja dalam pembelajaran menulis puisi, seperti siswa diajak ke taman, ke sawah, ke gunung lalu menulislah berdasarkan objek yang dilihat tersebut, bahkan disuruh menulis berdasarkan pengalamannya sendiri tanpa ada strategi yang bisa mempermudah dan meningkatkan hasil. Kalau hanya seperti itu, para siswa sudah mahir menulis puisi bebas, tetapi belum mahir menulis puisi berdasarkan pilihan kata atau diksinya.

Berdasarkan pengalaman peneliti (guru bahasa Indonesia kelas VIII) kesulitan siswa dalam menulis puisi berdasarkan pilihan katanya terjadi karena: (1) siswa belum banyak perbendaraan kata dalam kehidupan, (2) siswa kurang menguasai sinonim kata bahasa Indonesia, (3) siswa kurang menguasai contoh-contoh majas perbandingan dan pertentangan, (4) daya khayal siswa (kepekaan siswa) terhadap lingkungannya kurang. Karena terjadi seperti itu, maka guru perlu mencari solosi pembelajarannya dengan memperhatikan strategi pembelajaran atau menggunakan alat yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Berdasarkan isu tersebut,  peneliti melaksanakan penelitian  dengan memberikan hasil yang berdampak positif terhadap guru-guru di Lamongan dan para siswa. Ini terbukti  hasil penelitian dipakai oleh beberapa guru yang mempunyai karakter  siswa dan sekolah yang hampir sama.

Adapun dampak positif terhadap guru dan siswa di antaranya adalah: (1) Siswa  menjadi senang dan tidak membosankan karena belajar secara langsung di alam atau tempat yang digunakan objek dengan menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2) Pilihan kata atau diksi  puisi karya siswa bervariasi, (3) perbendaraan kata para siswa bertambah, (4) Para guru terarah dalam membimbing siswa dengan langkah-langkah yang jelas dan kongkrit.

 

  1. Para siswa jika diberi tugas berwawancara atau berbicara secara langsung dengan orang lain tidak berani. Hal ini terjadi di mana-mana. Di SMP Negeri 2 Ngimbang mulai kelas VII sampai kelas IX juga demikian. Hal seperti ini perlu diatasi. Cara mengatasi persoalan seperti itu perlu diidentifikasi permasalahan yang terjadi  di sekolah tersebut.

Berdasarkan observasi awal, permasalahan yang mengakibatkan siswa tidak berani berbicara terutama berwawancara karena: (1) para siswa merasa terbebani dengan tugas yang diberikan guru, (2) para siswa mengalami kesulitan jika topik pembicaraan ditentukan guru, (3) para siswa kurang diberi latihan secara langsung berbicara dengan orang lain, (4) para guru setiap pembelajaran berbicara hanya menyajikan teori saja, para siswa sebagai penonton atau pendengar.

Adapun dampak positif penelitian ini terhadap mutu pendidikan adalah:

Peningkatan Keterampilan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar. adalah; (1) Para siswa termotivasi dalam peningkatan hasil belajar ini terbukti antusias siswa dalam menyusun pertanyaan, bertanya, berwawancara, (2) Meningkatkan kepercayaan siswa dalam belajar secara mandiri, (3)  Meningkatkan tanggung jawab siswa dalam belajar di luar KBM, (4) Meningkatkan kompetensi wawancara siswa. Adapun dampak  positif terhadap guru adalah; (1) Para guru selalu melakukan pemetaan kompetensi dasar  yang sejenis dan berkaitan ternyata akan mempermudah guru dalam pembelajaran, (2) Dalam setiap pembelajaran guru selalu merancang pembelajaran sesuai dengan kondisi siswanya.

  1. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, bahasa tidak resmi sudah tidak disangsikan lagi, tetapi penggunaan bahasa Indonesia resmi masih mengalami kendala yang cukup serius. Para siswa banyak yang terpengaruh bahasa lisan, bahasa sehari-hari padahal bahasa yang diikuti dalam kehidupan sehari-hari tersebut, tidak semuanya berdasarkan kaidah bahasa Indonesia yang benar. Guru sebagai pendidik di kelas selalu menjumpai kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan salah pengertian bagi peserta didik lainnya, akhirnya terjadi kekacauan dalam berbahasa Indonesia.

Karena seringnya siswa mengalami kekacauan  dalam berbahasa resmi tersebut, guru  mendata kompetensi dasar bahasa Indonesia yang berkaitan dengan penggunaan bahasa resmi tersebut. Penggunaan bahasa resmi selalu ditandai dengan penggunaan bahasa yang benar dan efektif.   Dalam Kurikulum berbasis Kompetensi, terutama Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia banyak  KD yang bersyarat kalimat efektif. Pada kelas VII SMP, Kompetensi dasar yang mengandung  pilihan kata dan bahasa yang efektif ada empat KD, di antaranya adalah:  2.1 menceritakan pengalaman  yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif (keterampilan berbicara),  4.3 Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik, dan benar (keterampilan menulis),  10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun,  12.2 Menulis pesan singkat sesuai dengan isi, dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun. (keterampilan menulis).

Adapun dampak positif  penelitian yang berjudul Peningkatan Penggunaan Kalimat Efektif pada Pembelajaran Menulis Memo dengan Metode Analisis Sintaktis. terhadap mutu pendidikan adalah: (1)  Para siswa mau berekplorasi secara mandiri dalam mencari materi kalimat efektif sesuai dengan keinginannya dapat  memahami kompetensi dasar dengan maksimal bahkan siswa tersebut mampu membimbing siswa lain dengan memberikan berbagai argumentasi, (2) Siswa  menganalisis kalimat efektif dalam memorandum dengan cara berdiskusi dapat memberikan manfaat yang besar bagi para siswa karena siswa yang belum mengerti akan tahu dan berani bertanya pada temannya sendiri, (3) Mendorong siswa untuk belajar sepanjang hayat. (4) Guru selalu memberi langkah-langkah pembelajaran dalam setiap PBM, (5) Guru selalu membimbing siswa dalam menyimpulkan di akhir pembelajaran.

  1. Untuk mengetahui mengapa guru jarang melaksanakan pembelajaran membaca cepat, kami sebagai guru bahasa Indonesia mendata permasalahan yang ada pada guru tersebut. Di antara permasalahan itu adalah  (1) guru sulit menggunakan cara yang tepat untuk melatih saiswa membaca cepat, (2) alat yang digunakan untuk membaca cepat hanya jam atau stopwat saja dan alat itu hanya sebagai sarana untuk menghitung waktu saja, tetapi  alat yang berupa metode yang digunakan untuk latihan membaca cepat sulit didapat (3) Sulit mengarahkan siswa ketika menggunakan teknik membaca cepat yang sudah ada karena sulit pengontrolannya.

Adapun dampak penelitian yang berjudul  Peningkatan Pembelajaran Membaca Cepat dengan Metode Membaca Frase terhadap siswa, guru dan sekolah adalah:  (1) siswa bisa menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri tanpa mengikutkan kepalanya bahkan membaca dengan cepat pandangan dari atas ke bawah. (2) Guru selalu menyampaikan tujuan pembelajaran pada setiap awal KBM. Kegiatan ini ternyata dapat memfokuskan pikiran dalam mempelajari suatu materi atau suatu topik. Bahkan para siswa dapat mencari bahan sendiri setelah mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran tersebut.

 

  1. Masyarakat Indonesia mulai sadar dan peduli terhadap pendidikan budaya dan karakter bangsa, begitu juga pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yodoyono tersebut. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai direktorat dan di berbagai lembaga pemerintah, terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional. Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa, akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah, paling tidak untuk masa 5 (lima)  tahun mendatang.

Berdasarkan itu, peneliti mencatat gejala-gejala kenakalan remaja  sudah mulai masuk dalam proses pembelajaran. Guru sering mengeluh betapa sulitnya menghentikan anak yang menyontek, anak yang tidak bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, anak tidak berdisiplin, kurang kreatif. Gejala seperti itu sudah merasuk di semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia.

Adapun dampak positif penelitian yang berjudul  Upaya Peningkatan Nilai-Nilai Karakter Siswa  dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Respons Guru terhadap  Siswa dalam peningkatan mutu guru, siswa dan sekolah adalah:  (1) para siswa bertambah disiplin dalam memasuki ruang belajar dalam kelas moving, (2) Para siswa berdisiplin dan bertanggung jawab atas kebersihan dirinya sendiri dan lingkungannya, (3) Para siswa setelah berlatih kejujuran dalam PBM membawa dampak posith dalam perilaku ulangan harian dan kehidupan sehari-hari. (4)   Siswa meningkat dalam pemfokusan pembelajaran. Ini merupakan upaya kerja keras para siswa, (5)  Para siswa  selalu menghargai teman lain, (6)  Peningkatan siswa dalam menjalankan ibadah erhadap Tuhan yang maha esa. (7) Guru selalu menyampaikan langkah-langkah pembelajaran yang pendahuluan, inti, dan penutup. Setiap langkah selalu memasukkan pendidikan karakter  tersebut sehingga pendidikan karakter terintegrasi dengan pembelajaran

  1. Sesuai dengan tujuan pendidikan di SMP Negeri 3 Ngimbang, guru perlu memiliki prinsip mengajar  yang mengacu pada  peningkatan kemampuan internal siswa di dalam merangsang keterlibatan  siswa dalam strategi pembelajaran atau melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal ini  bisa berupa penerapan  jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh, dan kontektual. Karena demikian, kita  berani berbicara  bahwa rendahnya daya serap atau prestasi belajar atau belum terwujudnya  keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa, maka inti persoalan sebenarnya adalah  masalah ketuntasan belajar yang berupa  minimnya pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi atau unit bahan ajaran secara perorangan.

Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terlebih bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar. Pendekatan pembelajaran tuntas merupakan salah satu usaha dalam pembelajaran di SMP Negeri 3 Ngimbang yang bertujuan memotivasi siswa  mencapai penguasaan terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang diharapkan hasil belajar siswa meningkat.  Karena demikian, semua guru SMP Negeri 3 Ngimbang harus memahami dan menerapkan  pembelajaran tuntas tersebut  walaupun  masih banyak guru yang   masih menerapkan  pembelajaran secara konvensional.

Adapun dampak positif penelitian yang berjudul  Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembinaan Guru dalam Pembelajaran Tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang dalam peningkatan mutu guru, siswa dan sekolah adalah:  (1) Kepala sekolah dapat membina para guru dengan mudah yang berdasarkan pada indicator, scenario pembinaan, dan materi pembinaan, (2) Para guru terinspirasi oleh kepala sekolah pada saat member pembinaan yang terarah pada tujuan yang ingin dicapai, (3) Para guru mengetahui bagian  yang perlu diperbaiki dan yang perlu diperkuat setelah diberi umpan balik, (4)  Kegiatan evaluasi sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

.

 

BAB III

KARYA INOVASI DAN DAMPAKNYA  TERHADAP PENDIDIK

DAN SEKOLAH

 

Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini mengalami peningkatan secara signifikan, baik perkembangan fisik maupun nonfisik. Perkembangan fisik berupa pembangunan sarana dan prasarana sekolah. Sekolah yang ada di daerah maupun sekolah yang ada di perkotaan fisiknya hampir sama. Di kota banyak sekolah yang dibangun bertingkat, di daerah pun sekarang demikian. Fasilitas laboratorium, perpustakaan pun sama. Hal seperti itu terjadi karena sudah tidak ada batas antara kota dan desa, pusat dan daerah. Dunia maya, internet, ICT yang membuatnya menjadi sama tersebut. Begitu juga perkembangan nonfisik. Perkembangan ini terjadi  karena pengetahuan, pengalaman, keterampilan  pengelola pendidikan bisa didapat dengan cepat melalui ICT tersebut.

Pendidikan yang ada di kota besar maupun di kota kecil sama karena adanya ICT. Di daerah sekarang ini, sekolah-sekolah sudah menerapkan komputerisasi dalam melaksanakan tugas sehari-hari, bahkan  semua guru dalam pembelajaran sudah memanfaatkan komputer/laptop. Hal inilah yang membuat pendidikan semakin maju. Kemajuan tersebut terjadi karena semua pekerjaan bisa diselesaikan dengan mudah dan dengan cepat. Efisiensi waktu dan tenaga terjadi  karena adanya komputerisasi tersebut.

ICT akan berkembang pesat di dunia pendidikan jika sumber daya manusia di bidang pendidikan tersebut juga mengalami peningkatan. Sekolah perlu  melihat sisi mana yang perlu ditingkatkan dalam bidang ICT tersebut. Para tenaga pendidik dan kependidikan  harus melek bidang ICT tersebut jika pendidikan di sekolah tersebut ingin meningkat. Semua tenaga TU dan guru minimal harus bisa mengoperasikan komputer/laptop dan memanfaatkan internet. Karena dengan internet, guru, karyawan akan banyak memperoleh pengetahuan, banyak sherring dengan sekolah-sekolah lain, terutama sekolah yang sudah maju.

Internet, komputer merupakan bagian yang membuat peningkatan dan pemerataan pendidikan.   Hampir semua sekolah yang sudah maju baik di kota maupun di desa selalau memanfaatkan internet komputer/laptop dalam melaksanakan kerja sehari-hari. Semua karyawan tata usaha sudah menggunakan komputer tersebut dalam bekerja, guru dalam membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, evaluasi/penilaian sudah memanfaatkan juga. Sekolah yang sudah memanfaatkan secara penuh komputer pasti membuat aplikasi-aplikasi kerja untuk membuat pekerjaan lebih cepat, dan lebih akurat.

Dalam komputer/laptop terutama program windows sudah dilengkapi program bisa difanfaatkan dengan menggunakan berbagai rumus matematika sehingga pihak sekolah bisa memanfaatkan program itu untuk membuat aplikasi di dunia pendidikan terutama di sekolah-sekolah.

Tahun pelajaran 2013/2014 merupakan tahun yang mengharuskan sekolah memanfaatkan aplikasi komputer tersebut karena pada tahun itu diterapkannya Kurikulum 2013, yang di dalamnya harus mengolah nilai lebih banyak lagi dan harus mengkonversi nilai angka menjadi nilai ABCD. Hal ini jika tidak menggunakan aplikasi khusus akan menjadi beban berat bagi para guru. Begitu juga penghitungan angka kridit/PAK  guru yang akan naik  pangkat/jabatan. Para guru harus menghitung PKG dengan rumus-rumus yang sudah ditentukan. Selain itu, sekolah harus menerapkan penilaian  kerja pegawai, yang di dalamnya harus ada sasaran kerja pegawai yang akhirnya menjadi kontrak kerja pegawai tersebut terhadap atasannya. Penilaian tersebut juga menggunakan berbagai hitungan matematika yang rumit. Karena rumitnya tersebut, sekolah perlu membuat program aplikasi, yang nantinya akan mempermudah dan mempercepat pekerjaan.

Karena demikian,  sekolah di pusat maupun daerah perlu memanfaatkan komputer untuk peningkatan mutu pendidikan.  Sekolah di pusat/di kota sudah banyak  menggunakan aplikasi program tersebut, karena sudah banyak perusahaan yang membuatnya walaupun harus dibeli dengan harga yang lumayan mahal. Karena demikian, timbullah isu yang berkaitan dengan aplikasi tersebut, di antaranya:

“Sekolah di desa/di daerah masih sedikit yang memanfaatkan aplikasi program tersebut karena harganya mahal. Karena itu, kami sebagai tenaga pendidik memanfaatkan komputer tersebut untuk membuat program aplikasi sekolah.”

Berdasarkan isu tersebut, guru sebagai kepala sekolah membuat aplikasi penilaian kinerja guru yang Karena demikian,  sekolah di pusat maupun daerah perlu memanfaatkan komputer untuk peningkatan mutu pendidikan.  Sekolah di pusat/di kota sudah banyak  menggunakan aplikasi program tersebut, karena sudah banyak perusahaan yang membuatnya wterintegrasi dengan penilaian prestasi kerja pegawai.

Adapun dampak positif terhadap pembuatan aplikasi penilaian tersebut di antaranya:

  1. Sekolah dengan cepat memperoleh nilai PKG secara tepat dan cermat
  2. Sekolah dengan cepat memperoleh nilai PPKN secara cepat dan tepat.
  3. Tenaga Tim Penilai bias efisien sehingga dapat mengerjakan tugas-tugas lainnya.
  4. Laporan penilaian dengan tepat sesuai dengan permintaan Dinas Pendidikan Lamongan.

 

 

BAB IV

PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN DIRI,  PUBLIKASI DAN KARYA INOVASI

 

Pembahasan secara komprehensif  dalam kegiatan pengembangan profesi yang dilakukan oleh guru/peneliti ini berupa (1)  Pengembangan diri mengikuti seminar dan diklat, (2) Publikasi Ilmiah, (3) Karya  Inovasi. Pembahasan secara satu per satu sebagai berikut.

  1. PENGEMBANGAN DIRI

Pengembangan diri yang dilakukan oleh guru/peneliti berupa pelatihan atau workshop dan beberapa seminar pendidikan, di antaranya adalah (1) Workshop Peningkatan Karier Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMP Melalui MGMP Bahasa Indonesia, (2)  Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 jenjang SMP, (3) Bintek Penulisan Karya Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Adapun pembahasan berupa laporan pelaksanaan pengembangan diri sebagai berikut.

  1. Peningkatan Mutu Pembelajaran Guru Bahasa Indonesia SMP Kabupaten Lamongan

Laporan dan Pembahasannya:

Kegiatan ini dilakukan secara rutin oleh MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Lamongan dengan sasaran guru-guru bahasa   Indonesia selama dua belas pertemuan

Pertemuan pertama: Kebijakan Dinas Pendidikan kabupaten Lamongan.

Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan pada tahun pelajaran ini menerapkan bahwa semua guru mata pelajaran wajib mengkiti kegiatan MGMP, yang pelaksanaannya sebulan sekali secara bergiliran. Karena di Kabupaten Lamongan rata-rata sekolah ada tiga belas mata pelajaran maka dalam satu bulan ada guru yang harus di kirim ke MGMP secara bergiliran. Materi-materi yang diberikan berkaitan dengan materi umum, materi pokok, dan materi penunjang.

Pertemuan kedua : Telaah KTSP  dan Implementasinya.

Pada pertemuan ini membahas tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan  cara menelaah secara mendetel tentang,  Pendahuluan yang berisi tentang Latar belakang, Landasan Hukum, Tujuan Pengembangan Kurikulum Sekolah dan Prinsip-prinsip Kurikulum.  Pada bagian ini hanya dibahas tentang landasan dasar  yang menjadi rujukan, terutama permendiknas yang baru dan peraturan pendidikan yang baru yang direvisi. Bagian kedua dalam KTSP yang dibahasa tentang Visi, Misi, dan Tujuan. Pada saat pembahasan peserta menelaah bahasa yang digunakan dalam visi dan misi tersebut. Sebab ada sekolah yang visinya kurang tepat dengan kondisi sekolah. Karena demikian, para peserta harus menganalisis lingkungan sekolah, warga sekolah, masukan sekolah. Akhirnya diputuskan rumusan visi, misi yang tepat sesuai dengan sekolah tersebut, yang secara garis besar seperti yang diinginkan oleh sekolah. Peserta hanya memperbaiki bahasanya saja. Bagian ketiga berupa Mutana  Kurikulum, pada bagian ini peserta membahas Muatan kurikulum pada tingkat nasional, Muatan kurikulum pada tingkat daerah, Struktur Kurikulum SMP Negeri masing-masing, dan muatan local pada SMP Masing-masing. Pada bagian ini ditelah urikulum tingkat daerah. Di Kabupaten Lamongan ada mutan local yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam, yakni Baca-Tulis Alquran, surat-surat pendek, dan Bahasa Arab. Mata pelajaran itu wajib dilaksanakan oleh siswa SD, SMP, SMA/SMK. Karena wajib maka harus ada guru mata pelajaran tersebut. Guru itu harus bisa mendapat TPG. Bagian keempat membahas tentang Pengaturan Beban Mengajar, yang di dalamnya ada beban belajar peserta didik, beban kerja pendidik, ketuntasan belajar, criteria kenikan kelas dan kelulusan. Pembahasan bab ini difokuskanpada  ketuntasan belajar dan criteria kenaikan kelas dan kelulusan. Bagian kelima Kalender pendidikan dan bagian terakhir membahas tentang penutup.

Pertemuan ketiga : Telaah SNP, SI, SKL

Pada pertemuan ini dibahasa Standar Nasional Pendidikan, mulai dari standar lulusan, standar isi, standar proses, standat pendidik dan kependidikan, standar sarpras, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Dari delapan standar  nasional pendidikan itu yang paling lama membahs standar isi sebab  standar ini sekolah menerapkan dua kurikulum yaitu kurikulum 2013 dan kurikulum 2006 sehingga ditelaah dua kurikulum tersebut, mulai pendahuluan sampai dengan penutup setelah itu baru dibahas SKL kedua kurikulum.

Pertemuan keempat: Pemetaan  Kompetensi Dasar.

Pada saat menelaah KD, para peserta membahas  setiap KD .  Mereka menelaah tingkat kesukaran KD. Akhirnya ditemukan ada kelompok KD yakni KD yang mudah, KD yang sedang, KD yang sulit, baik kelas 7, 8, dan kelas 9. Hasil penelaahan tersebut sebagai bahan/dasar penentuan KKM di masing-masing sekolah.

Pertemuan kelima: Telaah dan pengembangan silabus

Pada bagian ini para peserta menelaah silabus kurikulum 2013 dan kurikulum 2006. Silabus ini memiliki kompetensi dasar yang berbeda. Dalam Kurikulum 2013 dibahaslah kompetensi inti dan kompetensi Dasar. Pada Kurikulum 13 ada 4 kompetensi inti, yaitu: (1) Menghargai dan menghayati ajaran agama  yang dianutnya, (2) Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, percaya diri dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya. (3) Memahami pengetahuan  berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata. (4) mencoba, mengolah dan menyaji dalam ranah  konkret dan ranag abstrak.

Pertemuan keenam: Penyusunan Prota, Promes, dan RPP

Pada pertemuan ini, para guru langsung praktik menganalisis waktu yang berdasarkan dari kalender pendidikan dibagi lagi menjadi hari efektif dan hari nonefektif akhirnya menjadi minggu efektif menjadi minggu tidak efektif akhirnya ketemu alokasi waktu untuk menentukan program semester dan program tahunan, lalu dilanjutkan dengan penyusunan RPP. Pada penyusunan RPP difokuskan pada perumusan indicator, strategi pembelajaran, dan  bahan aja serta penilain.

Pertemuan ketujuh: Penyusunan Buku Ajar

Pada pertemuan ini, peserta dikelompokkan menjadi tiga, yakni kelompok kela VII, kelompok kelas VIII, dan kelompok kelas IX. Dalam kelompok masing-masing menelaah  mendata hasil telaah KD lalu mencari bahan yang sesuai dengan masing-masing KD. Akhirnya dihasilkan contoh bahan ajar pada masing-masing tingkatan kelas sebagai bahan untuk membuat bahan ajar di rumah.

Pertemuan kedelapan: Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa

Pada pertemuan ini, peserta langsung  diskusi pembuatan LKS yang representative, maksudnya LKS yang sesuai dengan SK/KD yang ada yang bersumberkan dari bahan ajar yang sudah dirancang bersama. Akhirnya terpenuhi contoh LKS yang diinginkan oleh peserta  MGMP.

Pertemuan  kesembilan: Pengembangan Model Pembelajaran

Pada pembahasan model pembelajaran dibahas tentang strategi pembelajaran. Pembahasan ini terfokus pada saintefik. Guru langsung praktik mengajar dengan model pembelajaran saintifik, dengan langkah-langkah:

  1. Mengamati
  2. Menanya
  3. Menalar
  4. Mencoba
  5. Mengomunikasikan

Pada bagian ini para guru banyak bertanya tentang strategi pembelajaran tersebut dan membandingkan dengan pembelajaran CTL.

Pertemuan kesepuluh:  Pengembangan Sistem Penilaian

Dalam pertemuan membahas Assesment autentik , yang berkaitan dengan jenis-jenis asesmen autentik, di antaranya adalah:  (a) penilaian kinerja, yang di dalamnya ada daftar cek, catatan anekdot, skala penilaian, da memori (b) Penilaian proyek, (c) Penilaian portofolio,  (d) Penilaian tertulis.

Pertemuan kesebelas: Pengembangan Media Pembelajaran

Pada pertemuan ini semua peserta mempresentasikan hasil membuat media pembelajaran dan dishereing ke teman lain. Sebagain besar peserta membuat pembelajaran yang berbasis Power Point untuk masing-masing KD, Yang membuat flash hanya satu guru. Akhirnya pembuat flash disuruh menjelaskan cara membuat media berbasis flast tersebut.

Pertemuan kedua belas; Penyusunan Program Perbaikan dan Pengayaan

Pada saat membuat program perbaikan tidak jauh berbeda dengan membuat program pembelajaran, di dalamnya selalu ada: tujuan, indicator, materi/bahan, metode, langkah-langkah penyampaian, dan penilaian. Ini berlaku pada perbaikan dan pengayaan.

Adapun materi penunjang berupa  refleksi pengemangan Karier Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) Pendidikan dasar MGMP SMP. Fokus kajian ini adalah untuk perbaikan kegiatan untuk tahun berikutnya karena dengan bercermin diri pada kegiatan yang berjalan, program MGMP bisa disusun lebih baik lagi. Kekurangan-kekurangannya diperbaiki pada pertemuan berikutnya.

 

  1. Peningkatan Karier Pendidik dan Tenaga Kependidikan SMP Melalui MGMP Bahasa Indonesia

Laporan dan Pembahasannya:

MGMP merupakan wadah untuk berdiskusi tentang pendidikan, terutama tentang guru mata pelajaran. Karena demikian maka pada  kegiatan ini setiap guru mengikuti MGMP di tingkat Kabupaten. Pada tahun 2013 semua sekolah wajib mengikuti kurikulum 2013 karena kurikulum tersebut merupakan perbaikan kurikulum tahun 2006.

Pada pelatihan ini difokuskan pada  program pengembangan karier PTK SMP, terutama pada pembuatan karya ilmiah berupa PTK dan artikelnya. Dalam Pertemuan dikelompokkan menjadi (1) Pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya ilmiah, (2) Perumusan masalah  (3) penyusuna proposal, (4) Pembuatan instrument penelitian, (5) pengolahan data, analisis data, (7) Interpretasi data, (9) penyusuna laporan dan seminar, (10) perbaikan laporan, (11) Presentasi laporan, (12) penulisan artikel, (13) Penulisan artikel di jurnal, (14) Review penulisan artikel, (15) Paparan pembuatan artikel, (15) Riveuw pembuatan artikel popular.

Materi tersebut pada intinya membahas tentang membuat (1) Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan laporannya, (2) Penulisan artikel di jurnal penelitian. Secara garis besar, materinya sebagai berikut:

Penyusunan  Proposal PTK dan Laporan PTK

Dalam melaksanakan PTK harus ada permasalahan yang ada, terutama permasalahan yang timbul pada saat pembelajaran. Permasalahan itulah yang  akan dijadikan sumber penelitian. Misalnya , setelah ulangan anak-anak nilainya 90 % di bawah KKM, lalu anak tersebut diremedi. Setelah remedy nilainya masih jelek. Lalu guru tersebut mengidentifikasi permasalahannya. Permasalahan itulah  yang akhirnya dijabarkan menjadi judul penelitian. Setelah itu, guru merumuskan tujuan penelitian. Pada penelitian tindakan kelas, kata kuncinya adalah “ peningkatan”, efektifitas” dsb. Kata-kata itu harus ada dalam penelitian tindakan kelas.

Instrumen penelitian difokuskan pada instrument pada saat proses pembelajaran, bisa berupa kuesioner, wawancara, catatan lapangan. Dari data yang dikumpulkan pada saat pembelajaran yang sudah terekam dalam kuesioner, wawancara, dan catatan lapangan dianalisis dan diputuskan hasilnya lalu dikroscek dengan hasil penilaian berupa ulangan setelah tiap siklus PTK. Sedangkan kajian teori, harus berkaitan dengan  inti permasalahan yang dibahas.  Jangan sampai  kajian teori tersebut sampai di luar kajian penelitian karena akan mubadir.

Hasil dan pembahas PTK secara nyata, apa hasilnya dan dibahas secara kualitatif sehingga bisa  dopahami oleh semua guru dan tidak harus menggunakan rumus-rumus yang rumit. Dari pembahasan, akhirnya diketahui kesimpulan penelitian. Kesimpulan penelitian bisa sesuai dengan  hipotesis yang muncul ebelum penelitian, bisa juga bertentangan dengan hipotesis tersebut.

Penyusunan Artikel Penelitian

Dalam menyusun artikel harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Biasanya artikel ditulis dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Naskah diketik dengan program WS dengan huruf Time Roman ukuran 12 dengan spasi 1,5 dengan jumlah halaman 8-10 halaman pada kertas A4. (2) Sistematikanya: judul, nama penulis, nama lembaga, email, abstrak disertai kata kunci, pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan, kesimpulan dan saran, dan daftar rujukan, (3)  judul artikel tidak boleh lebih dari 14 kata, (5) Nama penulis artikel dicantumkan tanpa nama gelar, (6)  Abstrak dan kata kunci dengan spasi 1 dan panjang abstrak 75-100 kata. (7) Bagian pendahuluan berisi latar belakang, konteks penelitian, hasil kajian pustaka dan tujuan penelitian. Panjang bagian ini sekitar 15-20% dari total artikel. (8) Bagian metode penelitian berisi paparan dalam bentuk paragraph tentang rancangan penelitian, sumber data, teknik pengumpulan dan analisis data. Panjang bagian ini 10-15 % dari total panjang artikel. (9) Bagian hasil penelitian berisi  paparan hasil hasil analisis yang berkaitan dengan pertanyaan penelitian. Setiap hasil pene;itian harus dibahas. Pembahasan berisi pemaknaan  hasil dan pembandingan teori. Panjang paparan ini 40-60 % dari total panjang artikel. (10) Bagian kesimpulan berisi  temuan penelitian yang berupa jawaban atas pertanyaan penelitian atau berupa intisari hasil pembahasan. Kesimpulan disajikan dalam bentuk paragraph. Saran penelitian  mengacu kepada  tindakan praktis, atau pengembangan teoritis dan penelitian lanjutan, (11) Daftar rujukan disusun dengan tata cara seperti yang terdapat dalam pemendikbud yakni EYD.

 

  1. Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013 jenjang SMP

Laporan dan Pembahasannya:

Pada pelatihan ini para guru bahasa Indonesia diajak diskusi tentang  Konsep Kurikulum 2013 yang di dalamnya membahas (a) Rasional dan elemen perubahan kurikulum, (2) SKL, SI, KD dan strategi implementasi Kurikulum 2013, (c) Pendekatan, penilaian, dan model-model pembelajaran pada Kurikulum 2013. Analisis buku guru dan buku siswa, Perencanaan Pembelajaran dan penilaian yang isinya ; (a) Penerapan pendekatan saintifik dan model-model pembelajaran, (b) Perancangan penilaian dalam pembelajaran, (c) Pelaporan hasil penilaian pembelajaran dalam rapor. Praktik terbimbing dan tes awal dan tes akhir.

  1. Konsep Kurikulum 2013

Dasar yang digunakan untuk pelaksanaan kurikum 2013 adalah

  • Kurikulum menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
  • Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.

Adapun tantangan eksternal masa depan pendidikan di Indonesia adalah

  • Globalisasi: WTO, ASEAN Community, APEC, CAFTA
  • Masalah lingkungan hidup.
  • Kemajuan teknologi informasi.
  • Konvergensi ilmu dan teknologi.
  • Ekonomi berbasis pengetahuan.
  • Kebangkitan industri kreatif dan budaya.
  • Pergeseran kekuatan ekonomi dunia.
  • Pengaruh dan imbas teknosains.
  • Mutu, investasi dan transformasi pada sektor pendidikan.
  • Materi TIMSS dan PISA.

Penyempurnaan Kurikulum 2006 ke Kurikulum ini menjadi Kurikulum 2013 sebagai berikut:

Kurikulum 2006 Kurikulum 2013
Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari Standar Isi Standar Kompetensi Lulusan diturunkan dari kebutuhan
Standar Isi dirumuskan berdasarkan Tujuan Mata Pelajaran (Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran) yang dirinci menjadi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Standar Isi diturunkan dari Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Inti yang bebas mata pelajaran
Pemisahan antara mata pelajaran pembentuk sikap, pembentuk keterampilan, dan pembentuk pengetahuan Semua mata pelajaran harus berkontribusi terhadap pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan,
Kompetensi diturunkan dari mata pelajaran Mata pelajaran diturunkan dari kompetensi yang ingin dicapai
Mata pelajaran lepas satu dengan yang lain, seperti sekumpulan mata pelajaran terpisah Semua mata pelajaran diikat oleh kompetensi inti (tiap kelas)

 

  1. Analisis Buku Guru dan Buku Siswa

Pada bagian ini guru membahas buku untuk guru dan buku untuk siswa. Dalam pembahasan disesuaikan dengan KI dan KD yang ada dalam silabus. Dalam buku tersebut ternyata ada yang tidak sesuai dengan silabus. Karena itu, para guru menganalisnya dengan cermat. Buku guru kelas 7 dan buku siswa kelas 7 bisa diperbaiki dalam arti ditambah bagi materi yang belum ada dalam buku tersebut

  1. Perencanaan Pembelajaran dan Penilaian

Model Pembelajaran

Model pembelajaran yang direkomendasikan dalam kurikulum 2013 di anataranya adalah  Pembelajaran berbasis Proyek, Pembelajaran berbasis masalah,

  • Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran Berbasis Proyekmemiliki karakteristik sebagai berikut:

  1. peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
  2. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;
  3. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan;
  4. peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
  5. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
  6. peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan;
  7. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan

situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan

 

Peran guru dan peserta didik dalam pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Proyek sebagai berikut.

  1. Peran Guru
    1. Merencanakan dan mendesain pembelajaran.
    2. Membuat strategi pembelajaran.
    3. Membayangkan interaksi yang akan terjadi antara guru dan siswa.
    4. Mencari keunikan siswa.
    5. Menilai siswa dengan cara transparan dan berbagai macam penilaian.
    6. Membuat portofolio pekerjaan siswa.
  2. Peran Peserta Didik
    1. Menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir.
    2. Melakukan riset sederhana.
    3. Mempelajari ide dan konsep baru.
    4. Belajar mengatur waktu dengan baik.
    5. Melakukan kegiatan belajar sendiri/kelompok.
    6. Mengaplikasikanhasil belajar lewat tindakan.

Melakukan interaksi sosial (wawancara, survey, observasi, dll

  • Pembelajaran Berbasis Masalah

Model pembelajaran berbasis masalah dilakukan dengan adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik yang diharapkan dapat menambah keterampilan peserta didik dalam pencapaian materi pembelajaran.

Berikut ini lima strategi dalam menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (PBL).

  • Permasalahan sebagai kajian.
  • Permasalahan sebagai penjajakan pemahaman.
  • Permasalahan sebagai contoh.
  • Permasalahan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses.
  • Permasalahan sebagai stimulus aktivitas autentik.
  • Model Pembelajaran Penemuan

Berikut ini langkah-langkah dalam mengaplikasikan modeldiscovery learning di kelas.

Langkah Persiapan Metode Discovery Learning

  1. Menentukan tujuan pembelajaran.
    b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
    c. Memilih materi pelajaran.
    d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari  contoh-contoh generalisasi).
    e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi,  tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
    f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang  konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
    g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa
  • Perancangan Penilaian

Dalam Model Pembelajaran Discovery Learning, penilaian dapat dilakukan dengan menggunakan tes maupun nontes, sedangkan penilaian yang digunakan dapat berupa penilaian kognitif, proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa. Jika bentuk penialainnya berupa penilaian kognitif, maka dalam model pembelajaran discovery learning dapat menggunakan tes tertulis.  Jika bentuk penilaiannya  menggunakan penilaian proses, sikap, atau penilaian hasil kerja siswa, maka pelaksanaan penilaian  dapat menggunakan contoh-contoh format penilaian seperti tersebut di bawah ini.

  1. Penilaian Tertulis

Penilaian  tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk yang lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar dan lain sebagainya.Ada dua bentuk soal  tes tertulis, yaitu berikut ini.

  • Soal dengan memilih jawaban.
  1. pilihan ganda
  2. dua pilihan (benar-salah, ya-tidak)
  3. menjodohkan
    • Soal dengan mensuplai-jawaban.
  4. isian atau melengkapi
  5. jawaban singkat
  6. soal uraian

 

  1.  Bintek Penulisan Karya Ilmiah Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Laporan dan Pembahasan:

Berdasarkan Permendikbud nomor 35 tahun 2010 guru yang diberi tugas sebagai kepala sekolah harus mampu  melaksanakan  kegiatan yang berkaitan dengan managemen kepala sekolah sekaligus managemen guru. Salah satu dari menegemen tersebut adalah melaksanakan pengembangan sekolah melalui penelitian tindakan sekolah dengan berbagai model . Model  pengembangan kepala sekolah yang  sedang diwajibkan oleh pemerintah adalah penelitian tindakan  sekolah, yang mestinya model ini sudah berkembang di dunia pendidikan di Indonesia mulai tahun 1998.

Berdasarkan itu, Dinas Pendidikan Kabupatern Lamongan mengirimkan beberapa kepala sekolah untuk mengikuti kegiatan tersebut di tingkat Propinsi Jawa Timut. Hal ini karena pemerintah khususnya pemerintah kabupaten dan propinsi  ingin mengembangkan inovasi dan kreativitas Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Hasil pelaksanan kegiatan ini diharapkan bisa berkembang lebih luas lagi baik bagi guru-guru di sekolahnya maupun di sekolah lain.

Dengan adanya itu,   Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi mengharapkan keresahan yang terjadi pada guru dan kepala sekolah di bidang karya tulis ilmiah ini dapat teratasi dan pada  akhirnya  mereka tertantang untuk  membaca, menulis, akhirnya mempublikasikan karya  tulisnya tersebut.

Melalui bimbingan teknis ini  diharapkan dapat mengembangkan kreativitas  dan inovasi pendidik dan tenga kependidikan dalam menjalankan amanah tugas pokok dan fungsiny sebagai pendidik dan tenaga kependidikan.

Anatomi Karya Ilmiah

Sebagai karya tulis yang berbeda dengan karya tulis lain, karya tulis ilmiah memiliki ciri-ciri terten­tu. Secara ringkas, ciri-ciri pokoknya antara lain berikut ini.

  • Karya tulis ilmiah berorientasi pada isi atau gagasan, bukan pribadi orang.
  • Karya tulis ilmiah bersandar pada rasionalitas dan objektivitas, bukan emosi, subjektivitas, dan perasaan pribadi.
  • Karya tulis ilmiah bersandar pada konsep, proposisi, dan penalaran, bukan imajinasi dan akal sehat semata (common sense).
  • Karya tulis ilmiah mengandalkan argumentasi yang didasari oleh logika, fakta, bukti, dan alasan yang dapat dibuktikan dan atau disalahkan (verifikasi dan atau falsifikasi) oleh pihak lain, bukan retorika dan puitika yang subjektif dan orisinalis­tis.
  • Karya tulis ilmiah ditulis untuk kebenaran ilmiah atau mengungkapkan kebenaran ilmiah, bukan pamrih-pamrih dan am­bisi-ambisi tertentu. Penulis semata-mata bertujuan menyampaikan dan menginformasikan ke­benaran, bukan imbalan material tertentu.
  • Karya tulis ilmiah disusun dengan sistematika dan struktur yang konvensional, dalam arti mengikuti kesepakatan-kesepakatan dan aturan-aturan sistematika dan struktur karya tulis ilmiah yang sudah ada. Dalam menulis suatu karya tulis ilmiah, seseorang tidak di­perbolehkan membuat sistematika dan struktur sendiri yang tidak lazim dan tidak dikenal di dalam dunia keilmuan.
  • Karya tulis ilmiah diungkapkan atau dituturkan dengan wacana yang sistema­tis, argumentatif, kohesif, koheren, dan runtut.
  • Karya tulis ilmiah ditulis dengan bahasa yang bernada teknis, cendekia (logis-rasional), resmi, padat-lugas, jelas, objektif, taat asas, bernalar, dan pro­porsional, bukan bahasa yang bernada umum, populer, keseharian, emo­tif, dan bombastis.
  • Karya tulis ilmiah bertumpu pada keberaksaraan atau tulisan, bukan kelisanan atau pendengaran. Tanpa keberaksaraan, karya tulis ilmiah dapat kehilangan objektivitas dan proposisionalitas.

Berdasarkan ciri-ciri pokok tersebut terlihatlah anatomi atau unsur-unsur pokok yang harus ada dalam suatu karya tulis ilmiah. Bagaimanakah anatomi karya tulis ilmiah?. Unsur-unsur pokok apakah yang perlu ada dalam suatu karya tulis ilmiah?. Atas dasar ciri-ciri pokok tersebut, dapat dikatakan bahwa karya tulis ilmiah berjenis dan berbentuk apapun pertama-tama harus mengan­dung isi atau substansi yang bisa berupa bermacam-macam. Isi atau gagasan itu kemudian di­organisasikan atau dituangkan ke dalam struktur dan sistematika tertentu. Dalam mengorganisa­sikan atau menuangkan isi diperlukan bentuk atau model pengungkapan atau penuturan tertentu. Di samping itu, diperlukan juga bahasa karena bahasalah yang menjadikan isi/substansi, organisasi, dan  model pengungkapan mewujud. Jadi, pa­da dasarnya, karya tulis ilmiah memiliki empat macam unsur pokok, yaitu (1) isi atau susbtansi, (2) organisasi, (3) bentuk atau model pengungkapan, dan (4) bahasa ilmiah. Keempat unsur ini merupakan satu kesatuan, keutuhan, dan kebulat­an, tidak terpisah dan terlepas. Berikut ini diuraikan satu per satu secara ringkas.

Apakah isi atau gagasan dalam karya tulis ilmiah?

Isi atau gagasan dalam karya tulis ilmiah berkenaan dengan ilmu pengetahu­an, yang bisa termasuk bidang ilmu-ilmu kemanusiaan, ilmu-ilmu sosial, dan ilmu-ilmu kealaman. Bagi guru atau tenaga pendidikan pada umumnya, isi atau gagasan itu berupa seluk-beluk masalah pendidikan, pengajaran, pembelajaran, dan pelatihan dalam arti seluas-luasnya. Sebagai contoh, kebijakan pendidikan, strategi pembelajaran, dan program pelatihan siswa.

Isi atau gagasan tersebut dapat digali dengan cara curah pendapat (brainstorming) dengan pakar atau ahli bidang tertentu, merenungkan peristiwa-peristiwa sehari-hari atau alamiah [meditasi, refleksi, dan kontemplasi], menyarikan pengalaman pribadi, mem­baca pustaka-pustaka (buku, majalah, koran, dan sebagainya­). Curah pendapat dapat dilakukan dengan diskusi dengan orang lain dalam upaya mendapat dan menampung pikiran, gagasan, dan pandangan orang lain. Perenungan peristiwa sehari-hari dapat dilakukan dengan cara mencerna dan memahami kejadian yang telah berlangsung. Penyarian pengalaman pribadi dapat dilakukan dengan cara mengingat-ingat, mengendapkan, dan merefleksikan pengalaman diri sendiri sehingga menjadi objektif. Pembacaan bahan pustaka dilakukan dengan cara menelusuri, mencatat, dan mengingat pikiran, gagasan, dan atau pendapat yang ada.

Sumbernya dapat berupa pustaka-pustaka, peristiwa se­hari-hari atau alamiah yang terjadi, pengalaman orang, pengalaman pribadi, dan pendapat pakar atau ahli yang dihubungi secara lisan. Apapun cara penggalian dan sumbernya, isi atau gagas­an dalam karya tulis ilmiah haruslah otentik, orisional, bermaslahat, layak tulis, menarik ditulis, sesuai dengan minat penulis, dikuasai oleh penulis, dan bahannya terjangkau.

Bagaimanakah organisasi dalam karya tulis ilmiah?

Organisasi berkenaan dengan sistematika dan struktur karya tulis ilmiah. Kon­vensi sis­tematika dan struktur karya tulis ilmiah ini ada beberapa macam, sebagian ber­gantung pada bentuk dan jenis karya tulis ilmiah. Secara umum, sistematika karya tulis ilmiah meliputi bagian awal, bagian inti, dan bagian penutup. Disertasi, tesis, skripsi, laporan penelitian, makalah, dan artikel memiliki bagian awal, bagian inti, dan bagian akhir yang sedikit berbeda sehingga struktur atau sistematikanya pun berbeda. Demikian juga buku baik berupa buku, modul, diktat, dan hand-out memiliki sistematika dan struktur yang sedikit berbeda.

Bagaimanakah bentuk pengungkapan dalam karya tulis ilmiah?
     Bentuk (model) pengungkapan atau penuturan yang dimaksud di sini berkenaan dengan cara-cara mengemukakan, mengatakan, membahasakan, dan membicarakan isi atau gagasan-gagasan da­lam warya tulis ilmiah. Wujud nyatanya berupa wacana. Wacana yang dapat digunakan untuk meng­ungkapkan atau menuturkan gagasan ilmiah adalah wacana des­kripsi, eksposisi, ekpositori, argumentasi, dan persuasi. Dalam sebuah karya tulis ilmiah, dapat digunakan pelbagai wacana. Dengan kata lain, sebuah karya tulis ilmiah bisa berisi beragam wacana.
Bagaimanakah sebaiknya bahasa karya tulis ilmiah?

Karya tulis ilmiah harus menggunakan bahasa ilmiah. Karya tulis ilmiah Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia ilmiah. Bahasa Indonesia ilmiah berkenaan dengan ragam bahasa Indonesia yang resmi, baku, cendekia, lugas, padat, jelas, objektif, rasional, proposisional, dan taat asas. Hal ini berlaku baik bagi penggunaan kata, istilah, kalimat maupun paragraf dan gaya. Bahasa Indonesia yang sifatnya dialek, kolokial, slang, dan sejenisnya hendaknya dihindari penggunaannya. Segi-segi teknis bahasa Indonesia sangat diutamakan dalam karya tulis ilmiah Indonesia. Di samping itu, segi-segi ejaan, tanda baca, dan tata penulisan ilmiah (misalnya, penulisan kutipan dan rujukan) yang terkait dengan bahasa Indonesia ilmiah harus diperhatikan juga.

 

  1. PUBLIKASI ILMIAH

Peneliti/guru melakukan publikasi ilmiah berupa Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah. Penelitian Tindakan Kelas dilakukan selama masih menjadi guru di SMP Negeri 2 Ngimbang sedangkan Penelitian Tindakan Sekolah dilakukan setelah mendapat tugas tambahan Kepala Sekolah di SMP Negeri 3 Ngimbang. Adapun pembahasan secara kemprehensif sebagai berikut.

 

  1. Peningkatan Pembelajaran Menulis Puisi Bebas  dengan Menggunakan Kata Lema KBBI Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngimbang

Pemabahasannya:

Pada bagian  ini peneliti menguraikan hasil penelitian yang dikaetkan dengan teori-teori yang menjadi acuan penelitian. Peneliti  membahas proses pembelajaran menulis puisi bebas dengan kata lema kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), sebagaimana yang diungkapkan pada bagian pendahuluan. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dapat meningkatkan proses pembelajaran menulis puisi dengan kata lema KBBI.  Dengan demikian upaya pelaksanaan pembelajaran menulis puisi bebas yang menjadi fokus penelitian. Karena media/alat digunakan adalah kata lema KBBI maka langkah-langkah pembelajaran juga difokuskan pada pemanfaatan kata lema KBBI  tersebut.

Temuan-temuan dalam penelitian ini akan dibahas secara terperinci. Temuan-temuan itu selalu dikaetkan dengan permasalahan penelitian. Karena permasalahan penelitian ini berupa ”Persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang bagaimanakah dapat meningkatkan menulis puisi bebas dengan kata lema KBBI?” Maka  peneliti membahas hasil temuan yang berupa: (1) perencanaan  pembelajaran menulis puisi bebas dengan kata lema KBBI, (2) Pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan proses menulis puisi bebas dengan kata lema KBBI. (3) Evaluasi pembelajaran menulis puisi  bebas dengan kata lema KBBI.

  • 1 Perencanaan Pembelajaraan Menulis Puisi Bebas dengan Kata Lema KBBI

Temuan pertama berkaitan dengan penyusunan silabus. Temuan penelitian menunjukkan bahwa dengan disusunkannya silabus model PTK ini  ternyata dapat menjadi dasar/acuan peneliti dalam membuat program selanjutnya. Penyusunan silabus didasarkan pada kerangka standar isi lalu dikembangkan lagi menjadi bagian-bagian sebagai berikut. (1) Standar kompetensi, bagian ini diambil secara langsung dari standar isi, (2) Kompetensi Dasar (diambil secara langsung dari standar isi). Setelah dua bagian tersebut dikembangkan lagi menajdi penentuan materi pelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator (diambil dari standar isi) penilaian yang terdiri atas  dari teknik, bentuk instrumen, dan contoh instrumen, alokasi waktu dan sumber atau bahan pembelajaran. 3) Materi Pelajaran, pada bagian materi harus ditetapkan secara jelas, materinya berupa fakta, konsep, prinsip, atau prosedur dan  keterampilan serta  sikap  . Hal ini sesuai dengan pendapat Depdiknas (2004:3) Bahan ajar atau materi pembelajaran (intructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, dan prosedur) keterampilan dan sikap. (4) Kegiatan Pembelajaran, langkah-langkah kegiatan pembelajaran dalam silabus yang dapat meningkatkan pembelajaran setelah dibuat pedoman penyusunan skenario pembelajaran adalah berkaitan dengan kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Hal ini sesuai dengan Permen Diknas nomor 41 tahun 2007 (2007:10) bahwa kegiatan pembelajaran terdiri atas pendahuluan, inti, dan penutup. Kegiatan pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Adapun kegiatan inti  merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD, sedangkan penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran. (4) Indikator, pembuatan indikator dalam silabus penelitian ini mengacu pada kompetendi dasar yang akan dicapai dan perumusannya berdasarkan  kata kerja operasional yang dapat  dinilai beik berkaitan dengan pengetahuan, sikap, maupunketerampilan. Temuan tersebut sejalan dengan Permen Diknas No. 41 tahun 2007 (2007:9) menyatakan bahwa  indikator kompetensi  merupakan perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu  yang menjadi acuan penilaian, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan. (5)  Penilaian, dalam penilaian penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu  teknik, bentuk instrumen, dan contoh instrumen. Ketiga bagian tersebut menggambarkan kejelasan penilaian karena di dalamnya menyebutlan jenis penilaian berupa penugasan, unjuk kerja, tes tulis, tes lesan yang akhirnya dikerjakan siswa baik di rumah maupun di sekolah. Penilaian yang dapat meningkatkan pembelajaran menulis puisi bebas ini berupa penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses berupa pengamatan kinerja, pengukuran sikap, sedangkan penilaian hasil berupa tugas, dan produk.Model penilaian tersebut sejalan dengan Permen 41 tahun 2007 (2007:18)  bahwa penilaian dilakukan secara  konsisten, sistemik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek atau produk, portofolia, dan penilaian diri. (6)  Alokasi Waktu,  penentuan alokasi waktu didasarkan pada anlaisis waktu dalam pemetaan kompetensi dasar. Kompetensi dasar yang dianggap sulit bagi siswa setelah  dilakukan penentuan KKM diberi waktu lebih banyak. Dalam penelitian pembelajaran menulis puisi modern termasuk sulit diberi waktu 6 jam pelajaran, yang diformat dalam tiga siklus. Tiap siklusnya 2 jam pelajaran. (7) Sumber/Bahan/Alat, sumber pembelajaran dalam penelitian ini banyak menggunakan lingkungan sekolah dan buku sekolah elektonik (BSE).

Temuan  kedua, berkaitan dengan penyusunan  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran dibuat setiap pertemuan. Jika satu kompetensi dasar disajikan tiga pertemuan maka dibuatlah tiga RPP, yang kompenennya berdasrkan pada  Peratuaran Mendteri Pendidikan nomor 41, yaitu identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran,  materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar, dan sumber belajar. (1) Identitas mata pelajaran,  dalam identitas ini meliputi satuan pendidikan, kelas, semester, mata pelajaran, jumlah jam pelajaran/jumlah pertemuan. (2) Standar Kompetensi,  bagian ini diambilkan dari  silabus atau standar isi yang merupakan kualifikasi kemampuan minimal  peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan atau semester pada suatu mata pelajaran. (3) Kompetensi Dasar, bagian ini diambil secara langsung dari silabus atau standar isi, yang pada dasarnya adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai rujukan penyusunan indikator. (4) Indikator pencapaian kompetensi, bagian ini dirumuskan berdasarkan pada kompetensi dasar yang telah diambil dari standar isi. Bagian ini sudah dirumuskan di silabus sehingga guru tinggal mengutip dari silabus tersebut. (5) Tujuan pembelajaran, perumusan tujuan pembelajaran dalam RPP ini didasarkan pada indikator yang telah ditulis di silabus. Cara perumusannya berpedoman pada prinsip Audence, behaveor, condisi, degree karena dalam tujuan pembelajaran  harus dapat mencerminkan proses pembelajaran dan  dan hasil belajar. Perumusan tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri tentang Standar Proses (2007:9) yaitu tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan  dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. (6) Materi ajar, dalam materi ajar di RPP ini peneliti menulis pokok-pokoknya saja. Penyusunan materi tersebut sesuai dengan Permen nomor 41 (2007:9) materi ajar dalam RPP memuat fakta, konsep,prinsip dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir  sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. (7) Alokasi waktu,  pada penentuan alokasi waktu disesuaikan dengan tingkat kerumitan kompetensi dasar/indikator. (8) Metode Pembelajaran,  dalam penelitian ini metode penelitian yang digunakan peneliti/guru mengacu pada CTL yang dikaitkan dengan  penggunaan kata lema KBBI. (9) Kegiatan pembelajaran, dalam kegiatan pembelajaran (skenario pembelajaran) dikelompokkan menjadi tiga bagian:  – Kegiatan pendahuluan  dalam penelitian ini dnamakan tahap pra-menulis puisi. Adapun langkah-langkah pembelajaran pada tahap ini yang dapat meningkatkan menulis puiasi adalah: (1) menjelaskan prosedur menulis dengan kata lema KBBI, (2) memberikan contoh menulis puisi dengan kata lema KBBI, (3) bertanya jawab tentang contoh menulis puisi dengan kata lema KBBI, (4) menggali imajinasi siswa  untuk menemukan ide, (5) membimbing siswa mencetuskan ide.  – Kegiatan inti, kegiatan inti atau tahap saat-menulis, yang dapat meningkatkan pembelajaran menulis puisi adalah: 1) siswa menulis puisi sesuai dengan ide yang ditemukan dengan bahasa sehari-hari siswa, (2) siswa menggunakan kamus besar bahasa Indonesia untuk memperbaiki diksi  dalam draft puisi tersebut, (3) siswa mendiskusikan hasil puisi yang ditulis dengan lema kamus besar bahasa Indonesia, (4) siswa menulis puisi setelah didiskusikan dengan teman dan gurunya. – Kegiatan penutup, dalam penelitian ini disebut tahap  pasca-menulis  yang dapat meningkatkan pembelajaran menulis puisi adalah: (1) siswa melakukan refleksi, (2) siswa mempublikasikan puisi di mading. (10) Penilaian hasil belajar,  penilaian yang digunakan dalam RPP dikelompokkan menjadi dua, yakni penilaian proses dan penilaian hasil. (11)  Sumber Belajar, penentuan sumber belajar didasarkan pada penentuan sumber/bahan dan alat yang ada dalam silabus.

1.2   Pelaksanaan Pembelajaran untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran Menulis Puisi Bebas dengan Kata Lema KBBI

Temuan yang pertama, memberikan contoh menulis puisi dengan kata lema KBBI kepada siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa dengan mudah menerima model-model puisi dengan  kata lema KBBI. Model atau contoh puisi lebih dapat diterima daripada penjelasan guru tanpa model. Temuan penelitian tersebut sesuai dengan pendapat Johnson (2009:241) bahwa cara yang paling efektif untuk mengajarkan keahlian yang baru adalah dengan memberi contoh yang baik.  Semakin lemah siswa dalam hal pelajaran maka semakin banyak yang memperhatikan contoh yang diberikan guru. Bahkan murid yang mampu pun bisa mengambil manfaat dari contoh yang diberikan guru tersebut. Contoh-contoh dari guru dapat dijadikan inspirasi siswa.

Temuan kedua, bertanya jawab terhadap  contoh menulis puisi bebas. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan bertanya guru mengetahui kelemahan dan kelebihan pembelajaran, bahkan mengetahui kemamuan siswa yang tinggi dan kemampuan siswa yang lemah. Selain itu bertanya jawab dalam pembelajaran menulis puisi bebas dapat mendorong siswa berpikir. Temuan ini sejalan dengan pendapat Trianto (2007:110) bahwa  bertanya jawab dalam pembelajaran  dipandang sebagai kegiatan guru untuk  mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan  berpikir siswa. Sedangkan bagi siswa kegiatan bertanya jawab  merupakan bagian penting  dalam melaksanakan pembelajaran untuk menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian  pada aspek yang belum diketahuinya.

Temuan ketiga, menggali imajinasi  siswa untuk menemukan ide dengan cara menentukan objek yang akan ditulis. Temuan ini menunjukkan bahwa objek nyata dapat memudahkan siswa dalam merumuskan/membuat ide baru dalam pembuatan puisi secara faktual. Hal ini dikarenakan siswa dapat melihat dan membayangkan benda tersebut secara langsung. Temuan tersebut sesuai dengan pendapat Thahar (2008:25) bahwa merekam objek  yang akan dijadikan bahan baku cerpen atau novel, puisi, perlulah pengarang atau calon pengarang mengalami peristiwa itu agar karyanya lebih mendekati rialita.

Temuan keempat, membimbing siswa mencetuskan ide/gagasan  dengan cara menulis bagian inti ide tersebut. Temuan ini menunjukkan bahwa bagian inti ide merupakan bagian intisari objek yang dapat menimbulkan berbagai interpretasi penulis. Ini akan memberikan nuansa yang berbeda-beda dalam karyanya. Intisari sama setelah dikembangkan menjadi sebuah puisi akan menghasilkan produk yang berbeda.

Temuan kelima, menulis puisi sesuai dengan  ide yang ditemukan dengan bahasa sehari-hari siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa bahasa siswa sehari-hari dapat mempercepat dan memudahkan proses penulisan puisi bebas. Hal ini terjadi karena bahasa anak berbeda dengan bahasa guru. Anak tidak mengalami kesulitan dalam mengekplorasi pikirannya melalui puisinya. Bahkan anak menulis dengan bahasanya sendiri tidak perlu dipersoalkan jenis tulisannya Semakin banyak/sering menulis dengan bahasanya sendiri semakin mahir siswa tersebut. Temuan tersebut sesuai dengan pendapat Leonhardt (2001:38) bahwa  semakin banyak tulisan  yang mereka buat,  apa pun jenisnya, semakin cakap mereka jadinya. Di sekolah menengah, semua siswa yang terbiasa menulis mandiri akan sudah mampu menulis esai akademis yang sangat baik. Tulisan pribadi dan kreatif/puisi yang mereka buat akan merasuk  ke dalam tulisan formal mereka. Mereka menggunakan detail  dengan lebih baik, dan mempunyai kepekaan yang lebih baik terhadap nada dan gaya,  jika dibandingkan dengan siswa  yang hanya menulis untuk tugas sekolah.

Temuan keenam, menggunakan kamus besar bahasa Indonesia untuk memperbaiki diksi  dalam draft puisi. Temuan ini menunjukkan bahwa kamus besar bahasa Indonesia dapat mempermudah siswa dalam menentukan diksi karena dalam kamus tersebut ada berbagai sinonim kata, bahkan bisa menggunakan homonim, antonim. Kata-kata tersebut bisa dicari di dalam kamus besar bahasa Indonesia.

Temuan ketujuh, mendiskusikan hasil puisi yang ditulis. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan mendiskusikan hasil menulis puisi dengan teman-temannya akan menjadikan puisi tersebut lebih sempurna. Selain itu, diskusi dalam menulis puisi ini dapat mengembangkan pengetahuan siswa baik berkaitan dengan perpuisian maupun dengan sosial kemasyarakatan. Temuan ini didukung oleh Trianto (2007:119) bahwa salah satu aspek diskusi kelas dalam pembelajaran adalah  kemampuan siswa untuk mengembangkan pertumbuhan kognitif. Selain itu  untuk menghubungkan dan menyatukan aspek kognitif dan aspek sosial pembelajaran.

Temuan kedelapan, merevisi atau menyunting puisi. Temuan ini menunjukkan bahwa kegiatan merevisi puisi dapat menjaga kualitas dan kelayakan tulisan. Hal ini sesuai dengan pendapat Depdiknas (2004:6) bahwa menyunting tulisan sangat penting dilakukan. Dengan disunting, suatu tulisan dapat dijaga kualitasnya, seperti keruntutan, kelogisan, ketepatan dan kelengkapan unsur tulisan. Dengan demikian, penyuntingan suatu puisi dapat menjaga  kelayakan dan kepantasan tulisan itu dibaca atau dipublikasikan.

Temuan kesembilan, melakukan refleksi. Temuan ini menunjukkan bahwa kegiatan refleksi dalam suatu kegiatan pembelajaran menulis puisi bebas ini dapat mengendapkan pengetahuan yang baru diterima dengan cara menautkan dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Siswa setelah melakukan refleksi ini dapat mengetahui seberapa persen materi tersebut diserap dalam dirinya. Temuan ini sesuai dengan pendapat Trianto (2007:113) dan  Nurhadi (2004:51) bahwa  kegiatan refleksi  dilakukan oleh siswa dengan cara mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

Temuan  kesepuluh, mempublikasikan puisi. Temuan ini menunjukkan bahwa kegiatan mempublikasikan dapat mendorong siswa  melakukan lebih baik lagi. Bahkan kegiatan mempublikasikan dapat menimbulkan kebanggaan siswa karena hasil siswa dapat dibaca oleh orang-orang lain melalui media tertentu.

1.3   Evaluasi Pembelajaran Menulis Puisi Bebas dengan Kata Lema KBBI

Temuan pertama yang berkaitan dengan penilaian proses. Temuan penelitian menunjukkan bahwa penilaian proses yang berupa pengamatan nonverbal, komunikasi langsung kepada siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dapat membantu siswa dalam proses menentukan ide, menulis draf puisi ebebas, menggunakan  kamus besar bahasa Indonesia, dan merevisi. Temuan tersebut señadan pendapat Latif (1999:3) bahwa siswa yang dibimbing oleh guru dalam penilaian proses melalui pengamatan nonverbal dan komunikasi langsung akan meningkatkan proses pembelajaran mulai awal pembelajaran sampai pada akhir pembelajaran.

Temuan kedua yang berkaitan dengan penilaian proses yang berkaitan dengan tindakan guru adalah: siklus I mencapai 1,34,  pada siklus II mendapat skor 2,58 dan siklus III mendapat skor 3,50. Tindakan yang dilakukan siswa pada siklus I mendapat skor 1, 77 siklus II mendapat skor 2,83 dan siklus III mendapat skor 3,57. Dengan demikian tindakan guru dan siswa mengalami peningkatan.

Temuan ketiga berkaitan dengan hasil Belajar siswa.  Temuan penelitian menunjukkan bahwa penilaian hasil belajar yang menggunakan bentuk soal uraian non objektif dapat mengukur kemampuan siswa dalam menulis puisi bebas dengan kata lema kamus besar bahasa Indonesia. Temuan ini  sejalan dengan pendapat Sumiati 2007:206)  bahwa bentuk soal uraian  dapat mengukur kemampuan menguraikan apa yang terdapat dalam pikiran tentang suatu masalah  yang diajukan.

Temuan keempat yang berkaitan dengan hasil Belajar siswa adalah: siklus I nilai rata-rata 60; pada siklus II nilai rata-rata 77; dan pada siklus III mencapai rata-rata 91. Dengan demikian, pelaksanaan penelitian ini mulai siklus I, II, dan III mengalami peningkatan.

 

  1. Peningkatan Keterampilan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngimbang

Pembahasannya:

Pada  bagian pembahasan  ini peneliti menguraikan hasil penelitian yang dikaetkan dengan teori-teori yang menjadi acuan penelitian. Peneliti  membahas proses pembelajaran berbicara dengan KD ‘Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan  dengan  memperhatikan etika  berwawancara” dengan menggunakan kontrak belajar, sebagaimana ynag diungkapkan pada bagian pendahuluan. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dapat meningkatkan proses berwawancara dengan strategi kontrak belajar.  Dengan demikian upaya pelaksanaan pembelajaran berwawancara dengan narasumber yang menjadi fokus penelitian. Karena strategi yang digunakan adalah kontrak belajar maka langkah-langkah pembelajaran juga difokuskan pada pembuatan kontrak belajar yang mulai dari motivasi, pembuatan kontrak belajar, menentukan tema wawancara, menulis pertanyaan untuk wawancara, latihan berwawancara di kelas, berwawancara denga narasumber, menganalisis hasil wawancara, menulis laporan, refleksi, dan persiapan kegiatan berikutnya.

Temuan-temuan dalam penelitian ini akan dibahas secara terperinci. Temuan-temuan itu selalu dikaetkan dengan permasalahan penelitian. Karena permasalahan penelitian ini berupa ”Persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang bagaimanakah dapat meningkatkan proses berwawancara dengan narasumber dengan kontrak belajar?” Maka  peneliti membahas hasil temuan yang berupa: (1) perencanaan  pembelajaran berwawancara  dengan narasumber dengan strategi kontrak belajar, (2) Pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan proses berwawancara dengan narasumber dengan strategi kontrak belajar. (3) Evaluasi pembelajaran berwawancara dengan narasumber dengan strategi kontrak belajar.

  • Perencanaan Pebelajaraan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar

Temuan pertama berkaitan dengan Pemetaan kompetensi dasar (KD). Temuan penelitian menunjukkan bahwa dengan disusunnya KD yang sejenis dan berkaitan mempermudah penyampaian materi dari pertemuan pertama dan kedua, dan seterusnya. Pada pembelajaran KD wawancara, berkaitan dengan KD menulis laporan, sehingga dua KD ini bisa diurutkan, yakni menyusun pertanyaan wawancara, melakukan wawancara, menulis hasil wawancara menjadi sebuah laporan atau berita. Hal ini sesuai dengan pendapat Tim Penyusun  Materi Pelatihan Terintegrasi (2004: Ina 14: 13)  bahwa  pembuatan perangkat pembelajaran harus diawali dengan pemahaman standar ini, yang di dalamnya berisi SKKD dan KD. Kedua hal tersebut perlu diurutkan sesuai dengan karakter, jenis kompetensi dasar tersebut agar mudah penyajian bahan ajar dan mempermudah peserta didik memahami bahan ajar.

Temuan  kedua berkaitan dengan pembuatan silabus.  Temuan penelitian tindakan kelas ini adalah silabus yang dapat mempermudah guru dalam menyusun rencana pembelajaran adalah silabus yang diurutkan sesuai dengan kecakupan dan kedalaman materi. Cakupan materi dalam pembuatan silabus ini didasarkan dari susunan pemetaaan KD sebab dalam pemetaan KD sudah didasarkan pada urutan materi. Sedangkan kedalaman materi disesuaikan dengaan  tingkat perkembangan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat TIM Penatar Pengembangan Silabus DitjenManajemen Pendidikan Dasar dan menengah (2006:6) cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian  materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

Temuan ketiga berkaitan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa RPP yang dapat meningkatkan pembelajaran berwawancara dengan urutan: Mata pelajaran, kelas, semester, SKKD, KD, indikator, waktu. Bagian ini diambil dari silabus, yang sering disebut sebagai identitas RPP. Adapun  bagian yang disusun oleh guru sendiri, yang berkaitan dengan (1) tujuan pembelajaran khusus, pembuatan tujuan ini diarahkan pada ketercapaian kompetensi dasar  yang sudah ditulis pada identitas RPP. (2) materi pelajaran, perumusan materi pembelajaran ditulis secara terperinci materi tersebut berdasarkan indikator yang ada pada identitas. Tentu saja indikator dan tujuan pembelajaran berkaitan dengan kompetensi dasar. (3)  metode  yang digunakan dalam pemelajaran berwawancara ini menggunakan multi metode, maksudnya tidak hanya satu metode, tetapi lebih dari satu. Semua metode tersebut dikemas dalam strategi kontrak belajar. Metode yang sering digunakan dalam pembelajaran ini adalah, tanya jawab, diskusi, pemberian model, penemuan, demonstrasi, (4) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penyusunan langkah-langkah  pembelajaran dikebagi menjadi tiga yakni bagian pendahuluan atau praberwawancara, bagian  inti atau saat-berwawancara, dan bagian penutup atau pasca-berwawancara. (4) sumber belajar menggunakan multi sember belajar, terutama berkaitan dengan lingkunngan, siswa lain, buku paket, CD, (6) penilaian dalam pembelajaran ini dikelompokkan menjadi teknik, bentuk instrumen, dan instrumen penilaian.

2.2  Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar

Temuan penelitian pada pelaksanaan pembelajaran  berwawancara dengan strategi kontrak belajar dikelompokkan menjadi tiga bagian. (1) pelaksanaan pada pra-berwawancara, (2) pelaksanaan pada saat-berwawancara, (3) pelaksanaan pada pasca-wawancara.

2.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara pada Pra-Berwawancara

Temuan pertama  berkaitan dengan kegiatan pra-wawancara, guru selalu memberi motivasi  kepada para siswa. Ternyata motivasi yang diberikan oleh guru dapat menggugah semangat para siswa. Temuan ini sejalan dengan pendapat Purwanto (1991:61) bahwa banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga. Adapun Sartain (1958) dalam Purwanto (1991:60) mengatakan bahwa  motivasi itu sangat penting, motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar.  Hal seperti itu sesuai dengan hasil penelitian bahwa dengan adanya motivasi  dari guru, siswa bersemangat.

Temuan kedua, berkaitan dengan kontrak belajar pada kegiatan pra-wawancara, siswa  lebih bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya.  Mereka belajar sesuai dengan apa yang diinginkan dalam kontrak tersebut. Menurut Sibermen (1996:62) belajar dengan pengarahan sendiri sering lebih mendalam dan lebih permanen daripada pengarahan guru. Hal seperti itu dapat dilakukan dengan cara kontrak belajar terhadap  kompetensi  dasar yang harus dikuasainya. Dalam menentuan kontrak belajar, siswa diberi kebebasan dalam menentukan tema, menentukan belajar dengan media, bahkan diberi kebebasan dalam menentukan kelompok belajar. Kontrak belajar ini sangat cocok untuk kompetensi dasar yang berkaitan dengan belajar atau kegiatan di luar kelas seperti berwawancara dengan narasumber.

Temuan ketiga, berkaitan dengan menyusun pertanyaan untuk wawancara.  Bertanya merupakan kegiatan  yang tidak bisa ditinggalkan dalam belajar. Para siswa kalau belajar  berawal dari suatu pertanyaan. Adapun pertanyaan yang digunakan wawancara merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan 5 W + 1H serta pertanyaan pemanasan, pertanyaan pengarahan, dan pertanyaan penggalian. Dalam penelitian ini, para siswa lebih mudah menyusun pertanyaan berkaitan dengan tema atau topik wawancara dengan menggunakan rumus 5W + 1H akan lebih mudah. Menurut   Gola Gong (2007:28)  teknik wawancara  dengan cara seperti  berita (5W + 1H)  bisa dijadikan pegangan dengan dimulai dengan pertanyaan where (lokasinya) lalu pelakunya dengan pertanyaan (who).  Pertanyaan-pertanyaan itu mempermudah pewawancara untuk menggali topik yang menjadi pembicaraan. Selain itu, penyusunan pertanyaan sebelum pelaksanaan wawancara akan memberi gambaran awal apa yang diinginkannya pada saat pewawancara.  Sedangkan pertanyaan pemanasan dapat digunakan untuk mengakrapkan pewawancara dengan narasumber, Pewawancara isa bosa-basi menanyakan pada bagian awal sebelum masuk ke masalah topik yang akan digali. Adapun pertanyaan pengarahan dalam penelitian ini sangat menentukan hasil wawancara. Jika pertanyaan pengarahan yang salah maka  wawancara tersebut akan menyimpang dari topik yang diinginkan. Karena demikian, pertanyaan pengarahan sangat menentukan dalam menyusun pertanyaan wawancara. Menurut Oka (1995:25) pertanyaan pengarahan  yang tepat dalam wawancara akan membawa narasumber lebih senang, dan akan menceritakan semua yang akan ditanyakan oleh pewawancara, sehingga pewawancara dapat menggali semua hal yang diinginkan oleh pewawancara.

2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara pada Saat-Berwawancara

Temuan pertama,  berkaitan dengan latihan wawancara di kelas dengan bimbingan guru. Latihan berwawancara dengan bimbingan guru dapat meningkatkan kompetensi wawancara, baik berkaitan dengan mental siswa, maupun pengetahuan siswa. Siswa kelas VIII masih labil dalam berbicara dan sering terpengaruh dengan anak lain. Jika tanpa bimbingan guru, siswa tersebut mudah berubah. Karena demikian bimbingan guru sangat dibutuhkan. Menurut Gagne dalam Dahar (1988:175)  untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan  cara mengaitkan informasi baru  itu pada pengalaman siswa. Selain bimbingan secara klasikal, guru perlu membimbing siswa secara individu, terutama pada siswa kelompok bawah. Guru pada saat membimbing siswa secara individu pada kelompok rendah  ternyata memberi semangat belajar tinggi pada anak tersebut. Anak-anak itu langsung berinteraksi dengan guru dengan penuh kasih sayang. Guru menganggap para siswa tersebut seperti anaknya sendiri. Guru membuang jauh rasa benci terhadap siswa karena dianggap akan menyulitkan belajarnya. Temuan seperti ini didukung oleh Wills, (1986:68) dalam Deporter (2000:29) anak-anak yang merasa, atau dibuat merasa, tidak diterima dan tidak kompeten akan lambat memulihkan rasa percaya diri dan akibatnya kemampuan mereka untuk memanfaatkan kesempatan belajar diperbesar yang disediakan sekolah tersebut bahkan mungkin berkurang, dalam kasus ekstrem, rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki. Karena demikian bimbingan guru  pada saat latihan berwawancara sangat dibutuhkan oleh para siswa.  Bimbingan seperti itu  dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam berwawancara.

Temuan kedua, berkaitan dengan mendiskusikan hasil latihan wawancara. Hasil siswa dalam latihan wawancara setelah didiskusikan kembali oleh para siswa, baik berkaitan dengan pertanyaan maupun jawaban narasumber dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan siswa. Bahasa verbal dan bahasa non-verbal didiskusikan bersama karena masing-masing anak melakukan latihan wawancara dengan gayanya masing-masing. Dalam berdiskusi tersebut, guru mengarahkan para siswa, dan guru tidak perlu menyeragamkan cara berwawancara, tetapi memperbaiki kekurangan dan memperkuat kelebihan masing-masing siswa. Sebelum didiskusikan, para siswa masih melakukan kesalahan dalam berwawancara. Hal ini terbukti dari instrumen yang telah diisi oleh kolaburator.  Kegiatan diskusi seperti itu dapat melatih siswa menerima dan memberi pengetahuankarena masing-masing anak mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di samping itu berdiskusi seperti itu akan melatih siswa bekerja sama dengan lainnya. Pembelajaran seperti ini sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan sekarang ini karena anak akan belajar bermasyarakat. Kegiatan bekerja sama seperti itu didukung oleh Permen Diknas tahun 2006 tentang Standar Isi (2006:6)  bahwa prinsip pelaksanaan pembelajaran harus memperhatikan  belajar  untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain.

Temuan ketiga,  menulis kembali pertanyaan yang telah digunakan latihan dan didiskusikan oleh para siswa. Menulis kembali setelah dibicarakan/didiskusikan oleh para siswa sama dengan merevisi pertanyaan yang dianggap kurang sesuai. Memperbaiki sesuatu yang salah dalam dunia pendidikan sifatnya wajib. Hal ini seperti dilakukan oleh pembelajaran berwawancara ini. Siswa mengalami peningkatan hasil karena adanya perbaikan terus menerus. Dalam memperbaiki pertanyaan untuk wawancara, siswa perlu memperhatikan masukan-masukan dari temannya pada saat berdiskusi serta memperhatikan bimbingan guru. Dengan seperti itulah pengetahuan dan pengalaman siswa bertambah.  Menurut Leonhardt (2001150)  Selama menyunting atau memperbaiki tulisan, Anda bisa mencontohkan sikap yang baik jika karya kta sedang disunting> Dengarkan saran mereka dengan saksama, pertimbangkan dengan serius nilai saran itu, lalu ikuti  saran yang dapat diterima.

Temuan keempat, melakukan wawancara dengan narasumber. Temuan ini membuktikan bahwa berwawancara dengan narasumber  dapat meningkatkan kecerdasan siswa baik keterampilan berbicara maupun keterampilan lainnya. Siswa yang melakukan wawancara dengan narasumber secara langsung dapat berpikir kreatif, produktif. Anak yang melakukan wawancara dalam kelompoknya ternyata anak yang dianggap paling pandai dalam kelompok itu, sedang anak yang kemampuannya paling rendah  hanya  berani berwawawancara setelah semuanya sudah melakukan wawancara. Dengan adanya bukti seperti ini, siswa berani berwawancara lebih dulu  karena siswa tersebut mempunyai kemampuan yang lebih. Untuk menjadikan anak berani berwawancara dengan narasumber serta menjadikan anak mampu berwawancara, guru perlu memberi waktu yang cukup untuk berwawancara dengan narasumber secara langsung agar para siswa menjadi produktif.

Temuan kelima,  menulis laporan hasil wawancara. Menulis wawancara merupakan bagian lanjutan dari berwawancara. Orang lain akan menikmati hasil wawancara tersebut jika dipublikasikan. Salah satu cara untuk mempublikasikan hasil tersebut dengan menulis hasil wawancara dalam bentuk laporan. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa yang mampu berwawancara dengan baik (memanfaatkan pertanyaan 5W + 1H) dapat menulis laporan dengan sempurna. Dalam penulisan ini guru selalu memuji hasil siswa walaupun tulisan itu paling jelek, paling tidak sempurna dalam kelas itu. Guru selalu mencari bagian yang baik di anatara tulisan yang jelek itu. Hal seperti ini ternyata memberi penguatan tersendiri terhadap siswa tersebut. Pendapat ini didukung oleh Leonhardt (200132)  Pujian kepada siswa adalah cara terefektif guna memotivasi anak  untuk terus menulis. Pujilah dengan berbunga-bunga, dukunglah selalu tulisan anak, dalam setiap tulisan, pastilah ada yang dapat dipuji walaupun tulisan itu paling jelek dalam kelompok tersebut..

2.2.3 Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara pada Pasca-Berwawancara

Pembahasan pada pasca-berwawancara selalu dikaitkan dengan langkah-langkah  pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar berwawancara dengan strategi kontrak belajar. Di antara langkah tersebut adalah: (1) Siswa melakukan refleksi, (2) siswa merencanakan kegiatan selanjutnya.

Temuan pertama, melaksanakan kegiatan refleksi setelah pembelajaran. Temuan menunjukkan bahwa pada kegiatan refleksi siswa bercermin diri pada apa yang sudah dikuasai dan apa yang belum kuasai. Kegiatan ini sangat membantu siswa pada kegiatan di rumah dan kegiatan selanjutnya karena para siswa akan belajar secara mandiri di rumah setelah mengetahui bagian-bagian yang belum dikuasainya. Guru pun sama akan memperbaiki pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Dengan demikian, kegiatan refleksi dengan cara mengisi rubrik atau quesioner sangat diperlukan guna perbaikan pada pertemuan berikutnya. Model refleksi ini dapat mengefektifkan waktu dan mempermudah siswa dalam mengisinya. Para siswa disuruh mengisi  secara jujur quesioner tersebut. Pelaksanaan refleksi ini dilakukan secara konsisten agar  selalu diketahui hasil pembelajaran tersebut. Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses (2007:17) bahwa pelaksanaan  refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan  secara konsisten dan terprogram.

Temuan kedua,  berkaitan dengan penyusunan perencanaan pembelajaran berikutnya. Para siswa merencana kegiatan berikutnya dengan guru memberikan dampak positif terhadap siswa karena para siswa ikut merencanakan pembelajaran berikutnya. Siswa bertanggung jawab terhadap tugas belajarnya.  Masing-masing siswa lebih giat belajar apa yang akan dipelajarinya.

2.3  Evaluasi Pembelajaran Berwawancara dengan Kontrak Belajar

Temuan pertama yang berkaitan dengan evaluasi prosses. Temuan penelitian menunjukkan bahwa evaluasi proses yang berupa pengamatan nonverbal, komunikasi langsung kepada siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dapat membantu siswa dalam proses menyusun pertanyaan, berlatih wawancara, berwawancara dengan narasumber, berdiskusi, dan menulis laporan. Temuan tersebut senada dengan  pendapat Latif (1999:3) bahwa siswa yang dibimbing oleh guru dalam evaluasi proses melalui pengamatan nonverbal dan komunikasi langsung akan meningkatkan proses pembelajaran mulai awal pembelajaran sampai pada akhir pembelajaran.

Temuan kedua yang berkaitan dengan hasil evaluasi proses yang berkaitan dengan pembelajaran berwawancara dengan narasumber, sebagai berikut. Pada kelas VIIIA, Siklus I  mencapai 61, siklus II mencapai 73. Kelas VIII B, siklus I mencapai 62, siklus II mencapai 74. Kelas VIII C, siklus I mencapai 61, siklus II mencapai 79. Kelas VIII , siklus I mencapai 61, dan siklus II mencapai 79.

 

  1. Peningkatan Penggunaan Kalimat Efektif pada Pembelajaran Menulis Memo dengan Metode Analisis Sintaktis

Pembahasannya:

Berdasarkan hasil penelitian,  peneliti  membahas hasil tersebut berdasarkan pada pengalaman dan beberapa teori pembelajaran yang dipahami oleh peneliti, baik dari  rujukan buku maupun dalam seminar atau lokakarya  sebagai bukti pertanggungjawaban terhadap penelitian tindakan kelas tersebut. Adapun pembahasan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu (1) persiapan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, (3) penilaian

  • Persiapan Pembelajaran

Temuan pertama, guru  wajib membuat perangkat pembelajaran. Dalam temuan ini membuktikan bahwa perangkat pembelajaran sangat membantu guru dalam membimbing siswa. Guru sudah tidak mencari-cari lagi referensi yang membahas tentang materi itu. Selain itu, guru bisa terarah pada tujuan dan indikator yang akan dicapai oleh siswa karena semua tindakan/perbuatan guru dan siswa dibatasi oleh tujuan dan indikator tersebut.

  • Pelaksanaan Pembelajaran
    • Kegiatan Pendahuluan

Temuan  pertama, dalam melakukan tindakan pembelajaran guru perlu mempersiapkan waktu dengan secermat mungkin. Temuan ini membuktikan bahwa penentuan waktu setiap langkah-langkah pembelajaran dalam skenario pembelajaran yang tepat akan menghasilkan belajar siswa secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian ini, waktu yang digunakan untuk kegiatan pendahuluan tidak lebih dari lima belas menit dengan pembagian waktu yang paling banyak pada kegiatan tanya jawab, setelah itu, kegiatan langkah-langkah pembelajaran.

Temuan  kedua, tanya jawab dalam kegiatan pendahuluan harus berkaitan dengan kompetensi dasar yang akan diajarkan.Temuan penelitian ini membuktikan bahwa pertanyaan guru yang berkaitan dengan materi yang sudah dibahas dan materi yang akan dibahas membantu siswa dalam mendalami kompetensi dasar yang akan diajarkan. Menurut Hatika (2010:9) pembelajaran yang sudah diberikan perlu diberi penugasan terstruktur dengan tujuan siswa akan mengerjakan tugas tersebut dan tugas itu nantinya berkaitan dengan kompetensi dasar yang akan dipelajari. Hal ini jika dilakukan guru akan membantu siswa dalam memahami kompetensi dasar tersebut.

Temuan ketiga, langkah-langkah pembelajaran perlu disampaikan oleh guru. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan petunjuk yang berupa langkah-langkah pembelajaran akan mempercepat siswa menemukan apa yang diinginkan oleh kompetensi dasar tersebut. Siswa bisa mencari referensi berdasarkan pada langkah pembelajaran tersebut. Akhirnya siswa bisa berekplorasi ke mana saja. Siswa bisa membaca buku pelengkap, buku paket, internet dan sebagainya untuk menemukan apa yang diingin pada langkah-langkah pembelaran tersebut.

  • Kegiatan Inti

Temuan pertama, kegiatan eksplorasi dalam menganalisis kalimat efektif perlu pembimbingan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa para siswa yang mau berekplorasi secara mandiri dalam mencari materi kalimat efektif sesuai dengan keinginannya dapat  memahami kompetensi dasar dengan maksimal bahkan siswa tersebut mampu membimbing siswa lain dengan memberikan berbagai argumentasi. Hal ini jika dilakukan terus-menerus oleh guru akan membuat siswa lebih mandiri dan akhirnya pendidikan sepanjang hayat akan terwujud.

Temuan kedua,  kegiatan elaborasi dalam menganalisis kalimat efektif  perlu dilakukan secara diskusi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa menganalisis kalimat efektif dalam memorandum dengan cara berdiskusi dapat memberikan manfaat yang besar bagi para siswa karena siswa yang belum mengerti akan tahu dan berani bertanya pada temannya sendiri. Hal berbeda dengan penjelasan guru. Para siswa yang belum mengerti tidak berani bertanya pada guru maupun pada siswa. Pembelajaran seperti ini perlu dibudayakan karena bisa juga meningkatkan keberanian siswa dalam bertanya dan menambah kepercayaan para siswa bahwa mereka mampu mencari dan memahami pengetahuan bersama dengan para temannya. Selain itu, kegiatan ini bisa menumbuhkan pendidikan karakter siswa. Rasa kebersamaan, gotong royong, saling menghargai, kejujuran ada dalam pembelajaran berelaborasi ini.

Temuan ketiga, kegiatan konfirmasi dalam menganalisis kalimat efektif perlu dilakukan dengan cara memberi referensi pada siswa. Hasil penelitian ini membuktikan penguatan yang diberikan kepada siswa ternyata dapat mendorong para siswa belajar sepanjang hayat. Para siswa banyak yang penasaran pada materi pelajaran yang dibahasnya. Pada penelitian ini materi berkaitan dengan kalimat efektif dalam memorandum. Hal seperti itu terjadi karena guru menunjukkan buku-buku sebagai referensi untuk menjawab tantangan yang belum diketahui dalam pembelajaran kalimat efektif tersebut.

  • Kegiatan Penutup

Temuan pertama, menyimpulkan kegiatan dilakukan dengan cara bersama-sama antara guru dan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa VII masih mengalami kesulitan dalam menyimpulkan kegiatan secara mandiri. Ini terbukti dalam penelitian ini siswa lebih cepat dan terarah jika menyimpulkan kegiatan dilakuakn secara bersama-sama dengan bimbingan secara langsung dari guru. Kesimpulan seperti ini ternyata hanya terjadi pada awal kegiatan menyimpulkan saja. Setelah itu, siswa bisa menyimpulkan secara bersama-sama.

Temuan kedua, penugasan terstruktur harus diintegrasikan dengan materi yang sudah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari. Temuan ini membuktikan bahwa tugas terstruktur yang terintegrasi dengan beberapa keterampilan dan selalu berkaitan dengan KD yang akan dipelajari bisa mempercepat kompetensi dasar yang akan dipahami. Karena demikian, setiap guru perlu mengadakan analisis dan pemetaan KD untuk dibuat dalam program semester supaya materi yang satu berkaitan dengan materi yang lain sehingga akan mempermudah memberi tugas terstruktur.

  • Penilaian

Temuan  pertama, hasil pembelajaran siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Hasil penelitian ini menunjukkan aanya kenaikan angka hasil belajar. Pada akhir siklus II, tidak seorang siswa pun  yang memperoleh nilai kurang dari KKM (lihat lampiran). Menurut peneliti dan kolaborator yang berperan serta dalam penelitian, hasil tes tersebut lebih baik  dari hasil  tes siswa tahun-tahun sebelumnya, meskipun pembandingan tersebut tepat. Namun demikian, kenyataan bahwa  pada akhir siklus II tidak ada seorang siswa pun yang memperoleh nilai di bawah KKM, hal tersebut merupakan hasil yang patut disyukuri dan dibanggakan. Yang lebih menggembirakan lagi adalah  pernyataan spontan siswa yang mengisyaratkan rasa senang mereka  melakukan pembelajaran yang melibatkan mereka  secara aktif dengan menggunakan analisis sintaktik.

Temuan  kedua,  hasil nilai akademik siklus I dan siklus II secara keseluruhan meningkat. Bukti dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel  Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II

 

No. Kelas Siklus % Kenaikan
I II
1. VII A 72 86 14 %
2. VII B 62 81 19 %
3. VIIC 57 88 31 %
Nilai Rata-rata 64 85 21 %

 

Berdasarkan tabel tersbut nilai rata-rata penelitian tindakan kelas pada kelas VIIA, VIIB, dan VIIC meningkat. Dari sikllus I bernilai rata-rata 64 dan siklus II bernilai rata-rata 85 maka kenaikan nilai rata-rata  ke siklus II adalah  21 %, sedangkan nilai rata-rata di atas KKM adalah 15 %. Dengan demikian penelitian ini berakhir pada siklus II.

 

  1. Peningkatan Pembelajaran Membaca Cepat dengan Metode Membaca Frase Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang

Pembahasannya:

Pembahasan  hasil penelitian ini difokuskan pada  hasil yang telah dideskripsikan dan dikaetkan dengan teori-teori yang  menjadi acuan. Karena penelitian ini difokuskan  pada peningkatan kemampuan membaca cepat dengan metode membaca frase maka tiap baasan juga berkaitan dengan tahapan membaca cepat yang berupa pra-membaca, saat-membaca, dan pasca-membaca. Selain itu, peneliti membahas juga bersadarkan masalah penelitian.

Berdasarkan temuan hasil penelitian yang dikaetkan dengan masalah penelitian maka pembahasan penelitian ini dilakukan dengan melihat temuan penelitian. (1) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap pra-membaca, (2) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap saat-membaca, (3) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap pasca-membaca.

 

4.1  Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca Cepat dengan Metode MF pada Tahap Pra-Membaca

Pada tahap ini dibahas  bagian-bagian yang ada dalam kegiatan pendahuluan (pra-membaca cepat). Temuan-temuan pada tahap pra-membaca cepat sebagai berikut.

Temuan penelitian pertama, guru memotivasi siswa untuk membaca cepat. Temuan ini menunjukkan bahwa anak yang sebelum membaca cepat diberi motivasi guru dengan cara memberikan contoh orang yang sudah berhasil dalam membaca cepat menambah gairah belajar anak, misalnya  para ilmuwan, para cendekiawan yang terkenal selalu membaca cepat. Bahkan, guru memberi contoh pada orang-orang yang membaca surat kabar baik di rumah maupun di kantor. Rata-rata orang tersebut tidak lebih dari sepuluh menit membacanya, selesailah empat puluh halaman surat kabar  dibaca.  Selain itu, membaca cepat bermanfaat bagi siswa untuk memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Hal ini sesuai pendapat Subiantoro (2004:2) bahwa membaca cepat tersebut  akan bermanfaat pada siswa karena siswa memiliki banyak waktu  untuk bisa mengakses, yang pada akhirnya  akan menambah pengetahuan siswa.

Temuan kedua, guru mengajukan pertanyaan  untuk  menggali pengetahuan siswa pada topik yang akan dibacanya.  Temuan ini menunjukkan bahwa dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan  berkaitan dengan topik bacaan ternyata memberi semangat siswa untuk melakukan kegiatan membaca cepat dan mempermudah siswa dalam  menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks bacaan itu.  Temuan ini didukung oleh  Pearson (1085) dalam Burns (1996:215), yang menyatakan bahwa pertanyaan  pra-membaca  difokuskan untuk  memprediksi dan menghubungkan teks dengan pengalaman awal siswa. Untuk menghubungkan pengalaman awal siswa  dengan teks, guru bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan  tentang detil  yang dihubungkan dengan masalah-masalah, tujuan, usaha untuk mengatasi masalah, reaksi pelaku, penyelesaian dan tema.

Temuan ketiga,  guru  menyampaikan kompetensi dasar, tujuan dan materi pelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan disampaikannya kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran dapat memfokuskan pembelajaran siswa. Para siswa dan guru menganalisis kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran tersebut. Di samping itu, pada pra-membaca guru lebih tepat membahas materi pokok yang akan dikuasai siswa baik berupa materi konsep, prosedur, maupun fakta. Temuan ini jika dibandingkan dengan siswa yang tidak diberitahukan  KD dan tujuan sebelum kegiatan inti sangat berbeda. Para siswa sebelumnya pada saat latihan membaca konseptual banyak mengalami kesalahan, tetapi setelah  disampaikan KD, tujuan, dan materi pokok nilainya meningkat.

Temuan penelitian pada pra-membaca yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah : (1) guru memotivasi siswa dengan cara memberikan contoh atau model orang lain, (2) guru bertanya jawab tentang topic bacaan yang akan dibaca sebagai pertanyaan awal untuk menautkan pengetahuannya dengan isi bacaan, (3) guru menyampaikan KD, indikator/tujuan pembelajaran dan materi pokok untuk memfokuskan apa yang harus dikuasai dalam pembelajaran tersebut.

4.2 Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca  Cepat dengan Metode MF pada Tahap Saat-membaca

Pembahasan pada tahap inti pembelajaran atau pada saat-membaca difokuskan  pada temuan penelitian yang berkaitan dengan latihan ayunan visual, latihan membaca dengan ayunan visual, latihan membaca konseptual, penilaian membaca cepat, pemberian penguatan pada kegiatan saat-membaca.

Temuan pertama, guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual. Latihan ini sangat membantu siswa dalam latihan secara  mekanik (gerak mata) karena para siswa selama sekolah berlum pernah dilatih secara langsung tentang pandangan mata pada saat membaca cepat. Para siswa sebelumnya, kepala  masih bergerak ke kiri ke kanan, komat kamit bibirnya saat membaca, bahkan selalu membaca keras  sehingga menggangggu siswa lain. Selain itu,  para siswa masih terbiasa membaca seperti itu berkecenderungan lama sekali membacanya dan sedikit sekali informasi yang diperolehnya. Temuan pada bagian ini,  siswa bisa menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri tanpa mengikutkan kepalanya bahkan membaca dengan cepat pandangan dari atas ke bawah. Latihan  pertama sampai dengan kelima pada siklus I  menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan bahkan mengatakan tidak ada hasilnya. Hal ini diketahui setelah latihan membaca ayunan visual. Pada latihan ayunan visual berikutnya, guru memberikan aba-aba melihat titik-titik pada media yang sudah disiapkan tersebut secara terus menerus selama lima menit. Akhirnya, latihan ini berhasil. Para siswa yang awalnya 95 % membaca dengan menggerakkan kepalanya, dan bersuara, ternyata setelah latihan ayunan visual berkurang menjadi  20 % . Temuan penelitian ini didukung oleh Harjasujana (1988:8.6) bahwa para siswa yang mau berlatih membaca cepat dengan  ayunan visual terbukti hasilnya sangat memuaskan.

Temuan kedua, guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca  dengan ayunan visual. Latihan ini dilakukan untuk memadukan gerakan mata yang sudah diterapkan pada latihan ayunan visual dengan kegiatan membaca.  Ini dilakukan supaya siswa membaca dengan cepat, yang tempat pandangan matanya sudah ditentukan oleh noktah-nokta (titik-titik)  di atas kelompok kata. Siswa langsung membaca ke kanan atau ke  kiri pada titik-titik tersebut. Latihan ini merupakan kelanjutan dari latihan ayunan visual. Latihan pada kegiatan  yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah latihan secara terus menerus tanpa melihat bagian belakang. Latihan ini mengggunakan media pembelajaran power point, yang berisi kelompok kata (frase) yang ditata ke bawah dengan frase yang mirip. Siswa tidak diperkenankan membaca kembali bagian yang sudah dilewatinya. Jika satu teks yang ada di media tersebut selasai dibaca dengan latihan membaca  ayunan visual ini guru bertanya kepada  siswa tentang isi bacaan itu. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mempercepat pemahaman siswa dalam membaca cepat. Pada siklus pertama dan kedua siswa bisa menjawab 50 % pertanyaan yang diajukan oleh guru setelah membaca dengan ayunan visual. Pada siklus III guru mengubah strategi bertanya, yang awalnya pertanyaan disampaikan setelah latihan membaca dengan ayunan visual, pada siklus ini pertanyaan secara tertulis diberikan siswa untuk dibaca, dipahami oleh siswa. Akhirnya latihan membaca cepat dengan ayunan visual ini hasilnya meningkat menjadi 80 % siswa berhasil menjawab dengan waktu yang sama dan bacaan berbeda.

Temuan ketiga, guru memberi latihan membaca konseptual. Latihan ini sudah pada situasi membaca sebenarnya. Siswa diberi lembaran teks bacaan tanpa diberi tanda apa pun. Siswa disuruh membaca dengan waktu satu menit setiap dua ratus kata.  Temuan ini menunjukkan ada peningkatan kemampuan membaca setelah siswa diberi latihan lima kali membaca konseptual. Pada siklus I latihan siswa membca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 54 %, pada siklus II latihan siswa membaca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 65 %, sedangkan pada siklus III latihan siswa membca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 72 %. Dengan demikian, latihan membaca konseptual siklus III yang paling berhasil meningkatkan membaca cepat siswa. Adapun strategi latihan yang dapat meningkatkan membaca cepat pada siklus III  adalah guru memfokuskan pikiran siswa pada topik bacaan sebelum membaca cepat dengan cara  menyampaikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan serta melatih siswa secara nyata pada kemampuan membaca cepat. Pada bagian ini, guru mengatur waktu latihan membaca konseptual  dengan ketentuan: latihan pertama waktunya lebih lama dibanding dengan latihan kedua. Pengaturan seperti itu dilakukan sampai latihan kelima. Pada latihan kelima, siswa sudah membaca cepat sesuai dengan ketentuan kurikulum, yakni setiap satu menit siswa menyelesaikan membaca 200 kata, saelesai membaca siswa diberi pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan.

Temuan keempat, guru memberi penilaian hasil membaca cepat. Temuan ini menunjukkan bahwa, soal pilihan ganda lebih sulit dikerjakan siswa daripada soal uraian. Ini terbukti pada penilaian yang menggunakan soal pilihan ganda,  nilainya  lebih rendah jika dibandingkan dengan soal uraian. Hasil penilaian menunjukkan rata-rata ulangan harian membaca cepat pada siklus I dengan soal pilhan ganda  nilai UH kelas VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E mencapai 62 %, Siklus II dengan soal pilihan ganda rata-rata nilai UH mencapai 67 %, sedangkan pada siklus III dengan soal uraian mencapai 80 % dengan ketercapaian tiap kelas VII A mencapai 82 %, Kelas VII B mencapai 79 %, Kelas VII  C mencapai 78 %, kelas VII D mencapai 79 %, dan kelas VII E mencapai 80 %.  Selain itu, soal uraian dapat meningkatkan daya nalar siswa karena siswa menjawab pertanyaan setelah membaca cepat tersebut beragam.

Temuan kelima, guru memberi konfirmasi positif terhadap hasil siswa. Pada kegiatan ini guru dan siswa berbicara secara terbuka tentang hasil membaca cepat, mulai proses pembelajaran sampai penilaian. Temuan ini menunjukkan bahwa keterbukaan guru dalam memberi masukan siswa ternyata dapat menambah kekuatan positif pada siswa karena siswa yang sebelumnya tidak mau mengutarakan kesulitan belajar, pada tahap ini siswa menyampaikan kesulitan belajar. Begitu juga siswa yang berhasil membaca cepat berani menyampaikan pengalamannya kepada teman lain melalui tahap konfirmasi tersebut.

Dengan demikian tahap saat-membaca  yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah (1) guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual dengan memandu pergerakan mata secara langsung secara cepat baik pandangan ke kiri maupun ke kanan, (2) guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca ayunan visual menggunakan media powerpoint, yang waktu membaca sudah diprogram sesuai dengan bukti nyata kecepatan membaca siswa. Latihan pertama dengan waktu yang lebih lama, latihan kedua waktunya dikurangi dan seterusnya. Setelah satu teks selesai dibaca, guru menguji daya ingat para siswa melalui pertanyaan-pertanyaan, (3) guru melatih siswa membaca cepat dengan membaca konseptual. Waktu yang digunakan latihan membaca juga berdasarkan kemampuan awal membaca cepat. Latihan pertama waktunya lebih lama jika dibandingkan dengan latihan berikutnya, (4) penilaian membaca cepat yang dapat meningkatkan hasil menggunakan soal uraian. Soal ini juga dapat meningkatkan daya nalar dan kreativitas siswa, (6) Setelah penilaian selesai, guru perlu memberikan konfirmasi kepada siswa. Konfirmasi yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah konfirmasi yang tulis, yang terbuka atau tidak dibuat-buat.

 

4.3 Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca Cepat dengan Metode MF pada Tahap Pasca-membaca

 

Pembahasan pada bagian penutup pembelajaran atau pada pasca-membaca difokuskan  pada temuan penelitian yang berkaitan dengan kegiatan refleksi guru dan siswa, penyimpulan pembelajaran, dan perencanaan berikutnya. Temuan pada tahap ini sebagai berikut.

Temuan pertama, temuan ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan refleksi. Pada kegiatan ini guru dan siswa membahas apa yang sudah diperoleh dalam membaca cepat dan apa yang belum diperoleh dalam membaca cepat tersebut. Guru membuat pertanyaan  untuk membimbing siswa dalam kegiatan refleksi ini. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat meningkatkan kegiatan membaca cepat berupa pertanyaan tertulis. Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Para siswa tidak mencantumkan identitasnya. Tujuannya agar para siswa  berani mengutarakan  semua yang diperoleh dalam pembelajaran membaca cepat tersebut.

Temuan  kedua, temuan ini berkaitan dengan menyimpulkan kegiatan membaca cepat. Pada saat menyimpulkan kegiatan membaca,  guru menggunakan berbagai cara mulai dari tugas siswa secara langsung tanpa bimbingan, guru menyimpulkan secara langsung, sampai pada membimbing siswa menyimpulkan kegiatan dengan pertanyaan terbimbing. Temuan dalam penelitian ini yang dapat meningkatkan hasil adalah guru membimbing siswa menyimpulkan kegiatan dengan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang sifatnya mengarahkan siswa pada penyimpulan kegiatan merupakan yang paling disenangi siswa dalam kegiatan ini.

Temuan  ketiga,  perencanaan kegiatan berikutnya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan yang berkaitan dengan pembelajaran berikutnya dapat meningkatkan hasil jika siswa dilibatkan dalam penentuan indikator dan langkah-langkah pembelajaran atau strategi belajarnya.

 

  1. Upaya Peningkatan Nilai-Nilai Karakter Siswa  dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Respons Guru terhadap  Siswa Kelas VII  SMP Negeri 2 Ngimbang

Pembahasannya:

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian dikaetkan dengan  teori-teori yang menjadi acuan penelitian. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa penelitian ini difokuskan pada peningkatan pendidikan karakter siswa  pada  tahap pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup dalam pembelajaran bahasa Indonesia  dengan  menggunakan jurnal menitan.

Sesuai dengan masalah penelitian, pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan melihat temuan penelitian yang mencakup  tiga bagian pembelajaran, yakni bagian pendahuluan yang di dalamnya mencakup:  (1) Karakter disiplin  dengan indikator: masuk kelas tepat waktu,  menjaga kebersihan, patuh menjalankan  aturan-aturan sekolah, tertib berbahasa lisan dan berbahasa tulis. (2)  Karakter jujur dengan indikator:   tidak menyontek,  kerja keras dengan indikator,  selalu fokus pada kompetensi Dasar. (4) Karakter kreatif  dengan  indikator:   bertanya terhadap materi pelajaran. (5) Relegius dengan indikator:  mengagumi kebesaran Tuhan  yang Maha Esa

Bagian inti pembelajaran mencakup karakter: (1) Karakter kerja keras dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi, tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas,  mengerjakan tugas secara mandiri/kelompok. (2) Karakter rasa ingin tahu dengan indikator: berani bertanya pada guru. (3) Karakter rasa ingin tahu  dengan indikator : berani menilai karya sendiri atau karya orang lain. (4) Karakter kreatif, dengan indikator: berani mengemukakan pendapat/presentasi. (5)  Karakter komunikatif/bersahabat dengan indikator: mau bekerja sama dalam kelompok, mau membantu teman kelompoknya.  (6) Karakter menghargai prestasi dengan indikator: menghormati hasil keputusan bersama.

Bagian penutup pembelajara mencakup : (1) Karakter kerja keras  dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan, mengerjakan semua tugas tersetruktur dengan tepat waktu mencapai, mengerjakan semua tugas mandiri tidak terstruktur dengan tepat waktu. (2) Karakter mandiri  dengan indikator:  mencari sendiri bahan/materi pembelajaran sebelum pembahasan KD. (3) Karakter relegius dengan indikator: mengagumi kebesaran Tuhan. (4)  Karakter disiplin dengan indikator: tertib dalam keluar kelas moving . (5) Karakter jujur dengan indikator: mengemukakan rasa senang atau tidak senang.

  • Peningkatan Karakter Siswa pada Tahap Pendahuluan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Sebagaimana dijelaskan pada bagian awal bahasan ini, tahap pendahuluan selalu diawali dengan berdoa, tanya jawab, penyampaian kompetensi dasar, dan langkah-langkah pembelajaran dengan melibatkan lima karakter siswa yang berupa: (1) Karakter disiplin  dengan indikator: masuk kelas tepat waktu,  menjaga kebersihan, patuh menjalankan  aturan-aturan sekolah, tertib berbahasa lisan dan berbahasa tulis. (2)  Karakter jujur dengan indikator:   tidak menyontek,  (3) Karakter kerja keras dengan indikator,  selalu fokus pada kompetensi Dasar. (4) Karakter kreatif  dengan  indikator:   bertanya terhadap materi pelajaran. (5) Relegius dengan indikator mengagumi kebesaran Tuhan.

Karakter disiplin ada  empat indikator, di anataranya: masuk kelas tepat waktu, menjaga kebersihan, patuh menjalankan aturan-aturan sekolah, dan tertib berbahasa lisan dan berbahasa tulis. Adapun temuan-temuan karakter disiplin pada penelitian ini sebagai berikut. Temuan Pertama,  masuk kelas tepat waktu. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan adanya pencatatan harian secara rutin oleh guru para siswa mulai disiplin dalam masuk kelas moving. Anak-anak setelah pergantian jam pelajaran langsung ke ruang kelas masing-masing walaupun ada keinginan membeli perlengkapan alat tulis, meminjam buku. Hal itu terjadi karena peneliti selalu menginformasikan kepada para siswa bahwa selalu ada pencatatan bagi siswa yang terlambat masuk kelas. Siswa diperbolehkan membeli alat tulis di koperasi sekolah setelah izin guru mata pelajarannya. Di samping seperti itu, peneliti menyarankan kepada para siswa agar  berangkat lebih pagi supaya tidak terlambat. Siswa yang terlmbat akan terganggu menerima pelajaran. Hal seperti itu diperkuat oleh Asmani (2009:90) bahwa  anak yang sering terlmbat masuk kelas akan dihantui ketakutan karena khawatir mendapat tegurun guru. Bahkan bisa mengancam keberadaan  siswa untuk belajar  di sekolah tersebut. Karena demikian, siswa harus bisa mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Temuan kedua, menjaga kebersihan. Temuan ini menunjukkan bahwa anak bertangung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya jika anak tersebut diberi tugas yang jelas dan dipantau secara rutin. Hal ini dilakukan peneliti untuk membudayakan hudup bersih. Peneliti selalu menyarankan bahwa kebersihan sebagian dari iman dan orang yang tidak bersih tidak akan masuk surga. Hal ini diperkuat oleh Hadist yang diriwayatkan oleh Dailami. Menurut Marzoeki (1981:56) mengatakan bahwa Islam itu bersih, maka hendaklah kamu bersih pula. Sebab sesungguhnya, tidak akan masuk surga, melainkan orang yang bersih. Hal seperti itu selalu disampaikan kepada para siswa sebagai pengingat. Temuan  ketiga,  patuh menjalankan  aturan-aturan sekolah. Temuan ini menunjukkan  bahwa anak-anak selalu menaati aturan sekolah jika sangsi pelanggaran ditegakkan. Hal ini terbukti dengan penelitian ini. Siswa diberi tahu akan dicatat dan kemudian dijumlah sebagai pelanggaran sekolah. Temuan keempat, tertib berbahasa lisan dan berbahsa tulis. Tertib  berbahasa baik lisan maupun tulis merupakan bagian dari kedisiplinan siswa dalam berbahsa Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti mewajibkan siswa berdisiplin dalam menggunakan bahasa Indonesia. Siswa wajib berbahasa Indonesia saat berbicara dengan temannya atau dengan gurunya. Hal ini dilakukan supaya anak menjadi budaya berbahasa Indonesia yang tertib karena orang yang sukses menjadi penulis karena mereka selalu tertib. Hal seperti ini didukung oleh Leonhardt (2001:98) mengatakan bahwa  penulis sejati mempunyai rutinitas tulis-menulis yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa siswa pun akan menjadi anak yang berprestasi jika mau melakukan secara disiplin.

Karakter jujur dengan indikator tidak menyontek dalam mengerjakan. Temuan kelima, dalam penelitian ini adalah siswa sering mengerjakan apa saja pada saat pembelajaran selalu tidak jujur. Siswa kurang percaya diri dengan kemampuannya dan siswa lebih cenderung  menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang  harus sama persis dengan aslinya. Karena siswa mempunyai pikiran seperti itu, setiap pertanyaan pretes atau tanya jawab pada kegiatan pendahuluan, siswa selalu menjawab pertanyaan dengan membaca tulisan yang ada di buku. Karena seperti itu, pada penelitian ini, peneliti mengharuskan para siswa menjawab pertanyaan dengan bahasanya sendiri. Siswa tidak diperkenankan menjawab pertanyaan dengan membaca tulisan. Siswa harus paham benar terhadap kompetensi dasar yang sudahdipelari. Pembiasaan seperti itu dalam penelitian ini membawa anak menjadi terbiasa atau membudaya. Siswa menjawab tanpa membaca buku atau tulisan. Karakter kejujuran ini ternyata membawa dampak positif terhadap ulangan harian. Para siswa percaya diri pada saat mengerjakan soal-soal ulangan.

Temuan keenam yang berkaitan dengan karakter kerja keras dengan indikator  selalu fokus pada kompetensi dasar. Dalam penelitian ini para siswa dalam proses pembelajaran bermacam-macam sikap. Ada siswa yang penuh perhatian terhadap kompetensi dasar, ada siswa yang kurang perhatian dalam memahami kompetensi dasar. Siswa kelas VII sebagian besar diam pada saat guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran. Siswa-siswa  yang diam tersebut ternyata ada yang diam untuk berpikir terhadap materi pelajaran ada juga diam tidak berpikir. Hal itu bisa diketahui oleh peneliti ketika mengajukan pertanyaan yang baru dibicarakan bersama. Siswa-siswa tersebut ternyata tidak fokus dalam belajar. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai guru sering mengingatkan  pada semua siswa agar fokus pada belajarnya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara mendadak. Hal seperti ini bisa meningkatkan fokus para siswa yang sedang belajar. Peningkatan fokus belajar akan memberikan hasil belajar secara maksimal. Temuan seperti itu didukung oleh Asmani (2009:112) bahwa pemfokusan dalam belajar  akan menghasilkan kualitas belajar  yang tinggi juga bisa mengefisiensikan waktu. Bahkan dengan pemfokusan dalam belajar  dapat menyelesaikan permasalahan belajar walaupun permasalahan itu sulit.

Temuan ketujuh, yang berkaitan dengan karakter kreatif  dengan  indikatornya   bertanya terhadap materi pelajaran kepada guru atau siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa para siswa di sekolah peneliti malu bertanya. Bahkan anak yang berani bertanya dibuat malu oleh teman-temannya. Karena terjadi seperti itu, peneliti berusaha memasukkan nilai karakter bangsa yang berkaitan dengan kreatif. Siswa harus mempunyai pikiran malu bertanya sesat di jalan. Hal seperti itu selalu disampaikan terus menerus oleh peneliti sebagai motivasi. Selain itu, peneliti menyarankan kepada siswa lain selalu menghargai temannya yang bertanya. Dengan adanya motivasi seperti itu, para siswa mulai berani bertanya terhadap materi yang dipelajarinya. Bahkan siswa menjadi biasa bertanya kepada guru atau kepada temannya terhadap materi yang belum dikuasai. Para  siswa melakukan seperti itu secara tidak langsung juga belajar bermasyarakat. Saling menerima dan memberi sehingga siswa merasa senang di sekolah. Temuan penelitian ini didukung oleh Asmani (2009: 96) mengatakan para siswa yang saling menerima dan memberi dalam pembelajaran menjadikan siswa tersebut senang dalam proses belajar mengajar di kelas.

Temuan kedelapan, yang berkaitan dengan karakter relegius dengan indikatornya  mengagumi kebesaran Tuhan. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa selalu berdoa sebelum pelajaran dimulai memberikan kesiapan siswa untuk lebih fokus dalam belajar. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena melihat para siswa masuk kelas moving dan duduk di tempatnya masing-masing selalu ramai dan tidak pernah siap menerima pengetahuan baru. Karena hal demikian, pemberlakuan berdoa tidak hanya pada jam pertama setiap hari tetapi setiap awal pelajaran baru. Kekuatan berdoa dalam kegiatan apapun tidak diragukan lagi. Ini terbukti berdoa merupakan senjata utama dalam spiritual dan dapat memudahkan guru menyampaikan kompetensi dasar dan siswa pun lebih tenang dalam menghadapi kesulitan. Otak  siswa tentu bisa melebihi komputer jika diasah dan mendapat intervensi dari yang maha kuasa. Temuan ini diperkuat oleh Aqib (2011:23) mengatakan bahwa kecanggihan otak  pasti melebihi komputer dan keberhasilan otak tersebut ada intervensi dari Tuhan yang maha Esa. Belajar sambil berdoa  adalah citraan kehambaan diri pada pencipta-Nya.

  • Peningkatan Karakter Siswa pada Tahap Inti Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pada bagian inti pembelajaran bahasa Indonesia selalu dengan langkah-langkah siswa bereksplorasi, siswa berdiskusi, siswa berpresentasi, siswa berelaborasi dan berkonfirmasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut selalu dimasuki karakter pendidikan, di anataranya ada ada lima karakter yang harus ditanamkan kepada siswa. Karakter-karakter tersebut adalah: (1) Karakter kerja keras dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi, tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas,  mengerjakan tugas secara mandiri/kelompok. (2) Karakter rasa ingin tahu dengan indikator: berani bertanya pada guru,  berani menilai karya sendiri atau karya orang lain. (3) Karakter kreatif, dengan indikator: berani mengemukakan pendapat/presentasi. (4)  Karakter komunikatif/bersahabat dengan indikator: mau bekerja sama dalam kelompok, mau membantu teman kelompoknya.  (5) Karakter menghargai prestasi dengan indikator: menghormati hasil keputusan bersama.

Karakter kerja keras ada  tiga indikator, di antaranya adalah:  tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi, tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas,  dan mengerjakan tugas secara mandiri atau tugas kelompok. Adapun temuan-temuan karakter kerja keras sebagai berikut. Temuan pertama, tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi. Temuan ini menunjukkan bahwa para siswa dalam bereksplorasi tidak mudah putus asa jika guru membimbing siswa secara terus menerus dan selalu memotivasi para siswa tersebut agar tidak putus asa dalam menjajaki kompetensi dasar yang akan dikuasainya. Siswa yang putus asa berarti akan mendekati kegagalan. Hal seperti itu diperkuan oleh Asmani (2009: 82) mengatakan bahwa setiap orang pasti pernah merasakan kegagalan. Kegagalan itu hal biasa. Mendapatkan nilai rendah atau tidak lulus adalah romantika berstudi. Semuanya harus dihadapi dengan tabah. Seorang yang tidak siap dengan kegagalan sering terlihat murung, sedih, bahkan berputus asa. Hal itu jika dilakukan terus akan mendekati kegagalan dalam belajar.Temuan kedua, tidak putus asa dalam mengerjakan tugas. Temuan ini menunjukkan para siswa terbiasa bekerja secara mandiri dan secara kelompok untuk mengerjakan tugas. Sebelum adanya motivasi  dari guru para siswa menunggu materi-materi yang diberikan oleh guru, tetapi setelah itu siswa mencari sumber sendiri dari berbagai referensi. Guru menyiapkan beberapa buku di kelas di antaranya buku wajib, buku penunjang dan kamus besar bahasa Indonesia. Bantuan-bantuan seperti itu sangat diperlukan siswa untuk mengtasi kusulitan mengerjakan tugas. Para siswa mampu mengerjakan tugas  dengan menggunakan buku-buku acuan. Hal ini ternyata lebih bermanfaat daripada materi diberi langsung oleh gurunya. Temuan ketiga, mengerjakan tugas secara mandiri atau secara kelompok. Temuan ini menunjukkan bahwa para siswa mengerjakan  tugas secara mandiri dapat meningkatkan intelektual para siswa karena siswa diharuskan mengetahui materi yang dipelajari atau tugas yang dikerjakan secara mandiri. Siswa bisa memberikan alasan terhadap perolehan materi atau perolehan jawaban tersebut. Bahkan para siswa dapat menjelaskan terjadinya perolehan jawaban tersebut. Selesai mengerjakan mandiri, para siswa tersebut mengerjakan secara kelompok untuk menguji  hasil kerjanya. Para siswa akhirnya memutuskan kebersamaan jawaban. Ada jawaban yang tidak digunakan dalam kelompok ada juga yang digunakan. Hal seperti ini dilakukan karena melatih siswa menghargai pendapat atau hasil temannya dan mengakui kebersamaan dengan norma-norma keilmuan. Di samping itu belajar berkelompok merupakan kebutuhan kehidupan sosial semua orang. Kebutuhan ini harus diasah dan dilatih. Temuan ini sesuai dengan pendapat Hartinah (2009:39) bahwa  setiap manusia bergabung dalam kelompok terjadi adanya  tuntutan pemenuhan kebutuhan primer, kebutuhan sosial, menyangkut kepentingan untuk memenuhi kebutuhan  utama, seperti berkominikasi, melakukan kegiatan bersama, keteraturan sosial, dan kontrol sosial.

Temuan keempat, yang berkaitan dengan karakter rasa ingin tahu dengan indikator  berani bertanya kepada guru atau bertanya kepada temannya. Temuan ini membuktikan bahwa keberanian bertanya para siswa kepada guru atau kepada temannya perlu dibudayakan karena dengan bernai bertanya akan memberikan kepercayaan kepada masing-masing siswa. Di samping itu, siswa bertanya adalah siswa yang mempunyai rasa ingin tahu kepada pengetahuan yang dipelajari. Guru yang membimbingnya dalam pembelajaran wajib memfasilitasi keinginan siswa terebut. Kekurangberanian siswa bertanya karena para siswa belum terbiasa melakukan tersebut dan masih banyaknya siswa yang mengejek temannya yang bertanya kepada guru atau kepada temannya pada saat pembelajaran. Hal seperti inilah yang perlu dibetulkan oleh peneliti/guru.  Peneliti memberi pengarahan/motivasi kepada para siswa agar tidak mengejek temannya yang bertanya  kepada guru atau bertanya kepada temannya. Hal ini dilakukan seperti pada kegiatan pendahuluan.

Temuan kelima, berkaitan karakter kreatif dengan indikatornya  berani berpresentasi di depan teman-temannya. Temuan membuktikan bahwa karakter berani berbicara di depan teman-temannya secara formal perlu dibudayakan karena tanpa membiasakan seperti itu para siswa semakin tidk berani berbicara di depan umum. Siswa perlu dilatih secara terus-menerus  berbicara seperti itu agar membudaya. Penelitian ini membuktikan banyaknya latihan mengemukakan  pendapat mengakibatkan para siswa berani berpresentasi secara ilmiah dengan kepercaya yang tinggi.Bahkan siswa yang sudah berani berpresentasi membawa kebanggaan tersendiri bagi siswa tersebut. Temuan ini diperkuat oleh Joyce Wycoff (2002:145) bahwa  kemampuan berkomunikasi kepada kelompok orang bisa  mengubah karier serta kemampuan dalam mencapai tujuan dan impian.  Kemampuan berbagi  informasi, pengalaman dan antusiasme kita dengan orang lain kini semakin penting. Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran perlu dikembangkan karakter ingin tahu, khususnya menyampaikan pikirannya kepada orang lain/presentasi.

Temuan keenam,  berkaitan dengan karakter komunikatif/bersahabat dengan indikator mau bekerja sama dalam kelompok, dan mau membantu teman kelompoknya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kerja sama dalam kelompok diperlukan bagi siswa karena dengan belajar kelompok beban siswa yang semakin lama semakin berat menjadi ringan. Dalam upaya peningkatan karakter siswa dalam pembelajaran ini diharapkan siswa bisa menerima dan memberi apa yang diketahui, apa yang dimiliki dimiliki oleh siswa yang berkaitan dengan mempelajari komepetensi dasar tersebut. Keja sama merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa karena dalam kerja sama itu selalu ada  komunikasi antarsiswa. Komunikasi merupakan hak semua siswa dalam belajar. Menurut Hartinah (2009:49) menjelaskan hubungan antarmanusia terbentuk melalui pesan yang disampaikannya melalui perilaku, baik perilaku verbal (melalui ucapan atau tulisan) maupun non-verbal (melalui gerakan-gerakan tubuh). Dengan demikian pendapat itu mendukung hasil penelitian ini.

Temuan ketujuh, berkaitan dengan karakter menghargai prestasi dengan indikator: menghormati hasil keputusan bersama. Temuan ini membuktikan bahwa memegang teguh hasil kerja sama perlu ditingkatkan oleh siswa karena banyak siswa yang keluar dari keputusan bersama justru mebuat kegaduhan kelas. Siswa menjadi tidak aman hanya dikarenakan ada beberapa siswa yang membelot dari keputusan bersama. Berdasarkan itu, peneliti sebagai guru membudayakan karakter mencintai prestasi. Hasil diskusi merupakan hasil keputusan bersama. Karena itu, para siswa harus dilatih menghormati keputusan tersebut. Jika anak tidak setuju dengan hasil keputusan tersebut, siswa tersebut bisa memberi alasan yang logis. Temuan penelitian seperti ini didukung oleh Hartinah (2009:75) menyatakan bahwa keputusan yang dihasilkan merupakan produk kesepakatan anggota-anggota kelompok untuk melakukan sesuatu dan biasanya merupakan hasil pemilihan dari beberapa kemungkinan yang berbeda. Tidak semua keputusan berasal dari masalah yang sangat berat, beberapa masalah kecil pun menuntut  penentuan keputusan. Berdasarkan pendapat itu, peneliti perlu menekankan bahwa  menghormati  hasil keputusan bersama perlu dibudayakan dalam pembelajaran di kelas.

  • Peningkatan Karakter Siswa pada Tahap Penutup Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pada bagian penutup pembelajaran bahasa Indonesia, guru selalu menyimpulkan atau membuat rangkuman pembelajaran, melakukan refleksi pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyan pendalaman, menyampaiakn tugas terstruktur, dan tugas mandiri tidak berstruktur, serta merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.Dalam pembelajaran tahap penutup ini guru memesukakan karakter bangsa yang berupa :  (1) Karakter kerja keras  dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan, mengerjakan semua tugas tersetruktur dengan tepat waktu mencapai, mengerjakan semua tugas mandiri tidak terstruktur dengan tepat waktu. (2) Karakter mandiri  dengan indikator:  mencari sendiri bahan/materi pembelajaran sebelum pembahasan KD. (3) Karakter relegius dengan indikator: mengagumi kebesaran Tuhan. (4)  Karakter disiplin dengan indikator: tertib dalam keluar kelas moving . (5) Karakter jujur dengan indikator: mengemukakan rasa senang atau tidak senang.

Karakter  kerja keras ada  tiga indikator, di antaranya adalah tidak putus asa dalam  menghadapi kesulitan, mengerjakan semua tugas terstruktur dengan tepat  waktu, mengerjakan semua tugas mandiri tidak struktur dengan tepat waktu. Temuan pertama, berkaitan dengan karakter kerja keras dengan indikator  tidak mudah putus asa  dalam menghadapi kesulitan, mengerjakan tugas terstruktur dan tugas mandiri tidak terstruktur. Temuan ini menyatakan bahwa karakter kerja keras perlu dibangun siswa mulai awal sampai akhir pembelajaran karena sepanjang belajar siswa bekerja keras baik secara mandiri maupun secara kelompok. Kesulitan-kesulitan selalu ada dalam setiap pembelajaran. Kehadiran guru dalam membimbing karakter ini sangat dibutuhkan oleh siswa karena gurulah yang akan mengarahkan kegiatan positif  pada siswa tersebut. Siswa dalam mengerjakan tugas terstruktur dan tugas mandiri tidak terstruktur sering tidak disiplin karena siswa tersebut belum terbiasa kerja keras. Berbeda dengan para siswa setelah diadakan upaya peningkatan karakter, para siswa selalu mengerjakan tugasnya tepat waktu. Hal ini terbukti, setiap pengumpulan tugas tidak ada satu pun anak yang tidak mengumpulkan. Dengan adanya hasil seperti penelitian ini, para guru mata pelajaran lain perlu menerapkan peningkatan karakter siswa dalam pembelajaran.

Temuan kedua, berkaitan dengan karakter mandiri dengan indikatornya  mencari sendiri bahan/materi  pembelajaran sebelum pembahasan KD. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mau mempersiapkan materi sebelum pembahasan KD ternyata lebih menguasai pembelajaran. Siswa yang siap menerima pembelajaran adalah siswa yang sudah biasa  mencari materi pelajaran  secara mandiri. Karakter seperti ini sangat diperlukan bagi pembelajaran karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Temuan ketiga, berkaitan dengan karakter relegius dengan indikator mengagumi kebesaran Tuhan. Temuan penelitian ini menyatakan bahwa siswa adalah hamba Allah yang setiap saat harus ingat kepada yang yang kuasa. Hal inilah yang mendasari penerapan karakter pada akhir pembelajaran. Kita bersyukur kepada Allah atas segala rahmat yang diberikannya. Kegiatan seperti ini untuk mengakhiri pembelajaran.

Temuan keempat,  berkaitan dengan karakter disiplin dengan indikator terib keluar kelas moving. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa anak sebelum penelitian berlangsung, keluar dari kelas moving  selalu ingin dulu. Anak putri selalu kalah setiap keluar runag kelas moving. Hal seperti ini menjadi siswa tidak tertib  waktu keluar dari kelas moving. Setelah dilaksanakan penelitian dengan menerapkan pendidikan karakter siswa  dalam pembelajaran bahasa Indonesia, para siswa menjadi tertib keluar dari kelas moving. Pengarahan  guru pada saat memotivasi siswa agar tertib saat keluar dari kelas dilaksanakannya. Anak  bergantian keluarnya. Minggu ganjil anak putri dan minggu genap anak putra atau sebaliknya.

Temuan kelima, berkaitan dengan karakter kejujuran dengan indikatornya mengemukakan rasa senang atau tidak senang. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa sudah jujur dalam menyampaikan isi hatinya. Para siswa mengerjakan ulangan sudah berdasarkan pikirannya sendiri. Anak-anak sudah tidak mau menyontek lagi dalam ulangan. Hal seperti ini perlu dikembangkan terus oleh guru untuk meningkatkan kejujuran siswa.

 

  1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembinaan Guru dalam Pembelajaran Tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang

Pembahasannya:

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian dikaetkan dengan  teori-teori yang menjadi acuan penelitian serta argumen-argumen peneliti yang berkaitan dengan hasil penelitin yang dapat meningkatkan hasil belajar.  Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa penelitian ini difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa  melalui pembinaan guru dalam pembelajaran tuntas dengan permasalahan: (1)  pembinaan kepala sekolah terhadap guru, dan (2) peningkatan hasil belajar siswa  dengan pembelajaran tuntas.

  • Pembinaan Kepala Sekolah terhadap Guru Mata Pelajaran yang Diujinasionalkan Melalui Pembelajarn Tuntas.

Berdasarkan hasil pembinaan kepala sekolah bahwa pada siklus I tindakan kepala sekolah masih belum berhasil karena baru berkualifikasi kurang, sedangkan pada siklus II tindakan kepala sekolah sudah berkualifikasi sangat baik. Ini bisa memberi dampak positif terhadap hasil belajar siswa karena pada siklus I hasil penilaian proses dalam pembelajaran tuntas baru mencapai 68, sedangkan siklus II mencapai 90. Adapun penilaian hasil pada siklus I, siswa baru memperoleh 59, sedangkan siklus II mencapai nilai 85. Temuan-temuan itu dibahas  setiap tahap dalam permasalahan berikut ini.

Tahap persiapan yang terdiri atas penyusunan indikator/tujuan, membuat langkah-langkah, menyusun materi, dan penilaian pembinaan. Temuan dan pembahasannya sebagai berikut.

Temuan pertama, Kepala sekolah membuat tujuan/indikator dalam persiapan pembinaan guru yang akan melaksanakan pembelajaran tuntas. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan adanya tujuan dan indikator yang jelas akan memudahkan dan mengarahkan pembinaan kepala sekolah pada permasalahan yang ada. Kepala sekolah dalam membina tidak keluar dari apa yang menjadi topik pembinaan.  Seperti ini memang perlu dibuat oleh siapa pun yang sedang melakukan kegiatan. Selain itu, indikator dibuat untuk mengukur ketercapaian peserta pembinaan. Hal itu sesuai dengan permen nomor 41 tentang standar proses (2007:9) indikator kompetensi merupakan perilaku yang dapat diukur dan dapat diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian. Selain itu indikator yang dibuat oleh kepala sekolah sudah menggunakan kata kerja operasional. Hal itu  sesuai dengan standar proses (2007:9) mengatakan bahwa  indikator pencapaian  kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.  Temuan kedua, kepala sekolah membuat langkah-langkah atau skenario pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa skenario yang dibuat oleh kepala sekolah dapat mempermudah guru yang menerima materi, juga dapat mempermudah kepala sekolah dalam melakukan pembinaan guru karena langkah-langkah yang dibuat sudah melalui perenungan, pemikiran dan berdasarkan buku-buku acuan yang sesuai. Langkah-langkah yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan atau untuk mencapai suatu kompetensi. Langkah-langkah tersebut berupa kegiatan-kegiatan selama pembinaan, mulai pendahuluan, inti dan penutup. Penentuan langkah-langkah ini sesuai dengan materi pelatihan diklat sertifikasi yang disusun oleh Unesa (2011:6) mengatakan bahwa  untuk mencapai suatu kompetensi harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Langkah-langkah kegiatan tersebut memuat unsur pendahuluan, inti, dan penutup. Temuan ketiga,  kepala sekolah menyusun materi pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa materi yang terinci dapat mempermudah guru yang dibina karena guru yang dibina tersebut dapat memahami dan mengaplikasikan konsep dasar yang diberikan oleh kepala sekolah.  Materi yang terinci tersebut berupa materi fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Hal ini sama dengan pendapat  Hamid Muhammad (2004: 3) materi pembelajaran atau instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka  standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terinci, jenis-jenis materi pembelajaran  terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.Temuan keempat, kepala sekolah membuat evaluasi pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian proses dan hasil dapat membantu peningkatan hasil pelatihan.

Tahap pelaksanaan pembinaan  yang terdiri atas  menjelaskan tujuan pembinaan, menyampaikan materi pembinaan, memberi umpan balik, mengevaluasi kegiatan. Temuan dan pembahasannya sebagai berikut.

Temuan pertama, menjelaskan tujuan pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa tujuan yang disampaikan sebelum pelaksanaan dapat menginspirasi guru yang dibina karena mengetahui apa yng harus dikuasai setelah pembinaan. Guru ada yang sudah mengetahui dan menguasai materi tersebut sehingga penyampaiannya bisa lebih efektif. Temuan kedua, menyampaikan materi pembinaan secara terinci dan mudah dipahami. Temuan ini menunjukkan bahwa kepala sekolah yang sudah memahami materi pelatihan akan komunikatif dengan guru sehingga terjalin ikatan batin dalam pembelajaran materi. Guru mudah, cepat menerima materi tersebut sehingga pelaksanaan pembinaan menjadi lebih efektif. Temuan ketiga, memberi umpan balik terhadap guru. Temuan ini menunjukkan bahwa umpan balik ternyata memberi dampak positif dan menghasilkan pembinaan yang lebih efektif karena dalam umpan balik tersebut kepala sekolah mengetahui bagian mana, dan bagian apa yang sudah dikuasai guru, dan yang belum dikuasai oleh guru. Berdasarkan umpan balik itu akhirnya lebih cepat pencapaian ketuntasan pembinaan.Temuan keempat, mengevaluasi kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa evaluasi penting dilakukan karena berkaitan dengan tindak lanjut yang harus diputuskan oleh pembina. Evaluasi proses dalam penelitian ini mempunyai peranan penting dalam penyajian materi tersebut. Adapun penilaian hasil dapat digunakan untuk memutuskan kegiatan selanjutnya pada pertemuan yang akan datang.

Tahap penilaian  terdiri atas penilaian pada awal pembelajaran, penilaian pada saat pembelajaran, penilaian pada akhir pembelajaran, dan penilaian hasil pelajar yng disering disebut ulangan harian.. Temuan dan pembahasannya sebagai berikut.

Temuan pertama, penilaian pada awal pembelajaran/pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa setiap awal pemberian materi,  pembina perlu mengetahui di mana posisi pengetahuan guru yang dibina tersebut terhadap topik yang akan dibahas. Temuan ini ternyata besar sekali manfaatnya dalam pembinaan guru karena pembina akan lebih fokus pada materi yang dibutuhkan  oleh guru. Hal ini jelas akan lebih efektif lagi pembinaannya karena sesuai dengan keiinginan guru yang dibina. Temuan kedua, penilaian pada saat pembelajaran tuntas. Temuan ini menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan topik dalam pelaksanaan pembinaan dapat mengarahkan pikiran guru/peserta dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Peserta lebih fokus pada materi yang diberikan karena pikirannya langsung menyentuh pada permasalahan. Beberapa guru yang mendapat pertanyaan ternyata terkejut karena mereka tidak fokus terhadap  materi itu, tetapi setelah diberi pertanyaan  waktu proses pembelajaran tersebut maka guru/peserta kembali ke fokus tema materi. Ini menunjukkan bahwa penilaian dalam proses pembelajaran penting sekali dalam pemfokusan materi. Temuan ketiga, penilaian pada  proses akhir kegiatan. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian akhir perlu dilakukan oleh setiap pembina karena pada penilaian itu kepala sekolah bisa  menyimpulkan hasil kegiatan dan pada akhirnya bisa membuat evaluasi untuk menentukan posisi guru setelah dibina. Temuan keempat, Penilaian setelah proses pembinaan. Penilaian ini sering disebut penilaian hasil atau penilaian dalam ulangan harian. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian hasil dapat menentukan posisi masing-masing guru. Mereka sudah tuntas atau belum tuntas. Mereka perlu remedi, pengayaan atau percepatan. Hasil penilaian ini mempunyai dampak positif terhadap pembinaan. Mereka bersungguh-sungguh dalam proses pembinaan karena khawatir mereka mengulang dan dibina oleh temannya sendiri.

  • Penerapan Pembelajaran Tuntas  dalam  Mata Pelajaran Yang Diujinasionalkan.

Berdasarkan hasil penerapan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran yang diujinasionalkan pada siklus I,  tindakan guru belum berhasil karena masih berkualifikasi kurang, sedangkan pada siklus II tindakan guru dalam pembelajaran tuntas sudah berkualifikasi sangat baik. Ini memberi dampak positif terhadap hasil belajar siswa karena pada siklus I hasil penilaian proses dalam pembelajaran tuntas baru mencapai 68, sedangkan siklus II mencapai 90. Adapun penilaian hasil pada siklus I, siswa baru memperoleh 59, sedangkan siklus II mencapai nilai 85. Temuan-temuan itu dibahas  setiap tahap permasalahan berikut ini.

Tahap persiapan yang terdiri atas: pembuatan silabus, pembuatan RPP, pembuatan materi pembelajaran, dan pembuatan naskah penilaian. Temuan dan pembahasan pada tahap persiapan  sebagai berikut.

Temuan pertama, guru menyusun  silabus pembelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa silabus yang disusun  dalam penelitian ini berisi komponen-komponen yang  sejalan dengan permen nomor 41 tentang  standar proses (2007:7) bahwa  silabus memuat  identitas mata pelajaran atau tema pelajarn, SK, KD materi pembeljaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus yang dibuat seperti itu mempermudah para guru membuat RPP karena garis besar yang akan dikembangkan dalam RPP sudah ada dan sudah jelas. Temuan kedua, Pembuatan RPP. Temuan ini menunjukkan bahwa RPP yang dirancang sesuai dengan standar proses dapat memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam RPP kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan skenario pembelajaran tuntas. Temuan ketiga, pembuatan materi pembelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa  materi yang terinci yang terdiri pengetahuan, keterampilan, dan sikap akan memudahkan guru memahaminya. Selain itu, pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur membuat guru/peserta lebih senang karena bervariatif mulai dari  materi yang harus diingat sampai pada materi yang harus diterapkan. Temuan keempat, Temuan ini menunjukkan bahwa rncangan penilaian yang dibuat sebelum pelaksanaan pembelajaran akan lebih objektif dan berdasarkan pada tujuan atau indikator yang ingin dicapai. Guru tidak menilai berdasarkan apa yang diajarkan pada saat itu, tetapi guru melalukan penilaian berdasarkan indikator yang harus dicapai. Karena itu, penting sekali pembuatan naskah soal sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai.

Tahap Pelaksnaan pembelajaran, tahapan ini terdiri atas:  menjabarkan KD, menata indikator  sesuai cakupan dan urutan, menyajikan materi, memonitor seluruh kegiatan siswa, menilai perkembangan siswa, menggunakan teknik dignostik, menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran.

Temuan pertama, menjabarkan/memecah KD dalam satuan-stuan yang lebih kecil. Temuan ini menunjukkan bahwa KD yang  diuraikn akan memudahkan siswa dalam mencapai apa yang diinginkan oleh standar isi tersebut. Setiap KD selalu ada materi yang harus dicapai. Materi itu perlu dikelompokkan dan ditentukan kegiatan-kegiatannya. Berdasarkan materi-materi itulah kita bisa menentukan indikator pencapaian karena hadirnya  kompetensi dasar lebih dulu daripada indikator. Temuan kedua, menata indikator sesuai dengan urutannya. Temuan ini menunjukkan bahwa indikator yang urut berdasarkan  mudah sukarnya dan berdasarkan cakupannya mempercepat  pemahaman siswa karena otak anak lebih suka materi yang lebih mudah daripada materi yang lebih sukar. Pentahapan dari yang mudah ke yang sukar tidak membuat frustasi para sisw dalam belajar. Temuan ketiga, menyajikan materi pembelajaran. Temuan ini menunjukkan penyajian materi mulai dari eksplorasi, elaborasi, konfirmasi membuat para siswa bersemangat dan tidak membosankan karena guru sangat menghargai setiap pembelajarn yang dilakukan oleh siswa tersebut. Dalam eksplorasi, siswa bisa membaca buku, mendengarkan ceriita temannya, dsb. Yang kesemuanya harus mengarah pada tujuan pembelajaran tersebut. Temuan keempat, memonitor seluruh kegiatan siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa pemonitoran kegiatan siswa memberikan motivasi tersendiri pada siswa. Ini terbukti, dengan adanya guru melihat hasil siswa, melihat proses belajar siswa maka siswa tersebut lebih meningkatkan belajarnya dan pada akhirnya meningkat hasil belajarnya. Temuan kelima, menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian proses dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar karena siswa akan lebih fokus lagi pada materi yang dipeljari tersebut.  Temuan keenam, menggunakan teknik diaknostik. Temuan ini menunjukkan bahwa teknik analisis diagnostik ini sangat efektif digunakan dalam pembelajaran karena pembelajaran berjalan sesuai dengan kebutuhan siswa. Pada penelitian ini sudah dirancang langkah-langkahnya, tetapi  akan disesuaikan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di dalam kelas. Hasil siswa lebih baik jika guru menyesuaikan keadaan siswa tersebut. Temuan ketujuh, menyediakan sejumlah alternatif startegi pembelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin bervariasi strategi pembelajaran yang disiapkan guru semakin mudah diterima anak karena strategi tersebut selalu disesuaikan dengan cara belajar siswa.

Tahap penilaian pembelajaran, tahapan ini terdiri atas:  melakukan penilaian proses, melakukan penilaian hasil, dn melakukan tindak lnjut.

 Temuan pertama,  melakukan penilaian proses. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian proses dapat mengefektifkan kegiatan pembelajaran karena dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam pembelajaran dapat memfokuskan siswa memahami materi,  baik yang berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip maupun prosedur. Temuan kedua, melakukan penilaian hasil. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian hasil dapat memberi motivasi tersendiri bagi para siswa karena siswa setelah dinilai pada kegiatan ini akan ditentukan posisi siswa tersebut. Mereka berada dalam kelompok remedi, kelompok pengayaan, atau kelompok percepatan. Temuan ketiga, pelaksanaan tindak lanjut. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tindak lanjut merupakan bagian yang harus dilakukan dalam pembelajaran tuntas karena siswa yang belum tuntas harus melaksanakan remedial di luar jam KBM. Siswa yang sudah tuntas bisa malakukan kegiatan pengayaan bisa juga percepatan. Jika nilainya di atas KKM dan di bawah 91 harus mengikuti pengayaan sedangkan nilai 91 ke atas harus mengikuti percepatan.

 

  1. KARYA INOVASI

Karya inovasi yang dilakukan guru mata pelajaran bahasa Indonesia hanya satu dengan judul “Program Aplikasi Terintegrasi Penilaian Kinerja Guru dan Penilaian Prestasi Kerja Pegawai”.  Adapun pembahasan dalam karya inovasi ini difokuskan pada  langkah-langkah pembuatan program atau prosedur pembuatan program inovasi tersebut.

Judul Karya Inovasi “Program Aplikasi Terintegrasi Penilaian Kinerja Guru dan Penilaian Prestasi Kerja Pegawai”.  

Langkah-langkah Pembuatan:

  1. Buka program Excel
  2. Kelauarkan menu developer jika beeelum ada di toolbar, caranya klik Office Button, terus klik lagi Word Option, lalu buka  sorot  populer, terakhir beri tanda centang pada dialok : show developer tab in the rebbon
  3. Jika Developer sudah muncul toolbar, kita buat format atau blangko isian yang berupa identitas guru dan kepala sekolah, lembar ini disebut DATA GURU  dan Data PKP
  4. Siapkan instrumen pemantauan, pengamatan sesuai dengan indikator. Di format ini gunakan rumus =IF (sel X=selY;skor maksimal;skor minimal) contohnya : IF(F26=E26;4;0)
  5. Setelah blangko instrumen dan  blangko Data guru, Data SKP hasil sudah bisa diprintOut
  6. Lanjutkan ke blangko rekap hasil. Dalam blangko ini menggunakan rumus pentranferan data dari sheet lain. Rumusnya : =+Data Guru! E7 maksudnya data yang ditransfer ke rekap hasil berasal dari sheet yang namnya Data Guru pada sel E7. Lembar rekap nilai ini berasal dari data sheet, yang namanya “Data Guru”, dan “PKG3”
  7. Langkah berikutnya, pembuatan Lembar  Penghitungan Angka Kridit PKG, caranya: lembar ini tiap selnya berisi data yang berasal dari (1) Data Guru, (2) PKG3, dengan rumus =+Data Guru! F5 dan =+PKG3!E7. Selain itu menggunakan rumus =SUM(K21P100)/56
  8. Langkah terakhir untuk khusus PKG guru mata pelajaran adalah membuat Tindak Lanjut Guru dengan menggunakan rumus (1) =+PKG3!$K$54, dan (2) =IF($E$10>=91;” Guru tersebut sudah baik sekali dan diberi tugas membimbing guru lain”;IF($E$10>=76;”Guru tersebut sudah baik, dia perlu belajar lagi”;IF($E$10>=61;”Guru tersebut sudah cukup dia perlu dibimbing oleh guru yang mendapat nilai sangat baik”;IF($E$10>=51;”Guru tersebut bernilai sedang dia harus mengikuti pelatihan atau bimbingan guru inti dan kepala sekolah”;”Guru tersebut perlu mendapat pelatihan  khusus  jika tetap demikian diberi tugas selain mengajar”))))

Program Tugas Tambahan

Prosedur membuatnya adalah:

  1. Pembuatan instrumen pemantauan dan pengamatan dengan rumus

(1) =IF($E$17=$F$17;1;0) untuk skor 1,

(2) =IF($E$16=$F$16;2;0) untuk skor 2,

(3) =IF($E$15=$F$15;3;0) untuk skor 3,

(4) =IF($E$14=$F$14;4;0) untuk skor 4

  1. Pembuatan Rekap nilai tugas tambahan dengan rumus:

(1) =+’DATA GURU’!$C$10

(2)   =+’PKLAB(2)’!$H$41,

(3)   =SUM(G20:G29),

(4)  =SUM(G20:G25)/6

(5)   =SUM(G30*100)/40

  1. Pembuatan Hasil Nilai Tugas Tambahan dan Angka Kriditnya dengan rumus

(1) =+DATA!4E$7

(2)  =+RH! $K$45

(3)  =SUM(K21*100)/56

(4) =IF(K22>=91;”125% atau  Baik Sekali”;IF(K22>=76;”100% atau   Baik”;IF(K22>=61;”75% atau Cukup”;IF(K22>=51;”50% atau Sedang”; “25% atau Kurang”))))

(5)    =SUM(K28*50)/100

(6)    =+KALAB!$G$32

(7)  =SUM(K37*50)/100

(8)  =SUM(K31+K40)

  1. Pembuatan lembar Tindak Lanjut Tugas tambahan dengan rumus:

(1)  =+DATA!$E$7

(2)  =+’PKALAB(2)’!$H$41*25

(3) =IF(C18>=91;” Guru tersebut sudah baik sekali dan diberi tugas membimbing pustakawan atau kepala perpus sekloah lain yang belum menguasai kompetensi ini”;IF(C19>=76;”Guru tersebut sudah baik, dia perlu belajar lagi tentang perpustakaan terutama kompetensi ini”;IF(C19>=61;”Guru tersebut sudah cukup dia perlu dibimbing oleh kepala perpus sekolah lain yang mendapat nilai sangat baik tentang kompetensi ini”;IF(C19>=51;”Guru tersebut bernilai sedang dalam menangani perpus, dia harus mengikuti pelatihan atau bimbingan pustakawan/ahli perpustakaan  dan kepala sekolah tentang kompetensi ini”;”Guru tersebut perlu mendapat pelatihan khusus tentang kompetensi ini  jika tetap demikian diberi tugas selain”))))

 

Program Penilaian Prestasi Kerja Pegawai (PPKP)

Prosedur membuatnya adalah:

  1. Menyiapkan lembar sheet yang akan digunakan sebagai pengisian Sasaran Kerja Pegawai (SKP) dengan rumus =+Data!$E$7 dan =+Data SKP!$F$7
  2. Pembuatan lembar shet Penilaian Sasaran Kerja Pegawai dengan rumus:

(1)=+SKP!F11

(2) =SUM(K15/F15)*100

(3) =SUM(L16/G16)*100

(3) =SUM(L16/G16)*100

(4) =SUM(1,76*H16-M16)*100/H16

(6) =SUM(016:Q16)

(7) =SUM(R16/3)

  1. Pembuatan lembar Kriteria Penilaian Unsur Prilaku Pegawai. Pada lembar ini menggunakan rumus =IF(N16=M16;90;0)
  2. Pembuatan lembar Penilaian Prestasi Kerja Pegawai. Pada lembar ini selalu menggunakan rumus:

(1) =DATA!$E$7

(2) =+PSKP!$R$30

(3) =+’KRITERIA’!$CL$6

(4) =IF(IFERROR($E$28>=91;$E$28<91);”Sangat Baik”;IF(IFERROR($E$28>=76;$E$28<76);”Baik”;IF(IFERROR($E$28>=61;$E$28<61);”Cukup”;IF(IFERROR($E$29>=51;$E$29<51);”Kurang”;”Buruk”))))

  • =SUM($E$35/$E$34)
  • =SUM($E$27*$G$27)/100
  • =SUM($E$37*$G$37)/100
  • =SUM($H$26+$H$37)
  • =IF(IFERROR($H$38>=91;$H$38<91);”(SangatBaik)”;IF(IFERROR($H$38>=76;$H$38<76);”(Baik)”;IF(IFERROR($H$38>=61; $H$38<61);”(Cukup)”;IF(IFERROR($H$38>=51;$H$38<51);”(Kurang)”;”(Buruk)”))))

 

Penggunaan Program Makro

Prosedur membuatnya adalah:

  1. Pembuatan perintah untuk mencetak (PrintOut) dengan menggunakan rumus:

Range(“Data_guru’).PrintOut

Maksur perintah itu adalah : nama lembar yang akan dcetak adalah Data_guru

  1. Mematikan sel pada shhet tertentu dengan menggunakan menu Review lalu diklik Proteck sheet.
  2. Mengunci antarsheet dengan cara klik menu Review kemudian klik shere  Workbook

 

  1. Penggunaan Karya Inovasi Program Aplikasi PKG dan PPKP
  2. Klik Data kemudian isilah lembar tersebut berupa:
  3. Nama
  4. NIP
  5. Tempat/Tanggal Lahir
  6. Pangkat/Jabatan/Golongan
  7. TMT sebagai guru
  8. Masa kerja/Tahun/Bulan
  9. Jenis kelamin
  10. Pendidikan terakhir/Spesialis
  11. Program keahlian yang diampu
  12. Nama instansi/Sekolah
  13. Telepon/Fax
  14. Kelurahan
  15. Kecamatan
  16. Kabupaten/Kota
  17. Propinsi
  18. Pangkat /Golongan
  19. Angka Kridit Komulatif
  20. Angka Kridit Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
  21. Jam mengajar
  22. Jam wajib mengajarPeriode penilaian
  23. Tahun
  24. Tempat tanggal penilaian
  25. Kepala Sekolah
  26. Penilai orang yang dinilai
  27. Klik Data PPKP kemudian isi lembar seperi berikut;
  28. Pejabat penilai terdiri atas: nama, NIP, pangkat /golongan, jabatan/pekerjaan, unit organisasi
  29. Atasan pejabat penilai, nama, NIP, pangkat/golongan, jabatan/pekerjaan, unit organisasi
  30. Klik pengamatan, pemantauan hasil kinerja guru khususnya bagian formatif jika ingin menilai awal semester, klik sumatif jika ingin menilai akhir sumatif atau akhir tahun. Setelah diklik cukup memberi tanda V pada kolom  (CEK V). Setiap indikator cukup memberi satu tanda (V) yang sesuai dengan keadaan guru yang dinilai. Lakukan semua kompetensi guru tersebut.
  31. Langkah selanjutnya, klik Hasil Kinerja Guru, khususnya bagian formatif jika penilaian awal tahun dan penilaian sumatif jika akhir semester atau akhir tahun. Selesai diklik. Amatinya identitas guru yang dinilai, kepala sekolah dan penilai jika sudah betul semua diplik PrintOut untuk mencetaknya. Jika ada identitas yang salah perbaiki lagi di bagian Data dan Data SKP.
  32. Selesai mencetak Hasil Kinerja Guru, bisa melanjutkan berikutnya berupa klik “Penghitungan Angka Kridit Pertahun, khususnya formatif”, jika yang diisi tadi bagian formatif, dan sumatif jika bagian awal (langkah ketiga) yang diisi bagian sumatif.
  33. Bagian akhir, klik “Tindak Lanjut Kinerja Guru khususnya Formatif”, jika yang diisi tadi formatif dan sebaliknya klik sumatif jika penilaian sumatif.

TUGAS TAMBAHAN

  1. Jika guru tersebut mendapat tugas tambahan sebagai Kepala Sekolah atau Wakasek, Kepala Perpustakaan, Kepala Laboratorium, maka lanjutkanlah mengeklik bagian “Instrumen K-Lab jika sebagai Kepala Laboratorium”. Pengisian seperti mengisi Pengamatan Pemantauan Hasil Kinerja Guru, yakni memberi tanda V pada kolom yang sudah ditentukan.
  2. Selanjutnya klik bagian “Rekap Nilai Tugas Tambahan” kemudian teliti identitas guru, kepala sekolah, dan penilai jika sudah benar klik bagian PrintOut untuk mencetak.
  3. Langkah selanjutnya klik bagian “Hasil Nilai Tugas Tambahan, khususnya bagian Formatif atau Sumatif” bagian ini sesuaikan pemantauan dan pengamatan tadi bagian mana yang diisi. Jika yang diisi formatif kliklah hasil nilai formatif.
  4. Bagian terakhir klik “Tindak Lanjut Tugas Tambahan” teliti identitasnya kemudian klik PrintOut untuk mencetaknya.
  5. PROGRAM PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI (PPKP)
  6. Setelah bagian PKG selesai kita bisa melanjutkan ke program PPKP caranya klik bagian SKP lalu isilah kontrak kerja tersebut sesuai dengan kontrak masing-masing guru, yang diisi adalah: (1) angka kridit tiap tahun, kuantitas kerja, kualitas kerja, lama kerja, dan biaya kalau ada.
  7. Lalu klik bagian “PKP” dan isilah kolom Realisasi yang diberi warna berbeda dengan lainnya yakni warna kuning. Pengisiannya adalah realita yang dilaksanakan  pegawai tersebut yakni kualitas kerja, kuantitas kerja atau mutu dan waktu yang dibutuhkan.
  8. Langkah selanjutnya klik bagian “KRI” lalu berilah tanda V pada kolom yang ditentulan. Satu aspek hanya ada satu tanda V yang menunjukkan nilai yang bersangkutan.
  9. Langkah terakhir klik “Hasil dari SKP” kemudian teliti identitas yang ada dalam lembar ini jika sudah benar klik PrintOut. Lembar ini nilai Prestasi Akademik berasal dari Sasaran Kerja Pegawai atau kontrak kerja pegawai. Jika menginginkan dari nilai PKG silakan diklik bagian “Hasil dari PKG” lalu klik bagian PrintOut.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Aqib, Zainal. 2011.  Panduan & Aplikasi Pendidikan Karakter untuk SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK.  Bandung: Yrama Widya.

Asmani, Jamal Ma’mur. Jurus-jurus Belajar Efektif untuk SMP dan SMA.  Jakarta: Diva Press.

Burns, Paul C; Betty D. Roe, dan Elior P. Ross. 1996. Teaching Reading in Elementery Schools. New Jerdery: Houghton Mufflin.

Cox, Carole, 1988. Teaching Language Arts. Astudent-and Respns-Centered Classroom. Boston: Allyn and Bacon.

Dahar, Ratna Willis. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Standar Proses. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 1993. Kurikulum Bidang Studi Bahasa Indonesia untuk SMP. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balau Pustaka.

Depdiknas. 2003. Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMP (KBK). Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2004. Buku Penataran Terintegrasi  Berbasis Kompetensi. Jakrta. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas. 2006. Petunjuk Penyusunan KTSP.  Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas. 2006. Standar Isi Kurikulum Berbasis Kompetensi.  Jakarta: Depdikbud.

Depdiknas. 2007, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2007. Kepmen No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Jakarta. Depdiknas

Deporter, Dobbi. 2002. Quantum Teaching diterjemahkan oleh Ary Nilandari. Bandung kaifa.

Gong, Gola. 2007. Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup. Bandung: Karya Kita.

Hartinah, Siti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok.  Bandung: Refika Aditama

Hatika, Tika.2010.  Pembelajaran dan Penilaian Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Leuser Cita Pustaka.

Leonhardt, Mary. 2001.  99 Cara Menjadikan Anak Anda Bergairah Menulis.  Bandung: Kaifa

Purwanto, Ngalim. 1991. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya.

Selberman, Mel. 1996. Active Learning 101 Strategies to Teach Any Subject.  Boston London: Allyn and Bacon.

Soedaso. 2006. Speed Reading Sistem Membaca Cepat dan Efektif.  Jakarta: Gramedia.

Subiantoro, Dkk. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa Indonesia.  Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Sukamto. 2000. Penelitian Tindakan (Action Research). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Trianto, 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.

Turner, Anita Moul Tri. 2008. Resep Pengajaran Hebat 11 Bahan Utama.  Jakarta: Indeks.

 

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembinaan Guru dalam Pembelajaran Tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang  

Makalah ini Ringkasan dari PTS yang lolos presentasi di Kemdikbud Jakarta untuk Kenaikan Pangkat ke IV d

A,Pendahuluan

Salah satu masalah besar  dalam bidang  pendidikan di Indonesia  yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin pada rendahnya rata-rata prestasi belajar siswa. Selain itu,  masalah bidang pendidikan di SMP Negeri 3 Ngimbang  adalah penggunaan  pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi oleh peran guru ( teacher center). Guru lebih banyak  menempatkan siswa  sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan di SMP Negeri 3 Ngimbang   kurang memberikan kesempatan  kepada siswa  dalam berbagai mata pelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir secara holistik, kreatif, objektif, dan logis. Selain itu, pembelajaran di SMP Negeri 3 Ngimbang kurang memperhatikan  ketuntasan belajar secara individual.

Demikian juga proses pembelajaran di kelas, SMP Negeri 3 Ngimbang umumnya  belum menerapkan  pembelajaran  sampai anak menguasai  materi pembelajaran secara tuntas. Kebanyakan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas, begitu saja berpindah  dari kompetensi dasar satu ke kompetensi dasar berikutnya, tanpa menghiraukan  peserta didik  yang lamban, kurang memahami, atau bahkan gagal mencaai kompetensi-kompetensi yang direncanakan. Akibatnya, tidak aneh bila banyak siswa yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah.  Tidak heran  pula kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah. Karena sistem pembelajaran di SMP Negeri 3 Ngimbang tersebut  belum memberikan pembelajaran sampai tuntas secara individual maka hasil belajar di SMP tersebut belum tercapai,  pada akhirnya anggaran yang besar untuk pendidikan tersebut  menguap begitu saja tanpa hasil yang nyata.

Sesuai dengan tujuan pendidikan di SMP Negeri 3 Ngimbang, guru perlu memiliki prinsip  mengajar  yang mengacu pada  peningkatan kemampuan internal siswa di dalam merangsang keterlibatan  siswa dalam strategi pembelajaran atau melaksanakan pembelajaran. Peningkatan potensi internal ini  bisa berupa penerapan  jenis-jenis strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa mampu mencapai kompetensi secara penuh, utuh, dan kontektual. Karena demikian, kita  berani berbicara  bahwa rendahnya daya serap atau prestasi belajar atau belum terwujudnya  keterampilan proses dan pembelajaran yang menekankan pada peran aktif siswa, maka inti persoalan sebenarnya adalah  masalah ketuntasan belajar yang berupa  minimnya pencapaian taraf penguasaan minimal yang ditetapkan bagi setiap kompetensi atau unit bahan ajaran secara perorangan.

Masalah ketuntasan dalam belajar merupakan masalah yang penting, sebab menyangkut masa depan peserta didik, terlebih bagi mereka yang mengalami kesulitan belajar. Pendekatan pembelajaran tuntas merupakan salah satu usaha dalam pembelajaran di SMP Negeri 3 Ngimbang yang bertujuan memotivasi siswa  mencapai penguasaan terhadap kompetensi tertentu. Dengan menempatkan pembelajaran tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang diharapkan hasil belajar siswa meningkat.  Karena demikian, semua guru SMP Negeri 3 Ngimbang harus memahami dan menerapkan  pembelajaran tuntas tersebut  walaupun  masih banyak guru yang   masih menerapkan  pembelajaran secara konvensional.

Karena sekolah berkeyakinan bahwa hasil belajar akan meningkat jika pembelajaran tuntas ini diterapkan di SMP Negeri 3 Ngimbang maka peneliti sebagai kepala sekolah melakukan penelitian tindakan sekolah dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembinaan Guru dalam Pembelajaran Tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang.

 

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan dapat disimpulkan bahwa  tidak ada peningkatan hasil belajar siswa  walaupun biaya pendidikan yang diberikan besar sekali karena mutu pembelajaran di kelas belum berpusat pada siswa, belum menerapkan ketuntasan secara individual.

Untuk meningkatkan hasil belajar siswa tersebut, peneliti  mengajukan permasalahan yang perlu dilakukan  tindakan. Secara umum  permasalahan penelitian ini adalah “ Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran tuntas bagi guru mata pelajaran yang diujinasionalkan di SMP Negeri 3 Ngimbang? Permasalahan penelitian ini secara terperinci dapat dirumuskan dalam submasalah berikut.

  1. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembinaan guru dalam  pembelajaran tuntas?
  2. Bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran tuntas  mata pelajaran yang diujinasionalkan di SMP Negeri 3 Ngimbang?

 

C. Langkah-Langkah

Berdasarkan temuan dan hasil penelitian tindakan sekolah tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, kesimpulan yang berkaitan dengan peningkatan hasil belajar melalui pembinaan pembelajaran tuntas adalah

  • Kepala Sekolah mengumpulkan para guru mata pelajaran yang diujinasionalkan untuk diberi bimbingan tentang pembelajaran tuntas.
  • Kepala sekolah memberi model atau contoh pembelajaran tuntas secara langsung kepada para guru.
  • Kepala sekolah memberi contoh pembuatan skenario pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran tuntas,
  • Kepala sekolah membimbing secara langsung kepada para guru dalam pebelajaran tuntas di kelas,
  • Model pembelajaran tuntas dilakukan dengan berkolaborasi dengan kepala sekolah.

Kedua, kesimpulan yang berkaitan dengan  peningkatan hasil belajar siswa dengan penerapan pembelajaran tuntas. Penerapan pembelajaran tuntas yang dapat meningkatkan hasil belajar dilakukan dengan metode pembelajaran:

  • Menjabarkan/ memecah KD ke dalam satuan-satuan yang lebih kecil dengan memperhati-kan pengetahuan-pengetahuan prasyaratnya.
  • Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit
  • Menyajikan materi dalam bentuk yang bervariasi,
  • Memonitor seluruh pekerjaan siswa
  • Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
  • Menggunakan teknik diaknostik,
  • Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang menjumpai kesulitan.

 

D. Dampak Positif

Adapun dampak positif penelitian yang berjudul  Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Pembinaan Guru dalam Pembelajaran Tuntas di SMP Negeri 3 Ngimbang dalam peningkatan mutu guru, siswa dan sekolah adalah:  (1) Kepala sekolah dapat membina para guru dengan mudah yang berdasarkan pada indicator, scenario pembinaan, dan materi pembinaan, (2) Para guru terinspirasi oleh kepala sekolah pada saat member pembinaan yang terarah pada tujuan yang ingin dicapai, (3) Para guru mengetahui bagian  yang perlu diperbaiki dan yang perlu diperkuat setelah diberi umpan balik, (4)  Kegiatan evaluasi sangat penting dalam peningkatan mutu pendidikan.

 

E. Pembahasan

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian dikaetkan dengan  teori-teori yang menjadi acuan penelitian serta argumen-argumen peneliti yang berkaitan dengan hasil penelitin yang dapat meningkatkan hasil belajar.  Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa penelitian ini difokuskan pada peningkatan hasil belajar siswa  melalui pembinaan guru dalam pembelajaran tuntas dengan permasalahan: (1)  pembinaan kepala sekolah terhadap guru, dan (2) peningkatan hasil belajar siswa  dengan pembelajaran tuntas.

  1. Pembinaan Kepala Sekolah terhadap Guru Mata Pelajaran yang Diujinasionalkan Melalui Pembelajarn Tuntas.

Berdasarkan hasil pembinaan kepala sekolah bahwa pada siklus I tindakan kepala sekolah masih belum berhasil karena baru berkualifikasi kurang, sedangkan pada siklus II tindakan kepala sekolah sudah berkualifikasi sangat baik. Ini bisa memberi dampak positif terhadap hasil belajar siswa karena pada siklus I hasil penilaian proses dalam pembelajaran tuntas baru mencapai 68, sedangkan siklus II mencapai 90. Adapun penilaian hasil pada siklus I, siswa baru memperoleh 59, sedangkan siklus II mencapai nilai 85. Temuan-temuan itu dibahas  setiap tahap dalam permasalahan berikut ini.

Tahap persiapan yang terdiri atas penyusunan indikator/tujuan, membuat langkah-langkah, menyusun materi, dan penilaian pembinaan. Temuan dan pembahasannya sebagai berikut.

Temuan pertama, Kepala sekolah membuat tujuan/indikator dalam persiapan pembinaan guru yang akan melaksanakan pembelajaran tuntas. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan adanya tujuan dan indikator yang jelas akan memudahkan dan mengarahkan pembinaan kepala sekolah pada permasalahan yang ada. Kepala sekolah dalam membina tidak keluar dari apa yang menjadi topik pembinaan.  Seperti ini memang perlu dibuat oleh siapa pun yang sedang melakukan kegiatan. Selain itu, indikator dibuat untuk mengukur ketercapaian peserta pembinaan. Hal itu sesuai dengan permen nomor 41 tentang standar proses (2007:9) indikator kompetensi merupakan perilaku yang dapat diukur dan dapat diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian. Selain itu indikator yang dibuat oleh kepala sekolah sudah menggunakan kata kerja operasional. Hal itu  sesuai dengan standar proses (2007:9) mengatakan bahwa  indikator pencapaian  kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.  Temuan kedua, kepala sekolah membuat langkah-langkah atau skenario pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa skenario yang dibuat oleh kepala sekolah dapat mempermudah guru yang menerima materi, juga dapat mempermudah kepala sekolah dalam melakukan pembinaan guru karena langkah-langkah yang dibuat sudah melalui perenungan, pemikiran dan berdasarkan buku-buku acuan yang sesuai. Langkah-langkah yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan atau untuk mencapai suatu kompetensi. Langkah-langkah tersebut berupa kegiatan-kegiatan selama pembinaan, mulai pendahuluan, inti dan penutup. Penentuan langkah-langkah ini sesuai dengan materi pelatihan diklat sertifikasi yang disusun oleh Unesa (2011:6) mengatakan bahwa  untuk mencapai suatu kompetensi harus dicantumkan langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Langkah-langkah kegiatan tersebut memuat unsur pendahuluan, inti, dan penutup. Temuan ketiga,  kepala sekolah menyusun materi pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa materi yang terinci dapat mempermudah guru yang dibina karena guru yang dibina tersebut dapat memahami dan mengaplikasikan konsep dasar yang diberikan oleh kepala sekolah.  Materi yang terinci tersebut berupa materi fakta, konsep, prinsip dan prosedur. Hal ini sama dengan pendapat  Hamid Muhammad (2004: 3) materi pembelajaran atau instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka  standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terinci, jenis-jenis materi pembelajaran  terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, dan prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai.Temuan keempat, kepala sekolah membuat evaluasi pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian proses dan hasil dapat membantu peningkatan hasil pelatihan.

Tahap pelaksanaan pembinaan  yang terdiri atas  menjelaskan tujuan pembinaan, menyampaikan materi pembinaan, memberi umpan balik, mengevaluasi kegiatan. Temuan dan pembahasannya sebagai berikut.

Temuan pertama, menjelaskan tujuan pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa tujuan yang disampaikan sebelum pelaksanaan dapat menginspirasi guru yang dibina karena mengetahui apa yng harus dikuasai setelah pembinaan. Guru ada yang sudah mengetahui dan menguasai materi tersebut sehingga penyampaiannya bisa lebih efektif. Temuan kedua, menyampaikan materi pembinaan secara terinci dan mudah dipahami. Temuan ini menunjukkan bahwa kepala sekolah yang sudah memahami materi pelatihan akan komunikatif dengan guru sehingga terjalin ikatan batin dalam pembelajaran materi. Guru mudah, cepat menerima materi tersebut sehingga pelaksanaan pembinaan menjadi lebih efektif. Temuan ketiga, memberi umpan balik terhadap guru. Temuan ini menunjukkan bahwa umpan balik ternyata memberi dampak positif dan menghasilkan pembinaan yang lebih efektif karena dalam umpan balik tersebut kepala sekolah mengetahui bagian mana, dan bagian apa yang sudah dikuasai guru, dan yang belum dikuasai oleh guru. Berdasarkan umpan balik itu akhirnya lebih cepat pencapaian ketuntasan pembinaan.Temuan keempat, mengevaluasi kegiatan yang sesuai dengan tujuan pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa evaluasi penting dilakukan karena berkaitan dengan tindak lanjut yang harus diputuskan oleh pembina. Evaluasi proses dalam penelitian ini mempunyai peranan penting dalam penyajian materi tersebut. Adapun penilaian hasil dapat digunakan untuk memutuskan kegiatan selanjutnya pada pertemuan yang akan datang.

Tahap penilaian  terdiri atas penilaian pada awal pembelajaran, penilaian pada saat pembelajaran, penilaian pada akhir pembelajaran, dan penilaian hasil pelajar yng disering disebut ulangan harian.. Temuan dan pembahasannya sebagai berikut.

Temuan pertama, penilaian pada awal pembelajaran/pembinaan. Temuan ini menunjukkan bahwa setiap awal pemberian materi,  pembina perlu mengetahui di mana posisi pengetahuan guru yang dibina tersebut terhadap topik yang akan dibahas. Temuan ini ternyata besar sekali manfaatnya dalam pembinaan guru karena pembina akan lebih fokus pada materi yang dibutuhkan  oleh guru. Hal ini jelas akan lebih efektif lagi pembinaannya karena sesuai dengan keiinginan guru yang dibina. Temuan kedua, penilaian pada saat pembelajaran tuntas. Temuan ini menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan topik dalam pelaksanaan pembinaan dapat mengarahkan pikiran guru/peserta dalam mengikuti pembelajaran tersebut. Peserta lebih fokus pada materi yang diberikan karena pikirannya langsung menyentuh pada permasalahan. Beberapa guru yang mendapat pertanyaan ternyata terkejut karena mereka tidak fokus terhadap  materi itu, tetapi setelah diberi pertanyaan  waktu proses pembelajaran tersebut maka guru/peserta kembali ke fokus tema materi. Ini menunjukkan bahwa penilaian dalam proses pembelajaran penting sekali dalam pemfokusan materi. Temuan ketiga, penilaian pada  proses akhir kegiatan. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian akhir perlu dilakukan oleh setiap pembina karena pada penilaian itu kepala sekolah bisa  menyimpulkan hasil kegiatan dan pada akhirnya bisa membuat evaluasi untuk menentukan posisi guru setelah dibina. Temuan keempat, Penilaian setelah proses pembinaan. Penilaian ini sering disebut penilaian hasil atau penilaian dalam ulangan harian. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian hasil dapat menentukan posisi masing-masing guru. Mereka sudah tuntas atau belum tuntas. Mereka perlu remedi, pengayaan atau percepatan. Hasil penilaian ini mempunyai dampak positif terhadap pembinaan. Mereka bersungguh-sungguh dalam proses pembinaan karena khawatir mereka mengulang dan dibina oleh temannya sendiri.

  1. Penerapan Pembelajaran Tuntas  dalam  Mata Pelajaran Yang Diujinasionalkan.

Berdasarkan hasil penerapan pembelajaran tuntas pada mata pelajaran yang diujinasionalkan pada siklus I,  tindakan guru belum berhasil karena masih berkualifikasi kurang, sedangkan pada siklus II tindakan guru dalam pembelajaran tuntas sudah berkualifikasi sangat baik. Ini memberi dampak positif terhadap hasil belajar siswa karena pada siklus I hasil penilaian proses dalam pembelajaran tuntas baru mencapai 68, sedangkan siklus II mencapai 90. Adapun penilaian hasil pada siklus I, siswa baru memperoleh 59, sedangkan siklus II mencapai nilai 85. Temuan-temuan itu dibahas  setiap tahap permasalahan berikut ini.

Tahap persiapan yang terdiri atas: pembuatan silabus, pembuatan RPP, pembuatan materi pembelajaran, dan pembuatan naskah penilaian. Temuan dan pembahasan pada tahap persiapan  sebagai berikut.

Temuan pertama, guru menyusun  silabus pembelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa silabus yang disusun  dalam penelitian ini berisi komponen-komponen yang  sejalan dengan permen nomor 41 tentang  standar proses (2007:7) bahwa  silabus memuat  identitas mata pelajaran atau tema pelajarn, SK, KD materi pembeljaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus yang dibuat seperti itu mempermudah para guru membuat RPP karena garis besar yang akan dikembangkan dalam RPP sudah ada dan sudah jelas. Temuan kedua, Pembuatan RPP. Temuan ini menunjukkan bahwa RPP yang dirancang sesuai dengan standar proses dapat memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Dalam RPP kegiatan pembelajaran sudah sesuai dengan skenario pembelajaran tuntas. Temuan ketiga, pembuatan materi pembelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa  materi yang terinci yang terdiri pengetahuan, keterampilan, dan sikap akan memudahkan guru memahaminya. Selain itu, pengetahuan yang berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur membuat guru/peserta lebih senang karena bervariatif mulai dari  materi yang harus diingat sampai pada materi yang harus diterapkan. Temuan keempat, Temuan ini menunjukkan bahwa rncangan penilaian yang dibuat sebelum pelaksanaan pembelajaran akan lebih objektif dan berdasarkan pada tujuan atau indikator yang ingin dicapai. Guru tidak menilai berdasarkan apa yang diajarkan pada saat itu, tetapi guru melalukan penilaian berdasarkan indikator yang harus dicapai. Karena itu, penting sekali pembuatan naskah soal sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai.

Tahap Pelaksnaan pembelajaran, tahapan ini terdiri atas:  menjabarkan KD, menata indikator  sesuai cakupan dan urutan, menyajikan materi, memonitor seluruh kegiatan siswa, menilai perkembangan siswa, menggunakan teknik dignostik, menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran.

Temuan pertama, menjabarkan/memecah KD dalam satuan-stuan yang lebih kecil. Temuan ini menunjukkan bahwa KD yang  diuraikn akan memudahkan siswa dalam mencapai apa yang diinginkan oleh standar isi tersebut. Setiap KD selalu ada materi yang harus dicapai. Materi itu perlu dikelompokkan dan ditentukan kegiatan-kegiatannya. Berdasarkan materi-materi itulah kita bisa menentukan indikator pencapaian karena hadirnya  kompetensi dasar lebih dulu daripada indikator. Temuan kedua, menata indikator sesuai dengan urutannya. Temuan ini menunjukkan bahwa indikator yang urut berdasarkan  mudah sukarnya dan berdasarkan cakupannya mempercepat  pemahaman siswa karena otak anak lebih suka materi yang lebih mudah daripada materi yang lebih sukar. Pentahapan dari yang mudah ke yang sukar tidak membuat frustasi para sisw dalam belajar. Temuan ketiga, menyajikan materi pembelajaran. Temuan ini menunjukkan penyajian materi mulai dari eksplorasi, elaborasi, konfirmasi membuat para siswa bersemangat dan tidak membosankan karena guru sangat menghargai setiap pembelajarn yang dilakukan oleh siswa tersebut. Dalam eksplorasi, siswa bisa membaca buku, mendengarkan ceriita temannya, dsb. Yang kesemuanya harus mengarah pada tujuan pembelajaran tersebut. Temuan keempat, memonitor seluruh kegiatan siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa pemonitoran kegiatan siswa memberikan motivasi tersendiri pada siswa. Ini terbukti, dengan adanya guru melihat hasil siswa, melihat proses belajar siswa maka siswa tersebut lebih meningkatkan belajarnya dan pada akhirnya meningkat hasil belajarnya. Temuan kelima, menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian proses dalam pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar karena siswa akan lebih fokus lagi pada materi yang dipeljari tersebut.  Temuan keenam, menggunakan teknik diaknostik. Temuan ini menunjukkan bahwa teknik analisis diagnostik ini sangat efektif digunakan dalam pembelajaran karena pembelajaran berjalan sesuai dengan kebutuhan siswa. Pada penelitian ini sudah dirancang langkah-langkahnya, tetapi  akan disesuaikan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di dalam kelas. Hasil siswa lebih baik jika guru menyesuaikan keadaan siswa tersebut. Temuan ketujuh, menyediakan sejumlah alternatif startegi pembelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa semakin bervariasi strategi pembelajaran yang disiapkan guru semakin mudah diterima anak karena strategi tersebut selalu disesuaikan dengan cara belajar siswa.

Tahap penilaian pembelajaran, tahapan ini terdiri atas:  melakukan penilaian proses, melakukan penilaian hasil, dn melakukan tindak lnjut.

 Temuan pertama,  melakukan penilaian proses. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian proses dapat mengefektifkan kegiatan pembelajaran karena dengan adanya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru dalam pembelajaran dapat memfokuskan siswa memahami materi,  baik yang berkaitan dengan fakta, konsep, prinsip maupun prosedur. Temuan kedua, melakukan penilaian hasil. Temuan ini menunjukkan bahwa penilaian hasil dapat memberi motivasi tersendiri bagi para siswa karena siswa setelah dinilai pada kegiatan ini akan ditentukan posisi siswa tersebut. Mereka berada dalam kelompok remedi, kelompok pengayaan, atau kelompok percepatan. Temuan ketiga, pelaksanaan tindak lanjut. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tindak lanjut merupakan bagian yang harus dilakukan dalam pembelajaran tuntas karena siswa yang belum tuntas harus melaksanakan remedial di luar jam KBM. Siswa yang sudah tuntas bisa malakukan kegiatan pengayaan bisa juga percepatan. Jika nilainya di atas KKM dan di bawah 91 harus mengikuti pengayaan sedangkan nilai 91 ke atas harus mengikuti percepatan.

 

Daftar Rujukan

 

Diknas. 2004. Kurikulum 2004 Pedoman Pembelajaran Tuntas. Jakarta: Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Gagne, Robert M. And Leslie J. Briggs. 1979. Prinsiples of Instructional Design. New York: Renehart and Winston

Joyce, Bruce, Marsha Weil, and Beverly Showers: 1992.  Models of Teacging. Boston: Allyn and Bacon

Sukamto. 2000. Penelitian Tindakan (Action Research). Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Surahmad, Winarno. 1982. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar: Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Penerbit Tersito

UPAYA PENINGKATAN NILAI-NILAI KARAKTER SISWA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA MELALUI RESPONS GURU TERHADAP SISWA KELAS VII SMP NEGERI 2 NGIMBANG TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Makalah ini Ringkasan dari PTK yang lolos presentasi di Kemdikbud Jakarta untuk Kenaikan Pangkat ke IV d

A. Pendahuluan

Tingkah laku anak paktu waktu  pembelajaran maupun di luar pembelajaran kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Hamid Hasan (2010:1) mengatakan bahwa sorotan itu mengenai berbagai aspek kehidupan, tertuang dalam berbagai tulisan di media cetak, wawancara, dialog, dan gelar wicara di media elektronik. Selain di media massa,  para pemuka masyarakat, para ahli, dan para pengamat pendidikan, dan pengamat sosial berbicara mengenai tingkah laku anak tersebut yang disebut persoalan budaya dan karakter bangsa di berbagai forum seminar, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,  perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupan politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar,  dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yang lebih kuat.

Selain itu banyak hal yang dikemukakan para ahli  untuk mengatasi tersebut, paling tidak mengurangi,  masalah budaya dan karakter bangsa yang dibicarakan itu adalah pendidikan.  Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena pendidikan membangun generasi baru bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif, pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa. Memang diakui bahwa hasil dari pendidikan akan terlihat dampaknya dalam waktu yang tidak segera, tetapi memiliki daya tahan dan dampak yang kuat di masyarakat.

Dalam dunia pendidikan, kurikulum adalah jantungnya pendidikan. Karena itu, pemerintah perlu  memberikan perhatian yang lebih besar pada pendidikan budaya dan karakter bangsa dibandingkan kurikulum masa sebelumnya. Pendapat yang dikemukakan para pemuka masyarakat, ahli pendidikan,  para pemerhati pendidikan dan anggota masyarakat lainnya di berbagai media massa,  seminar, dan sarasehan yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan Nasional pada awal tahun 2010 menggambarkan adanya kebutuhan masyarakat yang kuat akan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Apalagi jika dikaji, bahwa kebutuhan itu,  secara imperatif, adalah sebagai kualitas manusia Indonesia yang dirumuskan dalam Tujuan Pendidikan Nasional.

Masyarakat Indonesia mulai sadar dan peduli terhadap pendidikan budaya dan karakter bangsa, begitu juga pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yodoyono tersebut. Berbagai upaya pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa telah dilakukan di berbagai direktorat dan di berbagai lembaga pemerintah, terutama di berbagai unit Kementrian Pendidikan Nasional.  Upaya pengembangan itu berkenaan dengan berbagai jenjang dan jalur pendidikan walaupun sifatnya belum menyeluruh. Keinginan masyarakat dan kepedulian pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa, akhirnya berakumulasi pada kebijakan pemerintah mengenai pendidikan budaya dan karakter bangsa dan menjadi salah satu program unggulan pemerintah, paling tidak untuk masa 5 (lima)  tahun mendatang.

Berdasarkan itu, peneliti mencatat gejala-gejala kenakalan remaja  sudah mulai masuk dalam proses pembelajaran. Guru sering mengeluh betapa sulitnya menghentikan anak yang menyontek, anak yang tidak bertanggung jawab atas tugas yang diberikan, anak tidak berdisiplin, kurang kreatif. Gejala seperti itu sudah merasuk di semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran bahasa Indonesia.

Anak yang sering melakukan pelanggaran karakter bangsa tersebut sering kali ulangan mendapat nilai  di bawah KKM. Bahkan anak-anak yang sering melanggar ketentuan karakter bangsa tersebut tidak mengerjakan tugas-tugasnya. Karena itu, kami sebagai guru melakukan penelitian tindakan kelas yang berkaitan dengan nilai karekter bangsa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan judul ” Upaya Peningkatan Nilai-Nilai Karakter Siswa  dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Respons Guru terhadap  Siswa Kelas VII  SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2011/2012”

 

B. Rumusan Masalah

Secara umum, permasalahan penelitian ini adalah “Bagaimanakah  meningkatkan nilai-nilai karakter bangsa pada saat pembelajaran bahasa Indonesia melalui respons guru terhadap  siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang? Adapun permasalahan penelitian ini secara khusus dapat dirumuskan dalam submasalah berikut.

  • Bagaimanakah meningkatkan nilai karakter siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui  respons guru terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang pada saat kegiatan pendahuluan pembelajaran?
  • Bagaimanakah meningkatkan nilai karakter bangsa  dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui  respons guru terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang pada saat kegiatan inti pembelajaran?
  • Bagaimanakah meningkatkan nilai karakter bangsa dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui  respons guru terhadap siswa kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang pada saat siswa kegiatan penutup pembelajaran?

 

C. Langkah-Langkah

 

Peningkatan karakter siswa melalui respons guru terhadap siswa kelas VII pada saat kegiatan inti pembelajaran bahasa Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut.

  • Karakter kerja keras mengalami peningkatan, di antaranya adalah, pertama, karakter siswa tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi. Peningkatan karakter  ini terjadi karena guru selalu membimbing siswa secara terus menerus dan selalu memotivasi para siswa tersebut agar tidak putus asa dalam menjajaki kompetensi dasar yang akan dikuasainya.
  • Kedua, karakter siswa tidak putus asa dalam mengerjakan tugas. Peningkatan karakter ini terjadi karena guru selalu memotivasi siswa dan menyiapkan beberapa buku referensi di kelas di antaranya buku wajib, buku penunjang dan kamus besar bahasa Indonesia.
  • Ketiga, karakter siswa selalu mengerjakan tugas secara mandiri atau secara kelompok dengan penuh tanggung jawab. Peningkatan karakter ini terjadi karena siswa diharuskan mengetahui materi yang dipelajari atau tugas yang dikerjakan secara mandiri. Siswa bisa memberikan alasan terhadap perolehan materi atau perolehan jawaban tersebut. (2) Karakter rasa ingin tahu mengalami peningkatan, di antaranya adalah siswa berani bertanya kepada guru atau bertanya kepada temannya. Peningkatan karakter ini terjadi karena guru yang membimbingnya dalam pembelajaran wajib memfasilitasi keinginan siswa terebut. Kekurangberanian siswa bertanya karena para siswa belum terbiasa melakukan tersebut dan masih banyaknya siswa yang mengejek temannya yang bertanya kepada guru atau kepada temannya pada saat pembelajaran. Motivasi guru kepada para siswa agar tidak mengejek temannya yang bertanya  kepada guru atau bertanya kepada temannya. Kegiatan seperti itu ternyata dapat meningkatkan keberanian siswa.  (3) Karakter kreatif  juga mengalami peningkatan, di antaranya adalah siswa  berani berpresentasi di depan teman-temannya. Peningkatan karakter ini karena guru  selalu mengingatkan betapa pentingnya kemampuan berbicara dalam kehidupan kita dan  siswa siswa  dilatih secara terus-menerus  berbicara  sampai membudaya. (4) Karakter komunikatif/bersahabat mengalami peningkatan, di antaranya adalah karakter siswa mau bekerja sama dalam kelompok, dan mau membantu teman kelompoknya. Peningkatan karakter ini terjadi karena guru selalu menyampaikan hasil catatan harian kepada para siswa dan guru selalu memotivasi siswa yang bunyinya “ kerja sama dalam kelompok diperlukan bagi siswa karena dengan belajar kelompok beban siswa yang semakin lama semakin berat menjadi ringan.” (5) Karakter  menghargai prestasi,  mengalami penigkatan juga, di antaranya adalah  menghormati hasil keputusan bersama. Peningkatan karakter ini terjadi karena  adanya kemauan siswa dalam menaati aturan bersama.  Kemauan itu tumbuh karena sering guru memotivasi siswa agar tidak mudah berubah sikap setelah sesuatu itu diputuskan.

 

D. Dampak Positif

 

Adapun dampak positif penelitian yang berjudul  Upaya Peningkatan Nilai-Nilai Karakter Siswa  dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Respons Guru terhadap  Siswa dalam peningkatan mutu guru, siswa dan sekolah adalah:  (1) para siswa bertambah disiplin dalam memasuki ruang belajar dalam kelas moving, (2) Para siswa berdisiplin dan bertanggung jawab atas kebersihan dirinya sendiri dan lingkungannya, (3) Para siswa setelah berlatih kejujuran dalam PBM membawa dampak posith dalam perilaku ulangan harian dan kehidupan sehari-hari. (4)   Siswa meningkat dalam pemfokusan pembelajaran. Ini merupakan upaya kerja keras para siswa, (5)  Para siswa  selalu menghargai teman lain, (6)  Peningkatan siswa dalam menjalankan ibadah erhadap Tuhan yang maha esa. (7) Guru selalu menyampaikan langkah-langkah pembelajaran yang pendahuluan, inti, dan penutup. Setiap langkah selalu memasukkan pendidikan karakter  tersebut sehingga pendidikan karakter terintegrasi dengan pembelajaran

 

E. Pembahasan

 

Pada bagian ini diuraikan hasil penelitian dikaetkan dengan  teori-teori yang menjadi acuan penelitian. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian pendahuluan bahwa penelitian ini difokuskan pada peningkatan pendidikan karakter siswa  pada  tahap pendahuluan, tahap inti dan tahap penutup dalam pembelajaran bahasa Indonesia  dengan  menggunakan jurnal menitan.

Sesuai dengan masalah penelitian, pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan melihat temuan penelitian yang mencakup  tiga bagian pembelajaran, yakni bagian pendahuluan yang di dalamnya mencakup:  (1) Karakter disiplin  dengan indikator: masuk kelas tepat waktu,  menjaga kebersihan, patuh menjalankan  aturan-aturan sekolah, tertib berbahasa lisan dan berbahasa tulis. (2)  Karakter jujur dengan indikator:   tidak menyontek,  kerja keras dengan indikator,  selalu fokus pada kompetensi Dasar. (4) Karakter kreatif  dengan  indikator:   bertanya terhadap materi pelajaran. (5) Relegius dengan indikator:  mengagumi kebesaran Tuhan  yang Maha Esa

Bagian inti pembelajaran mencakup karakter: (1) Karakter kerja keras dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi, tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas,  mengerjakan tugas secara mandiri/kelompok. (2) Karakter rasa ingin tahu dengan indikator: berani bertanya pada guru. (3) Karakter rasa ingin tahu  dengan indikator : berani menilai karya sendiri atau karya orang lain. (4) Karakter kreatif, dengan indikator: berani mengemukakan pendapat/presentasi. (5)  Karakter komunikatif/bersahabat dengan indikator: mau bekerja sama dalam kelompok, mau membantu teman kelompoknya.  (6) Karakter menghargai prestasi dengan indikator: menghormati hasil keputusan bersama.

Bagian penutup pembelajara mencakup : (1) Karakter kerja keras  dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan, mengerjakan semua tugas tersetruktur dengan tepat waktu mencapai, mengerjakan semua tugas mandiri tidak terstruktur dengan tepat waktu. (2) Karakter mandiri  dengan indikator:  mencari sendiri bahan/materi pembelajaran sebelum pembahasan KD. (3) Karakter relegius dengan indikator: mengagumi kebesaran Tuhan. (4)  Karakter disiplin dengan indikator: tertib dalam keluar kelas moving . (5) Karakter jujur dengan indikator: mengemukakan rasa senang atau tidak senang.

  • Peningkatan Karakter Siswa pada Tahap Pendahuluan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Sebagaimana dijelaskan pada bagian awal bahasan ini, tahap pendahuluan selalu diawali dengan berdoa, tanya jawab, penyampaian kompetensi dasar, dan langkah-langkah pembelajaran dengan melibatkan lima karakter siswa yang berupa: (1) Karakter disiplin  dengan indikator: masuk kelas tepat waktu,  menjaga kebersihan, patuh menjalankan  aturan-aturan sekolah, tertib berbahasa lisan dan berbahasa tulis. (2)  Karakter jujur dengan indikator:   tidak menyontek,  (3) Karakter kerja keras dengan indikator,  selalu fokus pada kompetensi Dasar. (4) Karakter kreatif  dengan  indikator:   bertanya terhadap materi pelajaran. (5) Relegius dengan indikator mengagumi kebesaran Tuhan.

Karakter disiplin ada  empat indikator, di anataranya: masuk kelas tepat waktu, menjaga kebersihan, patuh menjalankan aturan-aturan sekolah, dan tertib berbahasa lisan dan berbahasa tulis. Adapun temuan-temuan karakter disiplin pada penelitian ini sebagai berikut. Temuan Pertama,  masuk kelas tepat waktu. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan adanya pencatatan harian secara rutin oleh guru para siswa mulai disiplin dalam masuk kelas moving. Anak-anak setelah pergantian jam pelajaran langsung ke ruang kelas masing-masing walaupun ada keinginan membeli perlengkapan alat tulis, meminjam buku. Hal itu terjadi karena peneliti selalu menginformasikan kepada para siswa bahwa selalu ada pencatatan bagi siswa yang terlambat masuk kelas. Siswa diperbolehkan membeli alat tulis di koperasi sekolah setelah izin guru mata pelajarannya. Di samping seperti itu, peneliti menyarankan kepada para siswa agar  berangkat lebih pagi supaya tidak terlambat. Siswa yang terlmbat akan terganggu menerima pelajaran. Hal seperti itu diperkuat oleh Asmani (2009:90) bahwa  anak yang sering terlmbat masuk kelas akan dihantui ketakutan karena khawatir mendapat tegurun guru. Bahkan bisa mengancam keberadaan  siswa untuk belajar  di sekolah tersebut. Karena demikian, siswa harus bisa mengatur waktu dengan sebaik-baiknya. Temuan kedua, menjaga kebersihan. Temuan ini menunjukkan bahwa anak bertangung jawab atas dirinya sendiri dan lingkungannya jika anak tersebut diberi tugas yang jelas dan dipantau secara rutin. Hal ini dilakukan peneliti untuk membudayakan hudup bersih. Peneliti selalu menyarankan bahwa kebersihan sebagian dari iman dan orang yang tidak bersih tidak akan masuk surga. Hal ini diperkuat oleh Hadist yang diriwayatkan oleh Dailami. Menurut Marzoeki (1981:56) mengatakan bahwa Islam itu bersih, maka hendaklah kamu bersih pula. Sebab sesungguhnya, tidak akan masuk surga, melainkan orang yang bersih. Hal seperti itu selalu disampaikan kepada para siswa sebagai pengingat. Temuan  ketiga,  patuh menjalankan  aturan-aturan sekolah. Temuan ini menunjukkan  bahwa anak-anak selalu menaati aturan sekolah jika sangsi pelanggaran ditegakkan. Hal ini terbukti dengan penelitian ini. Siswa diberi tahu akan dicatat dan kemudian dijumlah sebagai pelanggaran sekolah. Temuan keempat, tertib berbahasa lisan dan berbahsa tulis. Tertib  berbahasa baik lisan maupun tulis merupakan bagian dari kedisiplinan siswa dalam berbahsa Indonesia. Dalam penelitian ini, peneliti mewajibkan siswa berdisiplin dalam menggunakan bahasa Indonesia. Siswa wajib berbahasa Indonesia saat berbicara dengan temannya atau dengan gurunya. Hal ini dilakukan supaya anak menjadi budaya berbahasa Indonesia yang tertib karena orang yang sukses menjadi penulis karena mereka selalu tertib. Hal seperti ini didukung oleh Leonhardt (2001:98) mengatakan bahwa  penulis sejati mempunyai rutinitas tulis-menulis yang berbeda-beda. Ini menunjukkan bahwa siswa pun akan menjadi anak yang berprestasi jika mau melakukan secara disiplin.

Karakter jujur dengan indikator tidak menyontek dalam mengerjakan. Temuan kelima, dalam penelitian ini adalah siswa sering mengerjakan apa saja pada saat pembelajaran selalu tidak jujur. Siswa kurang percaya diri dengan kemampuannya dan siswa lebih cenderung  menjawab pertanyaan dengan kata-kata yang  harus sama persis dengan aslinya. Karena siswa mempunyai pikiran seperti itu, setiap pertanyaan pretes atau tanya jawab pada kegiatan pendahuluan, siswa selalu menjawab pertanyaan dengan membaca tulisan yang ada di buku. Karena seperti itu, pada penelitian ini, peneliti mengharuskan para siswa menjawab pertanyaan dengan bahasanya sendiri. Siswa tidak diperkenankan menjawab pertanyaan dengan membaca tulisan. Siswa harus paham benar terhadap kompetensi dasar yang sudahdipelari. Pembiasaan seperti itu dalam penelitian ini membawa anak menjadi terbiasa atau membudaya. Siswa menjawab tanpa membaca buku atau tulisan. Karakter kejujuran ini ternyata membawa dampak positif terhadap ulangan harian. Para siswa percaya diri pada saat mengerjakan soal-soal ulangan.

Temuan keenam yang berkaitan dengan karakter kerja keras dengan indikator  selalu fokus pada kompetensi dasar. Dalam penelitian ini para siswa dalam proses pembelajaran bermacam-macam sikap. Ada siswa yang penuh perhatian terhadap kompetensi dasar, ada siswa yang kurang perhatian dalam memahami kompetensi dasar. Siswa kelas VII sebagian besar diam pada saat guru menjelaskan langkah-langkah pembelajaran. Siswa-siswa  yang diam tersebut ternyata ada yang diam untuk berpikir terhadap materi pelajaran ada juga diam tidak berpikir. Hal itu bisa diketahui oleh peneliti ketika mengajukan pertanyaan yang baru dibicarakan bersama. Siswa-siswa tersebut ternyata tidak fokus dalam belajar. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai guru sering mengingatkan  pada semua siswa agar fokus pada belajarnya dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara mendadak. Hal seperti ini bisa meningkatkan fokus para siswa yang sedang belajar. Peningkatan fokus belajar akan memberikan hasil belajar secara maksimal. Temuan seperti itu didukung oleh Asmani (2009:112) bahwa pemfokusan dalam belajar  akan menghasilkan kualitas belajar  yang tinggi juga bisa mengefisiensikan waktu. Bahkan dengan pemfokusan dalam belajar  dapat menyelesaikan permasalahan belajar walaupun permasalahan itu sulit.

Temuan ketujuh, yang berkaitan dengan karakter kreatif  dengan  indikatornya   bertanya terhadap materi pelajaran kepada guru atau siswa. Temuan ini menunjukkan bahwa para siswa di sekolah peneliti malu bertanya. Bahkan anak yang berani bertanya dibuat malu oleh teman-temannya. Karena terjadi seperti itu, peneliti berusaha memasukkan nilai karakter bangsa yang berkaitan dengan kreatif. Siswa harus mempunyai pikiran malu bertanya sesat di jalan. Hal seperti itu selalu disampaikan terus menerus oleh peneliti sebagai motivasi. Selain itu, peneliti menyarankan kepada siswa lain selalu menghargai temannya yang bertanya. Dengan adanya motivasi seperti itu, para siswa mulai berani bertanya terhadap materi yang dipelajarinya. Bahkan siswa menjadi biasa bertanya kepada guru atau kepada temannya terhadap materi yang belum dikuasai. Para  siswa melakukan seperti itu secara tidak langsung juga belajar bermasyarakat. Saling menerima dan memberi sehingga siswa merasa senang di sekolah. Temuan penelitian ini didukung oleh Asmani (2009: 96) mengatakan para siswa yang saling menerima dan memberi dalam pembelajaran menjadikan siswa tersebut senang dalam proses belajar mengajar di kelas.

Temuan kedelapan, yang berkaitan dengan karakter relegius dengan indikatornya  mengagumi kebesaran Tuhan. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa selalu berdoa sebelum pelajaran dimulai memberikan kesiapan siswa untuk lebih fokus dalam belajar. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena melihat para siswa masuk kelas moving dan duduk di tempatnya masing-masing selalu ramai dan tidak pernah siap menerima pengetahuan baru. Karena hal demikian, pemberlakuan berdoa tidak hanya pada jam pertama setiap hari tetapi setiap awal pelajaran baru. Kekuatan berdoa dalam kegiatan apapun tidak diragukan lagi. Ini terbukti berdoa merupakan senjata utama dalam spiritual dan dapat memudahkan guru menyampaikan kompetensi dasar dan siswa pun lebih tenang dalam menghadapi kesulitan. Otak  siswa tentu bisa melebihi komputer jika diasah dan mendapat intervensi dari yang maha kuasa. Temuan ini diperkuat oleh Aqib (2011:23) mengatakan bahwa kecanggihan otak  pasti melebihi komputer dan keberhasilan otak tersebut ada intervensi dari Tuhan yang maha Esa. Belajar sambil berdoa  adalah citraan kehambaan diri pada pencipta-Nya.

  • Peningkatan Karakter Siswa pada Tahap Inti Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pada bagian inti pembelajaran bahasa Indonesia selalu dengan langkah-langkah siswa bereksplorasi, siswa berdiskusi, siswa berpresentasi, siswa berelaborasi dan berkonfirmasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut selalu dimasuki karakter pendidikan, di anataranya ada ada lima karakter yang harus ditanamkan kepada siswa. Karakter-karakter tersebut adalah: (1) Karakter kerja keras dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi, tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas,  mengerjakan tugas secara mandiri/kelompok. (2) Karakter rasa ingin tahu dengan indikator: berani bertanya pada guru,  berani menilai karya sendiri atau karya orang lain. (3) Karakter kreatif, dengan indikator: berani mengemukakan pendapat/presentasi. (4)  Karakter komunikatif/bersahabat dengan indikator: mau bekerja sama dalam kelompok, mau membantu teman kelompoknya.  (5) Karakter menghargai prestasi dengan indikator: menghormati hasil keputusan bersama.

Karakter kerja keras ada  tiga indikator, di antaranya adalah:  tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi, tidak mudah putus asa dalam mengerjakan tugas,  dan mengerjakan tugas secara mandiri atau tugas kelompok. Adapun temuan-temuan karakter kerja keras sebagai berikut. Temuan pertama, tidak mudah putus asa dalam bereksplorasi. Temuan ini menunjukkan bahwa para siswa dalam bereksplorasi tidak mudah putus asa jika guru membimbing siswa secara terus menerus dan selalu memotivasi para siswa tersebut agar tidak putus asa dalam menjajaki kompetensi dasar yang akan dikuasainya. Siswa yang putus asa berarti akan mendekati kegagalan. Hal seperti itu diperkuan oleh Asmani (2009: 82) mengatakan bahwa setiap orang pasti pernah merasakan kegagalan. Kegagalan itu hal biasa. Mendapatkan nilai rendah atau tidak lulus adalah romantika berstudi. Semuanya harus dihadapi dengan tabah. Seorang yang tidak siap dengan kegagalan sering terlihat murung, sedih, bahkan berputus asa. Hal itu jika dilakukan terus akan mendekati kegagalan dalam belajar.Temuan kedua, tidak putus asa dalam mengerjakan tugas. Temuan ini menunjukkan para siswa terbiasa bekerja secara mandiri dan secara kelompok untuk mengerjakan tugas. Sebelum adanya motivasi  dari guru para siswa menunggu materi-materi yang diberikan oleh guru, tetapi setelah itu siswa mencari sumber sendiri dari berbagai referensi. Guru menyiapkan beberapa buku di kelas di antaranya buku wajib, buku penunjang dan kamus besar bahasa Indonesia. Bantuan-bantuan seperti itu sangat diperlukan siswa untuk mengtasi kusulitan mengerjakan tugas. Para siswa mampu mengerjakan tugas  dengan menggunakan buku-buku acuan. Hal ini ternyata lebih bermanfaat daripada materi diberi langsung oleh gurunya. Temuan ketiga, mengerjakan tugas secara mandiri atau secara kelompok. Temuan ini menunjukkan bahwa para siswa mengerjakan  tugas secara mandiri dapat meningkatkan intelektual para siswa karena siswa diharuskan mengetahui materi yang dipelajari atau tugas yang dikerjakan secara mandiri. Siswa bisa memberikan alasan terhadap perolehan materi atau perolehan jawaban tersebut. Bahkan para siswa dapat menjelaskan terjadinya perolehan jawaban tersebut. Selesai mengerjakan mandiri, para siswa tersebut mengerjakan secara kelompok untuk menguji  hasil kerjanya. Para siswa akhirnya memutuskan kebersamaan jawaban. Ada jawaban yang tidak digunakan dalam kelompok ada juga yang digunakan. Hal seperti ini dilakukan karena melatih siswa menghargai pendapat atau hasil temannya dan mengakui kebersamaan dengan norma-norma keilmuan. Di samping itu belajar berkelompok merupakan kebutuhan kehidupan sosial semua orang. Kebutuhan ini harus diasah dan dilatih. Temuan ini sesuai dengan pendapat Hartinah (2009:39) bahwa  setiap manusia bergabung dalam kelompok terjadi adanya  tuntutan pemenuhan kebutuhan primer, kebutuhan sosial, menyangkut kepentingan untuk memenuhi kebutuhan  utama, seperti berkominikasi, melakukan kegiatan bersama, keteraturan sosial, dan kontrol sosial.

Temuan keempat, yang berkaitan dengan karakter rasa ingin tahu dengan indikator  berani bertanya kepada guru atau bertanya kepada temannya. Temuan ini membuktikan bahwa keberanian bertanya para siswa kepada guru atau kepada temannya perlu dibudayakan karena dengan bernai bertanya akan memberikan kepercayaan kepada masing-masing siswa. Di samping itu, siswa bertanya adalah siswa yang mempunyai rasa ingin tahu kepada pengetahuan yang dipelajari. Guru yang membimbingnya dalam pembelajaran wajib memfasilitasi keinginan siswa terebut. Kekurangberanian siswa bertanya karena para siswa belum terbiasa melakukan tersebut dan masih banyaknya siswa yang mengejek temannya yang bertanya kepada guru atau kepada temannya pada saat pembelajaran. Hal seperti inilah yang perlu dibetulkan oleh peneliti/guru.  Peneliti memberi pengarahan/motivasi kepada para siswa agar tidak mengejek temannya yang bertanya  kepada guru atau bertanya kepada temannya. Hal ini dilakukan seperti pada kegiatan pendahuluan.

Temuan kelima, berkaitan karakter kreatif dengan indikatornya  berani berpresentasi di depan teman-temannya. Temuan membuktikan bahwa karakter berani berbicara di depan teman-temannya secara formal perlu dibudayakan karena tanpa membiasakan seperti itu para siswa semakin tidk berani berbicara di depan umum. Siswa perlu dilatih secara terus-menerus  berbicara seperti itu agar membudaya. Penelitian ini membuktikan banyaknya latihan mengemukakan  pendapat mengakibatkan para siswa berani berpresentasi secara ilmiah dengan kepercaya yang tinggi.Bahkan siswa yang sudah berani berpresentasi membawa kebanggaan tersendiri bagi siswa tersebut. Temuan ini diperkuat oleh Joyce Wycoff (2002:145) bahwa  kemampuan berkomunikasi kepada kelompok orang bisa  mengubah karier serta kemampuan dalam mencapai tujuan dan impian.  Kemampuan berbagi  informasi, pengalaman dan antusiasme kita dengan orang lain kini semakin penting. Dengan demikian, siswa dalam pembelajaran perlu dikembangkan karakter ingin tahu, khususnya menyampaikan pikirannya kepada orang lain/presentasi.

Temuan keenam,  berkaitan dengan karakter komunikatif/bersahabat dengan indikator mau bekerja sama dalam kelompok, dan mau membantu teman kelompoknya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kerja sama dalam kelompok diperlukan bagi siswa karena dengan belajar kelompok beban siswa yang semakin lama semakin berat menjadi ringan. Dalam upaya peningkatan karakter siswa dalam pembelajaran ini diharapkan siswa bisa menerima dan memberi apa yang diketahui, apa yang dimiliki dimiliki oleh siswa yang berkaitan dengan mempelajari komepetensi dasar tersebut. Keja sama merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh siswa karena dalam kerja sama itu selalu ada  komunikasi antarsiswa. Komunikasi merupakan hak semua siswa dalam belajar. Menurut Hartinah (2009:49) menjelaskan hubungan antarmanusia terbentuk melalui pesan yang disampaikannya melalui perilaku, baik perilaku verbal (melalui ucapan atau tulisan) maupun non-verbal (melalui gerakan-gerakan tubuh). Dengan demikian pendapat itu mendukung hasil penelitian ini.

Temuan ketujuh, berkaitan dengan karakter menghargai prestasi dengan indikator: menghormati hasil keputusan bersama. Temuan ini membuktikan bahwa memegang teguh hasil kerja sama perlu ditingkatkan oleh siswa karena banyak siswa yang keluar dari keputusan bersama justru mebuat kegaduhan kelas. Siswa menjadi tidak aman hanya dikarenakan ada beberapa siswa yang membelot dari keputusan bersama. Berdasarkan itu, peneliti sebagai guru membudayakan karakter mencintai prestasi. Hasil diskusi merupakan hasil keputusan bersama. Karena itu, para siswa harus dilatih menghormati keputusan tersebut. Jika anak tidak setuju dengan hasil keputusan tersebut, siswa tersebut bisa memberi alasan yang logis. Temuan penelitian seperti ini didukung oleh Hartinah (2009:75) menyatakan bahwa keputusan yang dihasilkan merupakan produk kesepakatan anggota-anggota kelompok untuk melakukan sesuatu dan biasanya merupakan hasil pemilihan dari beberapa kemungkinan yang berbeda. Tidak semua keputusan berasal dari masalah yang sangat berat, beberapa masalah kecil pun menuntut  penentuan keputusan. Berdasarkan pendapat itu, peneliti perlu menekankan bahwa  menghormati  hasil keputusan bersama perlu dibudayakan dalam pembelajaran di kelas.

  • Peningkatan Karakter Siswa pada Tahap Penutup Pembelajaran Bahasa Indonesia

Pada bagian penutup pembelajaran bahasa Indonesia, guru selalu menyimpulkan atau membuat rangkuman pembelajaran, melakukan refleksi pembelajaran berupa pertanyaan-pertanyan pendalaman, menyampaiakn tugas terstruktur, dan tugas mandiri tidak berstruktur, serta merencanakan pembelajaran untuk pertemuan berikutnya.Dalam pembelajaran tahap penutup ini guru memesukakan karakter bangsa yang berupa :  (1) Karakter kerja keras  dengan indikator:  tidak mudah putus asa dalam menghadapi kesulitan, mengerjakan semua tugas tersetruktur dengan tepat waktu mencapai, mengerjakan semua tugas mandiri tidak terstruktur dengan tepat waktu. (2) Karakter mandiri  dengan indikator:  mencari sendiri bahan/materi pembelajaran sebelum pembahasan KD. (3) Karakter relegius dengan indikator: mengagumi kebesaran Tuhan. (4)  Karakter disiplin dengan indikator: tertib dalam keluar kelas moving . (5) Karakter jujur dengan indikator: mengemukakan rasa senang atau tidak senang.

Karakter  kerja keras ada  tiga indikator, di antaranya adalah tidak putus asa dalam  menghadapi kesulitan, mengerjakan semua tugas terstruktur dengan tepat  waktu, mengerjakan semua tugas mandiri tidak struktur dengan tepat waktu. Temuan pertama, berkaitan dengan karakter kerja keras dengan indikator  tidak mudah putus asa  dalam menghadapi kesulitan, mengerjakan tugas terstruktur dan tugas mandiri tidak terstruktur. Temuan ini menyatakan bahwa karakter kerja keras perlu dibangun siswa mulai awal sampai akhir pembelajaran karena sepanjang belajar siswa bekerja keras baik secara mandiri maupun secara kelompok. Kesulitan-kesulitan selalu ada dalam setiap pembelajaran. Kehadiran guru dalam membimbing karakter ini sangat dibutuhkan oleh siswa karena gurulah yang akan mengarahkan kegiatan positif  pada siswa tersebut. Siswa dalam mengerjakan tugas terstruktur dan tugas mandiri tidak terstruktur sering tidak disiplin karena siswa tersebut belum terbiasa kerja keras. Berbeda dengan para siswa setelah diadakan upaya peningkatan karakter, para siswa selalu mengerjakan tugasnya tepat waktu. Hal ini terbukti, setiap pengumpulan tugas tidak ada satu pun anak yang tidak mengumpulkan. Dengan adanya hasil seperti penelitian ini, para guru mata pelajaran lain perlu menerapkan peningkatan karakter siswa dalam pembelajaran.

Temuan kedua, berkaitan dengan karakter mandiri dengan indikatornya  mencari sendiri bahan/materi  pembelajaran sebelum pembahasan KD. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang mau mempersiapkan materi sebelum pembahasan KD ternyata lebih menguasai pembelajaran. Siswa yang siap menerima pembelajaran adalah siswa yang sudah biasa  mencari materi pelajaran  secara mandiri. Karakter seperti ini sangat diperlukan bagi pembelajaran karena dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Temuan ketiga, berkaitan dengan karakter relegius dengan indikator mengagumi kebesaran Tuhan. Temuan penelitian ini menyatakan bahwa siswa adalah hamba Allah yang setiap saat harus ingat kepada yang yang kuasa. Hal inilah yang mendasari penerapan karakter pada akhir pembelajaran. Kita bersyukur kepada Allah atas segala rahmat yang diberikannya. Kegiatan seperti ini untuk mengakhiri pembelajaran.

Temuan keempat,  berkaitan dengan karakter disiplin dengan indikator terib keluar kelas moving. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa anak sebelum penelitian berlangsung, keluar dari kelas moving  selalu ingin dulu. Anak putri selalu kalah setiap keluar runag kelas moving. Hal seperti ini menjadi siswa tidak tertib  waktu keluar dari kelas moving. Setelah dilaksanakan penelitian dengan menerapkan pendidikan karakter siswa  dalam pembelajaran bahasa Indonesia, para siswa menjadi tertib keluar dari kelas moving. Pengarahan  guru pada saat memotivasi siswa agar tertib saat keluar dari kelas dilaksanakannya. Anak  bergantian keluarnya. Minggu ganjil anak putri dan minggu genap anak putra atau sebaliknya.

Temuan kelima, berkaitan dengan karakter kejujuran dengan indikatornya mengemukakan rasa senang atau tidak senang. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa sudah jujur dalam menyampaikan isi hatinya. Para siswa mengerjakan ulangan sudah berdasarkan pikirannya sendiri. Anak-anak sudah tidak mau menyontek lagi dalam ulangan. Hal seperti ini perlu dikembangkan terus oleh guru untuk meningkatkan kejujuran siswa.

MAKALAH PENINGKATAN PEMBELAJARAN MEMBACA CEPAT DENGAN METODE MF

Makalah ini Ringkasan dari PTK yang lolos presentasi di Kemdikbud Jakarta untuk Kenaikan Pangkat ke IV d

A. Pendahuluan

 

Membaca merupaan kegiatan yang sering dilakukan oleh semua siswa mulai dari SD sampai dengan perguruan tinggi bahkan semua orang selalu membaca baik di rumah, di kantor  maupun di perjalanan. Membaca yang dilakukan oleh hampir semua orang di luar rumah adalah membaca pengumuman, membaca papan nama di pinggir jalan baik yang berkaitan dengan sebuah usaha maupun kantor. Sedangkan membaca yang sering dilakukan oleh orang ketika di rumah adalah tulisan bergerak di televisi. Semua kegiatan membaca tersebut harus dilakukan dengan cepat karena tulisannya bergerak jika di televisi atau orangnya yang bergerak jika dalam perjalanan. Orang yang membaca seperti itu harus bisa membaca cepat dan orang yang bisa membaca cepat  akan banyak memperoleh informasi.

Kegiatan membaca di sekolah secara langsung menjadi tanggung jawab semua guru mata pelajaran karena berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2009  Pasal 21 ayat 2 (2007:16) menyatakan bahwa pelaksanaan  proses pembelajaran dilakukan dengan  mengembangkan budaya membaca dan menulis. Berdasarkan itu, semua guru wajib melaksanakan kegiatan membaca dan menulis dalam pembelajaran di kelas karena Peraturan Pemerintah tersebut berlaku untuk semua proses pembelajaran di kelas mulai dari SD sampai Sekolah Menengah Atas.

Agar cepat memperoleh informasi, siswa perlu dilatih bagaimana membaca cepat yang tepat. Karena demikian maka guru bahasa Indonesia wajib membimbing siswanya sesuai dengan jenis membaca. Menurut  Depdiknas (2006:1) bahwa ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa  yang salah satunya adalah keterampilan membaca. Keterampilan membaca dalam bahasa Indonesia dikelompokkan menjadi membaca intensif, membaca teknik, dan membaca cepat. Ketiga jenis membaca itu wajib diajarkan oleh guru secara seimbang.  Tugas membaca intensif sering diberikan guru kepada siswa di tingkat  sekolah lanjutan pertama, dan sekolah lanjutan atas, sedangkan tugas membaca teknik sering diberikan guru kepada siswa  di Sekolah Dasar. Adapun tugas membaca cepat ternyata  jarang diberikan guru kepada siswa SD, SMP, maupun SMA. Padahal kedudukan membaca cepat sekarang ini strategis karena hampir semua informasi disebarkan secara cepat melalui internet, radio maupun televisi. Kalau siswa tidak diajarkan cara membaca cepat, siswa Indonesia akan ketinggalan informasi sehingga siswa Indonesia semakin lama semakin jauh dari kemajuan zaman.

Untuk mengetahui mengapa guru jarang melaksanakan pembelajaran membaca cepat, kami sebagai guru bahasa Indonesia mendata permasalahan yang ada pada guru tersebut.  Di antara permasalahan itu adalah  (1) guru sulit menggunakan cara yang tepat untuk melatih saiswa membaca cepat, (2) alat yang digunakan untuk membaca cepat hanya jam atau stopwat saja dan alat itu hanya sebagai sarana untuk menghitung waktu saja, tetapi  alat yang berupa metode yang digunakan untuk latihan membaca cepat sulit didapat (3) Sulit mengarahkan siswa ketika menggunakan teknik membaca cepat yang sudah ada karena sulit pengontrolannya.

Karena  beberapa hal tersebut, peneliti sebagai guru bahasa Indonesia ingin menerapkan pesan yang ada dalam kurikulum tersebut dengan benar. Akhirnya peneliti  mempelajari berbagai teori  membaca cepat, di antaranya menurut  Soedarso (2006) bahwa siswa harus menghindari vokalisasi, gerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk dengan jari, regresi. Adapun menurut  Harjasujana (1988:7.6) pola membaca cepat dapat dilakukan dengan  pola vertikal, pola diagonal, pola zigzag, pola spiral, pola blok, dan pola horisontal.

Berdasarkan teori-teori itu, kami sebagai guru/peneliti memutuskan bahwa peningkatan pembelajaran membaca cepat akan berhasil pada pembelajaran di SMP Negeri 2 Ngimbang jika menggunakan metode membaca frase. Karena peneliti sebagai guru bahasa Indonesia di kelas VII maka penelitian ini dilakukan di kelas tujuh semester pertama dengan judul ”Peningkatan Pembelajaran Membaca Cepat dengan Metode Membaca Frase Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2011/2012.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran membaca cepat di kelas VII semester pertama  perlu dilatihkan guru kepada siswa untuk menyimpulkan  teks bacaan sebagaimana yang disarankan oleh kompetensi dasar dalam standar isi yang berbunyi: “Menyimpulkan isi suatu teks dengan  membaca cepat 200 kata per menit”. Berdasarkan itu maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

  • Bagaimanakah meningkatkan pembelajaran membaca cepat dengan metode MF pada tahap pra-membaca  siswa kelas VII semester pertama SMP Negeri 2 Ngimbang tahun pelajaran 2011/2012?
  • Bagaimanakah meningkatkan pembelajaran membaca cepat dengan metode MF pada tahap saat-membaca  siswa kelas VII semester pertama SMP Negeri 2 Ngimbang tahun pelajaran 2011/2012?
  • Bagaimanakah meningkatkan pembelajaran membaca cepat dengan metode MF pada tahap pasca-membaca  siswa kelas VII semester pertama SMP Negeri 2 Ngimbang tahun pelajaran 2011/2012?

C. Langkah-Langkah

Tahap Pra-Membaca

  1. guru memotivasi siswa dengan cara memberikan contoh atau model orang lain,
  2. guru bertanya jawab tentang topik bacaan yang akan dibaca sebagai pertanyaan awal untuk menautkan pengetahuannya dengan isi bacaan,
  3. guru menyampaikan KD, indikator/tujuan pembelajaran dan materi pokok untuk memfokuskan apa yang harus dikuasai dalam pembelajaran tersebut.

Tahap Saat Membaca

  1. guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual dengan memandu pergerakan mata secara langsung secara cepat baik pandangan ke kiri maupun ke kanan,
  2. guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca ayunan visual menggunakan media powerpoint, yang waktu membaca sudah diprogram sesuai dengan bukti nyata kecepatan membaca siswa. Latihan pertama dengan waktu yang lebih lama, latihan kedua waktunya dikurangi dan seterusnya. Setelah satu teks selesai dibaca, guru menguji daya ingat para siswa melalui pertanyaan-pertanyaan,
  3. guru melatih siswa membaca cepat dengan membaca konseptual. Waktu yang digunakan latihan membaca juga berdasarkan kemampuan awal membaca cepat. Latihan pertama waktunya lebih lama jika dibandingkan dengan latihan berikutnya,
  4. penilaian membaca cepat yang dapat meningkatkan hasil menggunakan soal uraian. Soal ini juga dapat meningkatkan daya nalar dan kreativitas siswa,
  5. Setelah penilaian selesai, guru perlu memberikan konfirmasi kepada siswa. Konfirmasi yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah konfirmasi yang tulis, yang terbuka atau tidak dibuat-buat.

D. Dampak Positif

Adapun dampak penelitian yang berjudul  Peningkatan Pembelajaran Membaca Cepat dengan Metode Membaca Frase terhadap siswa, guru dan sekolah adalah:  (1) siswa bisa menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri tanpa mengikutkan kepalanya bahkan membaca dengan cepat pandangan dari atas ke bawah. (2) Guru selalu menyampaikan tujuan pembelajaran pada setiap awal KBM. Kegiatan ini ternyata dapat memfokuskan pikiran dalam mempelajari suatu materi atau suatu topik. Bahkan para siswa dapat mencari bahan sendiri setelah mengetahui tujuan-tujuan pembelajaran tersebut.

E. Pembahasan

Pembahasan  hasil penelitian ini difokuskan pada  hasil yang telah dideskripsikan dan dikaetkan dengan teori-teori yang  menjadi acuan. Karena penelitian ini difokuskan  pada peningkatan kemampuan membaca cepat dengan metode membaca frase maka tiap baasan juga berkaitan dengan tahapan membaca cepat yang berupa pra-membaca, saat-membaca, dan pasca-membaca. Selain itu, peneliti membahas juga bersadarkan masalah penelitian.

Berdasarkan temuan hasil penelitian yang dikaetkan dengan masalah penelitian maka pembahasan penelitian ini dilakukan dengan melihat temuan penelitian. (1) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap pra-membaca, (2) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap saat-membaca, (3) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap pasca-membaca.

1. 1 Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca Cepat dengan Metode MF pada Tahap Pra-Membaca

Pada tahap ini dibahas  bagian-bagian yang ada dalam kegiatan pendahuluan (pra-membaca cepat). Temuan-temuan pada tahap pra-membaca cepat sebagai berikut.

Temuan penelitian pertama, guru memotivasi siswa untuk membaca cepat. Temuan ini menunjukkan bahwa anak yang sebelum membaca cepat diberi motivasi guru dengan cara memberikan contoh orang yang sudah berhasil dalam membaca cepat menambah gairah belajar anak, misalnya  para ilmuwan, para cendekiawan yang terkenal selalu membaca cepat. Bahkan, guru memberi contoh pada orang-orang yang membaca surat kabar baik di rumah maupun di kantor. Rata-rata orang tersebut tidak lebih dari sepuluh menit membacanya, selesailah empat puluh halaman surat kabar  dibaca.  Selain itu, membaca cepat bermanfaat bagi siswa untuk memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Hal ini sesuai pendapat Subiantoro (2004:2) bahwa membaca cepat tersebut  akan bermanfaat pada siswa karena siswa memiliki banyak waktu  untuk bisa mengakses, yang pada akhirnya  akan menambah pengetahuan siswa.

Temuan kedua, guru mengajukan pertanyaan  untuk  menggali pengetahuan siswa pada topik yang akan dibacanya.  Temuan ini menunjukkan bahwa dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan  berkaitan dengan topik bacaan ternyata memberi semangat siswa untuk melakukan kegiatan membaca cepat dan mempermudah siswa dalam  menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks bacaan itu.  Temuan ini didukung oleh  Pearson (1085) dalam Burns (1996:215), yang menyatakan bahwa pertanyaan  pra-membaca  difokuskan untuk  memprediksi dan menghubungkan teks dengan pengalaman awal siswa. Untuk menghubungkan pengalaman awal siswa  dengan teks, guru bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan  tentang detil  yang dihubungkan dengan masalah-masalah, tujuan, usaha untuk mengatasi masalah, reaksi pelaku, penyelesaian dan tema.

Temuan ketiga,  guru  menyampaikan kompetensi dasar, tujuan dan materi pelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan disampaikannya kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran dapat memfokuskan pembelajaran siswa. Para siswa dan guru menganalisis kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran tersebut. Di samping itu, pada pra-membaca guru lebih tepat membahas materi pokok yang akan dikuasai siswa baik berupa materi konsep, prosedur, maupun fakta. Temuan ini jika dibandingkan dengan siswa yang tidak diberitahukan  KD dan tujuan sebelum kegiatan inti sangat berbeda. Para siswa sebelumnya pada saat latihan membaca konseptual banyak mengalami kesalahan, tetapi setelah  disampaikan KD, tujuan, dan materi pokok nilainya meningkat.

Temuan penelitian pada pra-membaca yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah : (1) guru memotivasi siswa dengan cara memberikan contoh atau model orang lain, (2) guru bertanya jawab tentang topic bacaan yang akan dibaca sebagai pertanyaan awal untuk menautkan pengetahuannya dengan isi bacaan, (3) guru menyampaikan KD, indikator/tujuan pembelajaran dan materi pokok untuk memfokuskan apa yang harus dikuasai dalam pembelajaran tersebut.

  1. 2. Pembelajaran untuk Meningkatkan Membaca  Cepat dengan Metode MF pada Tahap Saat-membaca

Pembahasan pada tahap inti pembelajaran atau pada saat-membaca difokuskan  pada temuan penelitian yang berkaitan dengan latihan ayunan visual, latihan membaca dengan ayunan visual, latihan membaca konseptual, penilaian membaca cepat, pemberian penguatan pada kegiatan saat-membaca.

Temuan pertama, guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual. Latihan ini sangat membantu siswa dalam latihan secara  mekanik (gerak mata) karena para siswa selama sekolah berlum pernah dilatih secara langsung tentang pandangan mata pada saat membaca cepat. Para siswa sebelumnya, kepala  masih bergerak ke kiri ke kanan, komat kamit bibirnya saat membaca, bahkan selalu membaca keras  sehingga menggangggu siswa lain. Selain itu,  para siswa masih terbiasa membaca seperti itu berkecenderungan lama sekali membacanya dan sedikit sekali informasi yang diperolehnya. Temuan pada bagian ini,  siswa bisa menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri tanpa mengikutkan kepalanya bahkan membaca dengan cepat pandangan dari atas ke bawah. Latihan  pertama sampai dengan kelima pada siklus I  menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan bahkan mengatakan tidak ada hasilnya. Hal ini diketahui setelah latihan membaca ayunan visual. Pada latihan ayunan visual berikutnya, guru memberikan aba-aba melihat titik-titik pada media yang sudah disiapkan tersebut secara terus menerus selama lima menit. Akhirnya, latihan ini berhasil. Para siswa yang awalnya 95 % membaca dengan menggerakkan kepalanya, dan bersuara, ternyata setelah latihan ayunan visual berkurang menjadi  20 % . Temuan penelitian ini didukung oleh Harjasujana (1988:8.6) bahwa para siswa yang mau berlatih membaca cepat dengan  ayunan visual terbukti hasilnya sangat memuaskan.

Temuan kedua, guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca  dengan ayunan visual. Latihan ini dilakukan untuk memadukan gerakan mata yang sudah diterapkan pada latihan ayunan visual dengan kegiatan membaca.  Ini dilakukan supaya siswa membaca dengan cepat, yang tempat pandangan matanya sudah ditentukan oleh noktah-nokta (titik-titik)  di atas kelompok kata. Siswa langsung membaca ke kanan atau ke  kiri pada titik-titik tersebut. Latihan ini merupakan kelanjutan dari latihan ayunan visual. Latihan pada kegiatan  yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah latihan secara terus menerus tanpa melihat bagian belakang. Latihan ini mengggunakan media pembelajaran power point, yang berisi kelompok kata (frase) yang ditata ke bawah dengan frase yang mirip. Siswa tidak diperkenankan membaca kembali bagian yang sudah dilewatinya. Jika satu teks yang ada di media tersebut selasai dibaca dengan latihan membaca  ayunan visual ini guru bertanya kepada  siswa tentang isi bacaan itu. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mempercepat pemahaman siswa dalam membaca cepat. Pada siklus pertama dan kedua siswa bisa menjawab 50 % pertanyaan yang diajukan oleh guru setelah membaca dengan ayunan visual. Pada siklus III guru mengubah strategi bertanya, yang awalnya pertanyaan disampaikan setelah latihan membaca dengan ayunan visual, pada siklus ini pertanyaan secara tertulis diberikan siswa untuk dibaca, dipahami oleh siswa. Akhirnya latihan membaca cepat dengan ayunan visual ini hasilnya meningkat menjadi 80 % siswa berhasil menjawab dengan waktu yang sama dan bacaan berbeda.

Temuan ketiga, guru memberi latihan membaca konseptual. Latihan ini sudah pada situasi membaca sebenarnya. Siswa diberi lembaran teks bacaan tanpa diberi tanda apa pun. Siswa disuruh membaca dengan waktu satu menit setiap dua ratus kata.  Temuan ini menunjukkan ada peningkatan kemampuan membaca setelah siswa diberi latihan lima kali membaca konseptual. Pada siklus I latihan siswa membca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 54 %, pada siklus II latihan siswa membaca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 65 %, sedangkan pada siklus III latihan siswa membca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 72 %. Dengan demikian, latihan membaca konseptual siklus III yang paling berhasil meningkatkan membaca cepat siswa. Adapun strategi latihan yang dapat meningkatkan membaca cepat pada siklus III  adalah guru memfokuskan pikiran siswa pada topik bacaan sebelum membaca cepat dengan cara  menyampaikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan serta melatih siswa secara nyata pada kemampuan membaca cepat. Pada bagian ini, guru mengatur waktu latihan membaca konseptual  dengan ketentuan: latihan pertama waktunya lebih lama dibanding dengan latihan kedua. Pengaturan seperti itu dilakukan sampai latihan kelima. Pada latihan kelima, siswa sudah membaca cepat sesuai dengan ketentuan kurikulum, yakni setiap satu menit siswa menyelesaikan membaca 200 kata, saelesai membaca siswa diberi pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan.

Temuan keempat, guru memberi penilaian hasil membaca cepat. Temuan ini menunjukkan bahwa, soal pilihan ganda lebih sulit dikerjakan siswa daripada soal uraian. Ini terbukti pada penilaian yang menggunakan soal pilihan ganda,  nilainya  lebih rendah jika dibandingkan dengan soal uraian. Hasil penilaian menunjukkan rata-rata ulangan harian membaca cepat pada siklus I dengan soal pilhan ganda  nilai UH kelas VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E mencapai 62 %, Siklus II dengan soal pilihan ganda rata-rata nilai UH mencapai 67 %, sedangkan pada siklus III dengan soal uraian mencapai 80 % dengan ketercapaian tiap kelas VII A mencapai 82 %, Kelas VII B mencapai 79 %, Kelas VII  C mencapai 78 %, kelas VII D mencapai 79 %, dan kelas VII E mencapai 80 %.  Selain itu, soal uraian dapat meningkatkan daya nalar siswa karena siswa menjawab pertanyaan setelah membaca cepat tersebut beragam.

Temuan kelima, guru memberi konfirmasi positif terhadap hasil siswa. Pada kegiatan ini guru dan siswa berbicara secara terbuka tentang hasil membaca cepat, mulai proses pembelajaran sampai penilaian. Temuan ini menunjukkan bahwa keterbukaan guru dalam memberi masukan siswa ternyata dapat menambah kekuatan positif pada siswa karena siswa yang sebelumnya tidak mau mengutarakan kesulitan belajar, pada tahap ini siswa menyampaikan kesulitan belajar. Begitu juga siswa yang berhasil membaca cepat berani menyampaikan pengalamannya kepada teman lain melalui tahap konfirmasi tersebut.

Dengan demikian tahap saat-membaca  yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah (1) guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual dengan memandu pergerakan mata secara langsung secara cepat baik pandangan ke kiri maupun ke kanan, (2) guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca ayunan visual menggunakan media powerpoint, yang waktu membaca sudah diprogram sesuai dengan bukti nyata kecepatan membaca siswa. Latihan pertama dengan waktu yang lebih lama, latihan kedua waktunya dikurangi dan seterusnya. Setelah satu teks selesai dibaca, guru menguji daya ingat para siswa melalui pertanyaan-pertanyaan, (3) guru melatih siswa membaca cepat dengan membaca konseptual. Waktu yang digunakan latihan membaca juga berdasarkan kemampuan awal membaca cepat. Latihan pertama waktunya lebih lama jika dibandingkan dengan latihan berikutnya, (4) penilaian membaca cepat yang dapat meningkatkan hasil menggunakan soal uraian. Soal ini juga dapat meningkatkan daya nalar dan kreativitas siswa, (6) Setelah penilaian selesai, guru perlu memberikan konfirmasi kepada siswa. Konfirmasi yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah konfirmasi yang tulis, yang terbuka atau tidak dibuat-buat.

 

  1. 3. Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca Cepat dengan Metode MF pada Tahap Pasca-membaca

 

Pembahasan pada bagian penutup pembelajaran atau pada pasca-membaca difokuskan  pada temuan penelitian yang berkaitan dengan kegiatan refleksi guru dan siswa, penyimpulan pembelajaran, dan perencanaan berikutnya. Temuan pada tahap ini sebagai berikut.

Temuan pertama, temuan ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan refleksi. Pada kegiatan ini guru dan siswa membahas apa yang sudah diperoleh dalam membaca cepat dan apa yang belum diperoleh dalam membaca cepat tersebut. Guru membuat pertanyaan  untuk membimbing siswa dalam kegiatan refleksi ini. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat meningkatkan kegiatan membaca cepat berupa pertanyaan tertulis. Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Para siswa tidak mencantumkan identitasnya. Tujuannya agar para siswa  berani mengutarakan  semua yang diperoleh dalam pembelajaran membaca cepat tersebut.

Temuan  kedua, temuan ini berkaitan dengan menyimpulkan kegiatan membaca cepat. Pada saat menyimpulkan kegiatan membaca,  guru menggunakan berbagai cara mulai dari tugas siswa secara langsung tanpa bimbingan, guru menyimpulkan secara langsung, sampai pada membimbing siswa menyimpulkan kegiatan dengan pertanyaan terbimbing. Temuan dalam penelitian ini yang dapat meningkatkan hasil adalah guru membimbing siswa menyimpulkan kegiatan dengan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang sifatnya mengarahkan siswa pada penyimpulan kegiatan merupakan yang paling disenangi siswa dalam kegiatan ini.

Temuan  ketiga,  perencanaan kegiatan berikutnya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan yang berkaitan dengan pembelajaran berikutnya dapat meningkatkan hasil jika siswa dilibatkan dalam penentuan indikator dan langkah-langkah pembelajaran atau strategi belajarnya.

PENINGKATAN PENGGUNAAN KALIMAT EFEKTIF PADA PEMBELAJARAN MENULIS MEMO DENGAN METODE ANALISIS SINTAKTIS SISWA KELAS VII SEMESTER KEDUA SMP NEGERI 2 NGIMBANG TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Makalah ini Ringkasan dari PTK yang lolos presentasi di Kemdikbud Jakarta untuk Kenaikan Pangkat ke IV d

  1. Pendahuluan

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang harus dikuasai oleh semua siswa di sekolah. Baik bahasa resmi maupun bahasa tidak resmi.  Penggunaan bahasa Indonesia tidak resmi sudah tidak disangsikan lagi karena anak-anak kecil yang belum sekolah pun sudah diajari  menggunakan bahasa Indonesia oleh orang tuanya. Bahasa mereka adalah bahasa sehari-hari, bahasa pergaulan. Mereka sudah lancar menggunakan bahasa Indonesia. Kelancaran penggunaan bahasa Indonesia tersebut memudahkan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (2007:1) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran bahasa Indonesia bagi peserta didik agar memiliki kemampuan: (1) berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, (3) memahami bahasa Indonesia dan menggunakan dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan, (4)  menggunakan bahasa Indonesia  untuk eningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial, (5)  menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahsa, (5) menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Berdasarkan itu, pembelajaran bahasa Indonesia ditekankan pada kemampuan siswa dalam berbahasa,  baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Penggunaan bahasa tersebut di dalamnya memperhatikan  bahasa yang efektif, bahasa yang komunikatif, beretika, mempunyai rasa bangga, kreatif, meningkatkan budi pekerti, berbudaya, dan santun

Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, bahasa tidak resmi sudah tidak disangsikan lagi, tetapi penggunaan bahasa Indonesia resmi masih mengalami kendala yang cukup serius. Para siswa banyak yang terpengaruh bahasa lisan, bahasa sehari-hari padahal bahasa yang diikuti dalam kehidupan sehari-hari tersebut, tidak semuanya  berdasarkan kaidah bahasa Indonesia yang benar. Guru sebagai pendidik di kelas selalu menjumpai kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan salah pengertian bagi peserta didik lainnya, akhirnya terjadi kekacauan dalam berbahasa Indonesia.

Karena seringnya siswa mengalami kekacauan  dalam berbahasa resmi tersebut, guru  mendata kompetensi dasar bahasa Indonesia yang berkaitan dengan penggunaan bahasa resmi tersebut. Penggunaan bahasa resmi selalu ditandai dengan penggunaan bahasa yang benar dan efektif.   Dalam Kurikulum berbasis Kompetensi, terutama Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia banyak  KD yang bersyarat kalimat efektif. Pada kelas VII SMP, Kompetensi dasar yang mengandung  pilihan kata dan bahasa yang efektif ada empat KD, di antaranya adalah:  2.1 menceritakan pengalaman  yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif (keterampilan berbicara),  4.3 Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik, dan benar (keterampilan menulis),  10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun,  12.2 Menulis pesan singkat sesuai dengan isi, dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun. (keterampilan menulis). Keempat kompetensi dasar tersebut mengsyaratkan bahwa siswa kelas VII harus mampu menggunakan bahasa efektif dalam berbahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulis.

Pengalaman guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara, dari  175 siswa kelas VII tidak ada satu pun siswa yang mempu menggunakan bahasa Indonesia yang berdasarkan kaidah bahasa Indonesia yang benar, dalam ini menggunakan bahasa yang efektif. Guru dalam pembelajaran di kelas VII  pada tahun yang lalu menglami kesulitan pembelajaran kalimat efektif dalam keterampilan berbicara, terutama kompetensi dasar  menceritakan pengalaman yang mengesankan, dan bertelepon, menulis pesan singkat dan menulis pengumuman.

Berdasarkan pengalaman itu, guru menggunakan urutan KD yang diawali dari keterampilan menulis kemudian dilanjutkan keterampilan berbicara dengan menggunakan  metode analisis sintaktis. Metode ini diyakini oleh guru bisa meningkatkan pembelajaran siswa dalam menggunakan bahasa efektif bahasa Indonesia. Adapun judul penelitian tindakan kelas ini adalah Peningkatan Penggunaan Kalimat Efektif pada Pembelajaran Menulis Memo dengan Metode Analisis Sintaktis Siswa Kelas VII Semester 2 SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2010/2011.

 

  1. Permasalahan
  2. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di kelas, bahasa tidak resmi sudah tidak disangsikan lagi, tetapi penggunaan bahasa Indonesia resmi masih mengalami kendala yang cukup serius. Para siswa banyak yang terpengaruh bahasa lisan, bahasa sehari-hari padahal bahasa yang diikuti dalam kehidupan sehari-hari tersebut, tidak semuanya berdasarkan kaidah bahasa Indonesia yang benar. Guru sebagai pendidik di kelas selalu menjumpai kesalahan-kesalahan berbahasa. Kesalahan tersebut dapat mengakibatkan salah pengertian bagi peserta didik lainnya, akhirnya terjadi kekacauan dalam berbahasa Indonesia.

Karena seringnya siswa mengalami kekacauan  dalam berbahasa resmi tersebut, guru  mendata kompetensi dasar bahasa Indonesia yang berkaitan dengan penggunaan bahasa resmi tersebut. Penggunaan bahasa resmi selalu ditandai dengan penggunaan bahasa yang benar dan efektif.   Dalam Kurikulum berbasis Kompetensi, terutama Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia banyak  KD yang bersyarat kalimat efektif. Pada kelas VII SMP, Kompetensi dasar yang mengandung  pilihan kata dan bahasa yang efektif ada empat KD, di antaranya adalah:  2.1 menceritakan pengalaman  yang paling mengesankan dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif (keterampilan berbicara),  4.3 Menulis teks pengumuman dengan bahasa yang efektif, baik, dan benar (keterampilan menulis),  10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun,  12.2 Menulis pesan singkat sesuai dengan isi, dengan menggunakan kalimat efektif dan bahasa yang santun. (keterampilan menulis).

 

  1. Dampak Positif

Adapun dampak positif  penelitian yang berjudul Peningkatan Penggunaan Kalimat Efektif pada Pembelajaran Menulis Memo dengan Metode Analisis Sintaktis. terhadap mutu pendidikan adalah: (1)  Para siswa mau berekplorasi secara mandiri dalam mencari materi kalimat efektif sesuai dengan keinginannya dapat  memahami kompetensi dasar dengan maksimal bahkan siswa tersebut mampu membimbing siswa lain dengan memberikan berbagai argumentasi, (2) Siswa  menganalisis kalimat efektif dalam memorandum dengan cara berdiskusi dapat memberikan manfaat yang besar bagi para siswa karena siswa yang belum mengerti akan tahu dan berani bertanya pada temannya sendiri, (3) Mendorong siswa untuk belajar sepanjang hayat. (4) Guru selalu memberi langkah-langkah pembelajaran dalam setiap PBM, (5) Guru selalu membimbing siswa dalam menyimpulkan di akhir pembelajaran.

  1. Pembahasannya:

Berdasarkan hasil penelitian,  peneliti  membahas hasil tersebut berdasarkan pada pengalaman dan beberapa teori pembelajaran yang dipahami oleh peneliti, baik dari  rujukan buku maupun dalam seminar atau lokakarya  sebagai bukti pertanggungjawaban terhadap penelitian tindakan kelas tersebut. Adapun pembahasan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu (1) persiapan pembelajaran, (2) pelaksanaan pembelajaran, (3) penilaian

  • Persiapan Pembelajaran

Temuan pertama, guru  wajib membuat perangkat pembelajaran. Dalam temuan ini membuktikan bahwa perangkat pembelajaran sangat membantu guru dalam membimbing siswa. Guru sudah tidak mencari-cari lagi referensi yang membahas tentang materi itu. Selain itu, guru bisa terarah pada tujuan dan indikator yang akan dicapai oleh siswa karena semua tindakan/perbuatan guru dan siswa dibatasi oleh tujuan dan indikator tersebut.

  • Pelaksanaan Pembelajaran
    • Kegiatan Pendahuluan

Temuan  pertama, dalam melakukan tindakan pembelajaran guru perlu mempersiapkan waktu dengan secermat mungkin. Temuan ini membuktikan bahwa penentuan waktu setiap langkah-langkah pembelajaran dalam skenario pembelajaran yang tepat akan menghasilkan belajar siswa secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian ini, waktu yang digunakan untuk kegiatan pendahuluan tidak lebih dari lima belas menit dengan pembagian waktu yang paling banyak pada kegiatan tanya jawab, setelah itu, kegiatan langkah-langkah pembelajaran.

Temuan  kedua, tanya jawab dalam kegiatan pendahuluan harus berkaitan dengan kompetensi dasar yang akan diajarkan.Temuan penelitian ini membuktikan bahwa pertanyaan guru yang berkaitan dengan materi yang sudah dibahas dan materi yang akan dibahas membantu siswa dalam mendalami kompetensi dasar yang akan diajarkan. Menurut Hatika (2010:9) pembelajaran yang sudah diberikan perlu diberi penugasan terstruktur dengan tujuan siswa akan mengerjakan tugas tersebut dan tugas itu nantinya berkaitan dengan kompetensi dasar yang akan dipelajari. Hal ini jika dilakukan guru akan membantu siswa dalam memahami kompetensi dasar tersebut.

Temuan ketiga, langkah-langkah pembelajaran perlu disampaikan oleh guru. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan petunjuk yang berupa langkah-langkah pembelajaran akan mempercepat siswa menemukan apa yang diinginkan oleh kompetensi dasar tersebut. Siswa bisa mencari referensi berdasarkan pada langkah pembelajaran tersebut. Akhirnya siswa bisa berekplorasi ke mana saja. Siswa bisa membaca buku pelengkap, buku paket, internet dan sebagainya untuk menemukan apa yang diingin pada langkah-langkah pembelaran tersebut.

  • Kegiatan Inti

Temuan pertama, kegiatan eksplorasi dalam menganalisis kalimat efektif perlu pembimbingan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa para siswa yang mau berekplorasi secara mandiri dalam mencari materi kalimat efektif sesuai dengan keinginannya dapat  memahami kompetensi dasar dengan maksimal bahkan siswa tersebut mampu membimbing siswa lain dengan memberikan berbagai argumentasi. Hal ini jika dilakukan terus-menerus oleh guru akan membuat siswa lebih mandiri dan akhirnya pendidikan sepanjang hayat akan terwujud.

Temuan kedua,  kegiatan elaborasi dalam menganalisis kalimat efektif  perlu dilakukan secara diskusi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa menganalisis kalimat efektif dalam memorandum dengan cara berdiskusi dapat memberikan manfaat yang besar bagi para siswa karena siswa yang belum mengerti akan tahu dan berani bertanya pada temannya sendiri. Hal berbeda dengan penjelasan guru. Para siswa yang belum mengerti tidak berani bertanya pada guru maupun pada siswa. Pembelajaran seperti ini perlu dibudayakan karena bisa juga meningkatkan keberanian siswa dalam bertanya dan menambah kepercayaan para siswa bahwa mereka mampu mencari dan memahami pengetahuan bersama dengan para temannya. Selain itu, kegiatan ini bisa menumbuhkan pendidikan karakter siswa. Rasa kebersamaan, gotong royong, saling menghargai, kejujuran ada dalam pembelajaran berelaborasi ini.

Temuan ketiga, kegiatan konfirmasi dalam menganalisis kalimat efektif perlu dilakukan dengan cara memberi referensi pada siswa. Hasil penelitian ini membuktikan penguatan yang diberikan kepada siswa ternyata dapat mendorong para siswa belajar sepanjang hayat. Para siswa banyak yang penasaran pada materi pelajaran yang dibahasnya. Pada penelitian ini materi berkaitan dengan kalimat efektif dalam memorandum. Hal seperti itu terjadi karena guru menunjukkan buku-buku sebagai referensi untuk menjawab tantangan yang belum diketahui dalam pembelajaran kalimat efektif tersebut.

  • Kegiatan Penutup

Temuan pertama, menyimpulkan kegiatan dilakukan dengan cara bersama-sama antara guru dan siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa VII masih mengalami kesulitan dalam menyimpulkan kegiatan secara mandiri. Ini terbukti dalam penelitian ini siswa lebih cepat dan terarah jika menyimpulkan kegiatan dilakuakn secara bersama-sama dengan bimbingan secara langsung dari guru. Kesimpulan seperti ini ternyata hanya terjadi pada awal kegiatan menyimpulkan saja. Setelah itu, siswa bisa menyimpulkan secara bersama-sama.

Temuan kedua, penugasan terstruktur harus diintegrasikan dengan materi yang sudah dipelajari dengan materi yang akan dipelajari. Temuan ini membuktikan bahwa tugas terstruktur yang terintegrasi dengan beberapa keterampilan dan selalu berkaitan dengan KD yang akan dipelajari bisa mempercepat kompetensi dasar yang akan dipahami. Karena demikian, setiap guru perlu mengadakan analisis dan pemetaan KD untuk dibuat dalam program semester supaya materi yang satu berkaitan dengan materi yang lain sehingga akan mempermudah memberi tugas terstruktur.

  • Penilaian

Temuan  pertama, hasil pembelajaran siklus I dan siklus II mengalami peningkatan. Hasil penelitian ini menunjukkan aanya kenaikan angka hasil belajar. Pada akhir siklus II, tidak seorang siswa pun  yang memperoleh nilai kurang dari KKM (lihat lampiran). Menurut peneliti dan kolaborator yang berperan serta dalam penelitian, hasil tes tersebut lebih baik  dari hasil  tes siswa tahun-tahun sebelumnya, meskipun pembandingan tersebut tepat. Namun demikian, kenyataan bahwa  pada akhir siklus II tidak ada seorang siswa pun yang memperoleh nilai di bawah KKM, hal tersebut merupakan hasil yang patut disyukuri dan dibanggakan. Yang lebih menggembirakan lagi adalah  pernyataan spontan siswa yang mengisyaratkan rasa senang mereka  melakukan pembelajaran yang melibatkan mereka  secara aktif dengan menggunakan analisis sintaktik.

Temuan  kedua,  hasil nilai akademik siklus I dan siklus II secara keseluruhan meningkat. Bukti dari hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel  Hasil Belajar Siklus I dan Siklus II

 

No. Kelas Siklus % Kenaikan
I II
1. VII A 72 86 14 %
2. VII B 62 81 19 %
3. VIIC 57 88 31 %
Nilai Rata-rata 64 85 21 %

 

Berdasarkan tabel tersbut nilai rata-rata penelitian tindakan kelas pada kelas VIIA, VIIB, dan VIIC meningkat. Dari sikllus I bernilai rata-rata 64 dan siklus II bernilai rata-rata 85 maka kenaikan nilai rata-rata  ke siklus II adalah  21 %, sedangkan nilai rata-rata di atas KKM adalah 15 %. Dengan demikian penelitian ini berakhir pada siklus II.

 

  1. Peningkatan Pembelajaran Membaca Cepat dengan Metode Membaca Frase Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Ngimbang

Pembahasannya:

Pembahasan  hasil penelitian ini difokuskan pada  hasil yang telah dideskripsikan dan dikaetkan dengan teori-teori yang  menjadi acuan. Karena penelitian ini difokuskan  pada peningkatan kemampuan membaca cepat dengan metode membaca frase maka tiap baasan juga berkaitan dengan tahapan membaca cepat yang berupa pra-membaca, saat-membaca, dan pasca-membaca. Selain itu, peneliti membahas juga bersadarkan masalah penelitian.

Berdasarkan temuan hasil penelitian yang dikaetkan dengan masalah penelitian maka pembahasan penelitian ini dilakukan dengan melihat temuan penelitian. (1) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap pra-membaca, (2) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap saat-membaca, (3) pembelajaran untuk meningkatkan membaca cepat dengan metode membaca frase pada tahap pasca-membaca.

 

4.1  Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca Cepat dengan Metode MF pada Tahap Pra-Membaca

Pada tahap ini dibahas  bagian-bagian yang ada dalam kegiatan pendahuluan (pra-membaca cepat). Temuan-temuan pada tahap pra-membaca cepat sebagai berikut.

Temuan penelitian pertama, guru memotivasi siswa untuk membaca cepat. Temuan ini menunjukkan bahwa anak yang sebelum membaca cepat diberi motivasi guru dengan cara memberikan contoh orang yang sudah berhasil dalam membaca cepat menambah gairah belajar anak, misalnya  para ilmuwan, para cendekiawan yang terkenal selalu membaca cepat. Bahkan, guru memberi contoh pada orang-orang yang membaca surat kabar baik di rumah maupun di kantor. Rata-rata orang tersebut tidak lebih dari sepuluh menit membacanya, selesailah empat puluh halaman surat kabar  dibaca.  Selain itu, membaca cepat bermanfaat bagi siswa untuk memperoleh ilmu sebanyak-banyaknya. Hal ini sesuai pendapat Subiantoro (2004:2) bahwa membaca cepat tersebut  akan bermanfaat pada siswa karena siswa memiliki banyak waktu  untuk bisa mengakses, yang pada akhirnya  akan menambah pengetahuan siswa.

Temuan kedua, guru mengajukan pertanyaan  untuk  menggali pengetahuan siswa pada topik yang akan dibacanya.  Temuan ini menunjukkan bahwa dengan diberikan pertanyaan-pertanyaan  berkaitan dengan topik bacaan ternyata memberi semangat siswa untuk melakukan kegiatan membaca cepat dan mempermudah siswa dalam  menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan teks bacaan itu.  Temuan ini didukung oleh  Pearson (1085) dalam Burns (1996:215), yang menyatakan bahwa pertanyaan  pra-membaca  difokuskan untuk  memprediksi dan menghubungkan teks dengan pengalaman awal siswa. Untuk menghubungkan pengalaman awal siswa  dengan teks, guru bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan  tentang detil  yang dihubungkan dengan masalah-masalah, tujuan, usaha untuk mengatasi masalah, reaksi pelaku, penyelesaian dan tema.

Temuan ketiga,  guru  menyampaikan kompetensi dasar, tujuan dan materi pelajaran. Temuan ini menunjukkan bahwa dengan disampaikannya kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran dapat memfokuskan pembelajaran siswa. Para siswa dan guru menganalisis kompetensi dasar dan tujuan pembelajaran tersebut. Di samping itu, pada pra-membaca guru lebih tepat membahas materi pokok yang akan dikuasai siswa baik berupa materi konsep, prosedur, maupun fakta. Temuan ini jika dibandingkan dengan siswa yang tidak diberitahukan  KD dan tujuan sebelum kegiatan inti sangat berbeda. Para siswa sebelumnya pada saat latihan membaca konseptual banyak mengalami kesalahan, tetapi setelah  disampaikan KD, tujuan, dan materi pokok nilainya meningkat.

Temuan penelitian pada pra-membaca yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah : (1) guru memotivasi siswa dengan cara memberikan contoh atau model orang lain, (2) guru bertanya jawab tentang topic bacaan yang akan dibaca sebagai pertanyaan awal untuk menautkan pengetahuannya dengan isi bacaan, (3) guru menyampaikan KD, indikator/tujuan pembelajaran dan materi pokok untuk memfokuskan apa yang harus dikuasai dalam pembelajaran tersebut.

4.2 Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca  Cepat dengan Metode MF pada Tahap Saat-membaca

Pembahasan pada tahap inti pembelajaran atau pada saat-membaca difokuskan  pada temuan penelitian yang berkaitan dengan latihan ayunan visual, latihan membaca dengan ayunan visual, latihan membaca konseptual, penilaian membaca cepat, pemberian penguatan pada kegiatan saat-membaca.

Temuan pertama, guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual. Latihan ini sangat membantu siswa dalam latihan secara  mekanik (gerak mata) karena para siswa selama sekolah berlum pernah dilatih secara langsung tentang pandangan mata pada saat membaca cepat. Para siswa sebelumnya, kepala  masih bergerak ke kiri ke kanan, komat kamit bibirnya saat membaca, bahkan selalu membaca keras  sehingga menggangggu siswa lain. Selain itu,  para siswa masih terbiasa membaca seperti itu berkecenderungan lama sekali membacanya dan sedikit sekali informasi yang diperolehnya. Temuan pada bagian ini,  siswa bisa menggerakkan matanya ke kanan dan ke kiri tanpa mengikutkan kepalanya bahkan membaca dengan cepat pandangan dari atas ke bawah. Latihan  pertama sampai dengan kelima pada siklus I  menunjukkan bahwa siswa masih mengalami kesulitan bahkan mengatakan tidak ada hasilnya. Hal ini diketahui setelah latihan membaca ayunan visual. Pada latihan ayunan visual berikutnya, guru memberikan aba-aba melihat titik-titik pada media yang sudah disiapkan tersebut secara terus menerus selama lima menit. Akhirnya, latihan ini berhasil. Para siswa yang awalnya 95 % membaca dengan menggerakkan kepalanya, dan bersuara, ternyata setelah latihan ayunan visual berkurang menjadi  20 % . Temuan penelitian ini didukung oleh Harjasujana (1988:8.6) bahwa para siswa yang mau berlatih membaca cepat dengan  ayunan visual terbukti hasilnya sangat memuaskan.

Temuan kedua, guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca  dengan ayunan visual. Latihan ini dilakukan untuk memadukan gerakan mata yang sudah diterapkan pada latihan ayunan visual dengan kegiatan membaca.  Ini dilakukan supaya siswa membaca dengan cepat, yang tempat pandangan matanya sudah ditentukan oleh noktah-nokta (titik-titik)  di atas kelompok kata. Siswa langsung membaca ke kanan atau ke  kiri pada titik-titik tersebut. Latihan ini merupakan kelanjutan dari latihan ayunan visual. Latihan pada kegiatan  yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah latihan secara terus menerus tanpa melihat bagian belakang. Latihan ini mengggunakan media pembelajaran power point, yang berisi kelompok kata (frase) yang ditata ke bawah dengan frase yang mirip. Siswa tidak diperkenankan membaca kembali bagian yang sudah dilewatinya. Jika satu teks yang ada di media tersebut selasai dibaca dengan latihan membaca  ayunan visual ini guru bertanya kepada  siswa tentang isi bacaan itu. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mempercepat pemahaman siswa dalam membaca cepat. Pada siklus pertama dan kedua siswa bisa menjawab 50 % pertanyaan yang diajukan oleh guru setelah membaca dengan ayunan visual. Pada siklus III guru mengubah strategi bertanya, yang awalnya pertanyaan disampaikan setelah latihan membaca dengan ayunan visual, pada siklus ini pertanyaan secara tertulis diberikan siswa untuk dibaca, dipahami oleh siswa. Akhirnya latihan membaca cepat dengan ayunan visual ini hasilnya meningkat menjadi 80 % siswa berhasil menjawab dengan waktu yang sama dan bacaan berbeda.

Temuan ketiga, guru memberi latihan membaca konseptual. Latihan ini sudah pada situasi membaca sebenarnya. Siswa diberi lembaran teks bacaan tanpa diberi tanda apa pun. Siswa disuruh membaca dengan waktu satu menit setiap dua ratus kata.  Temuan ini menunjukkan ada peningkatan kemampuan membaca setelah siswa diberi latihan lima kali membaca konseptual. Pada siklus I latihan siswa membca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 54 %, pada siklus II latihan siswa membaca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 65 %, sedangkan pada siklus III latihan siswa membca konseptual kelas VII A, VII B, VII C, VII D,  dan VII B mencapai 72 %. Dengan demikian, latihan membaca konseptual siklus III yang paling berhasil meningkatkan membaca cepat siswa. Adapun strategi latihan yang dapat meningkatkan membaca cepat pada siklus III  adalah guru memfokuskan pikiran siswa pada topik bacaan sebelum membaca cepat dengan cara  menyampaikan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan serta melatih siswa secara nyata pada kemampuan membaca cepat. Pada bagian ini, guru mengatur waktu latihan membaca konseptual  dengan ketentuan: latihan pertama waktunya lebih lama dibanding dengan latihan kedua. Pengaturan seperti itu dilakukan sampai latihan kelima. Pada latihan kelima, siswa sudah membaca cepat sesuai dengan ketentuan kurikulum, yakni setiap satu menit siswa menyelesaikan membaca 200 kata, saelesai membaca siswa diberi pertanyaan yang berkaitan dengan isi bacaan.

Temuan keempat, guru memberi penilaian hasil membaca cepat. Temuan ini menunjukkan bahwa, soal pilihan ganda lebih sulit dikerjakan siswa daripada soal uraian. Ini terbukti pada penilaian yang menggunakan soal pilihan ganda,  nilainya  lebih rendah jika dibandingkan dengan soal uraian. Hasil penilaian menunjukkan rata-rata ulangan harian membaca cepat pada siklus I dengan soal pilhan ganda  nilai UH kelas VII A, VII B, VII C, VII D, dan VII E mencapai 62 %, Siklus II dengan soal pilihan ganda rata-rata nilai UH mencapai 67 %, sedangkan pada siklus III dengan soal uraian mencapai 80 % dengan ketercapaian tiap kelas VII A mencapai 82 %, Kelas VII B mencapai 79 %, Kelas VII  C mencapai 78 %, kelas VII D mencapai 79 %, dan kelas VII E mencapai 80 %.  Selain itu, soal uraian dapat meningkatkan daya nalar siswa karena siswa menjawab pertanyaan setelah membaca cepat tersebut beragam.

Temuan kelima, guru memberi konfirmasi positif terhadap hasil siswa. Pada kegiatan ini guru dan siswa berbicara secara terbuka tentang hasil membaca cepat, mulai proses pembelajaran sampai penilaian. Temuan ini menunjukkan bahwa keterbukaan guru dalam memberi masukan siswa ternyata dapat menambah kekuatan positif pada siswa karena siswa yang sebelumnya tidak mau mengutarakan kesulitan belajar, pada tahap ini siswa menyampaikan kesulitan belajar. Begitu juga siswa yang berhasil membaca cepat berani menyampaikan pengalamannya kepada teman lain melalui tahap konfirmasi tersebut.

Dengan demikian tahap saat-membaca  yang dapat meningkatkan hasil membaca cepat adalah (1) guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan ayunan visual dengan memandu pergerakan mata secara langsung secara cepat baik pandangan ke kiri maupun ke kanan, (2) guru melatih siswa membaca cepat dengan latihan membaca ayunan visual menggunakan media powerpoint, yang waktu membaca sudah diprogram sesuai dengan bukti nyata kecepatan membaca siswa. Latihan pertama dengan waktu yang lebih lama, latihan kedua waktunya dikurangi dan seterusnya. Setelah satu teks selesai dibaca, guru menguji daya ingat para siswa melalui pertanyaan-pertanyaan, (3) guru melatih siswa membaca cepat dengan membaca konseptual. Waktu yang digunakan latihan membaca juga berdasarkan kemampuan awal membaca cepat. Latihan pertama waktunya lebih lama jika dibandingkan dengan latihan berikutnya, (4) penilaian membaca cepat yang dapat meningkatkan hasil menggunakan soal uraian. Soal ini juga dapat meningkatkan daya nalar dan kreativitas siswa, (6) Setelah penilaian selesai, guru perlu memberikan konfirmasi kepada siswa. Konfirmasi yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah konfirmasi yang tulis, yang terbuka atau tidak dibuat-buat.

 

4.3 Pembelajaran untuk Meningkatkan  Membaca Cepat dengan Metode MF pada Tahap Pasca-membaca

 

Pembahasan pada bagian penutup pembelajaran atau pada pasca-membaca difokuskan  pada temuan penelitian yang berkaitan dengan kegiatan refleksi guru dan siswa, penyimpulan pembelajaran, dan perencanaan berikutnya. Temuan pada tahap ini sebagai berikut.

Temuan pertama, temuan ini berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan refleksi. Pada kegiatan ini guru dan siswa membahas apa yang sudah diperoleh dalam membaca cepat dan apa yang belum diperoleh dalam membaca cepat tersebut. Guru membuat pertanyaan  untuk membimbing siswa dalam kegiatan refleksi ini. Pertanyaan-pertanyaan yang dapat meningkatkan kegiatan membaca cepat berupa pertanyaan tertulis. Siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Para siswa tidak mencantumkan identitasnya. Tujuannya agar para siswa  berani mengutarakan  semua yang diperoleh dalam pembelajaran membaca cepat tersebut.

Temuan  kedua, temuan ini berkaitan dengan menyimpulkan kegiatan membaca cepat. Pada saat menyimpulkan kegiatan membaca,  guru menggunakan berbagai cara mulai dari tugas siswa secara langsung tanpa bimbingan, guru menyimpulkan secara langsung, sampai pada membimbing siswa menyimpulkan kegiatan dengan pertanyaan terbimbing. Temuan dalam penelitian ini yang dapat meningkatkan hasil adalah guru membimbing siswa menyimpulkan kegiatan dengan pertanyaan-pertanyaan. Pertanyaan yang sifatnya mengarahkan siswa pada penyimpulan kegiatan merupakan yang paling disenangi siswa dalam kegiatan ini.

Temuan  ketiga,  perencanaan kegiatan berikutnya. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan yang berkaitan dengan pembelajaran berikutnya dapat meningkatkan hasil jika siswa dilibatkan dalam penentuan indikator dan langkah-langkah pembelajaran atau strategi belajarnya.

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERWAWANCARA DENGAN STRATEGI KONTRAK BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGIMBANG TAHUN PELAJAJARAN 2010/2011

Makalah ini Ringkasan dari PTK yang lolos presentasi di Kemdikbud Jakarta untuk Kenaikan Pangkat ke IV d

A. Pendahuluan

 

Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan. Bahasa tersebut digunakan untuk mempersatukan bangsa Indonesia dari Sabang sampai Meraoke. Bahkan bahasa Indonesia bisa menyatukan semua warga negara di luar negeri. Di Inggris, di Amerika, di Pakistan semuanya bisa bersatu dengan menggunakan bahasa Indonesia.  Pada zaman sekarang ini, semua warga Indonesia baik di kota maupun di desa, baik berpendidikan maupun tidak berpendidikan bisa berkomunikasi langsung melalui berbagai media. Para TKI di luar negeri yang dulunya tidak tamat SD, ternyata mereka mampu berbahasa Indonesia  melalui telepon, padahal mereka  ada yang tidak bisa menulis, tidak bisa membaca. Mereka dengan lantang berkomunikasi secara langsung dengan handpone.

Karena pentingnya keterampilan berbicara pada era sekarang, pendidikan perlu ditingkatkan dalam hal itu supaya tidak janggung dalam berkomunikasi langsung tersebut. Menurut Tarigan (1995:18) Berbicara merupakan keterampilan produktif yang bisa melalui mendengarkan maupun membaca. Tanpa latihan, tanpa bimbingan guru, siswa  mengalami kesulitan. Hal ini terjadi pada dunia pendidikan baik di SD, SMP, SMA, maupun perguruan tinggi.

Para siswa jika diberi tugas berwawancara atau berbicara secara langsung dengan orang lain tidak berani. Hal ini terjadi di mana-mana. Di SMP Negeri 2 Ngimbang mulai kelas VII sampai kelas IX juga demikian. Hal seperti  ini perlu diatasi. Cara mengatasi persoalan seperti itu perlu diidentifikasi permasalahan yang terjadi  di sekolah tersebut.

Berdasarkan observasi awal, permasalahan yang mengakibatkan siswa tidak berani berbicara terutama berwawancara karena: (1) para siswa merasa terbebani dengan tugas yang diberikan guru, (2) para siswa mengalami kesulitan jika topik pembicaraan ditentukan guru, (3) para siswa kurang diberi latihan secara langsung berbicara dengan orang lain, (4) para guru setiap pembelajaran berbicara hanya menyajikan teori saja, para siswa sebagai penonton atau pendengar. Berdasarkan identifikasi tersebut, saya sebagai guru bahasa Indonesia di SMP Negeri 2 Ngimbang melaksanakan perencanaan tindakan untuk meminimalkan permasalahan itu. Di antara perencanaan tindakan tersebut adalah: (1) guru memberi kebebasan kepada  para siswa menentukan topik berwawancara dengan narasumber, (2) guru membimbing siswa berlatih wawancara di kelas pada saat PBM, (3) guru membimbing siswa dengan menerapkan pertanyaan 5W + 1H, (4)  secara kelompok siswa melaksanakan wawancara dengan narasumber secara langsung.

Untuk mewadai tindakan tersebut, guru sebagai peneliti  menamai tindakan itu dengan  kontrak belajar.  Menurut Silberman (1996:188)  kontrak belajar merupakan strategi belajar dengan  melakukan perjanjian dengan pembimbing tentang apa dan bagaimana sesuatu akan dipelajari. Belajar dengan model ini  akan lebih mendalam dan permanen dari pada dengan pengarahan pengajar (guru)

Karena demikian, maka penelitian ini berjudul “Peningkatan Keterampilan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ngimbang Tahun Pelajaran 2010/2011 .

 

B. Permasalahan

.

  1. Para siswa jika diberi tugas berwawancara atau berbicara secara langsung dengan orang lain tidak berani. Hal ini terjadi di mana-mana. Di SMP Negeri 2 Ngimbang mulai kelas VII sampai kelas IX juga demikian. Hal seperti ini perlu diatasi. Cara mengatasi persoalan seperti itu perlu diidentifikasi permasalahan yang terjadi  di sekolah tersebut.

Berdasarkan observasi awal, permasalahan yang mengakibatkan siswa tidak berani berbicara terutama berwawancara karena: (1) para siswa merasa terbebani dengan tugas yang diberikan guru, (2) para siswa mengalami kesulitan jika topik pembicaraan ditentukan guru, (3) para siswa kurang diberi latihan secara langsung berbicara dengan orang lain, (4) para guru setiap pembelajaran berbicara hanya menyajikan teori saja, para siswa sebagai penonton atau pendengar.

 

C. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertama,  tahap saat-berwawancara dengan langkah-langakah:

  • guru memotivasi siswa,
  • siswa menulis kontrak belajar,
  • siswa menentukan topik wawancara dan menentukan narasumber,
  • siswa menyusun pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan pemanasan, dan pertanyaan penggalian, yang kesemuanya memperhatikan 5 W + 1 H.

Kedua, tahap saat-berwawancara dengan langkah-langkah:

  • siswa berlatih wawancara dengan temannya sebagai narasumber,
  • siswa mendiskusikan hasil latihan wawancara sekaligus analisis hasilnya,
  • siswa menyusun kembali pertanyaan yang akan digunakan berwawancara dengan narasumber di luar kelas,
  • siswa melakukan wawancara dengan narasumber,
  • siswa menulis laporan wawancara dalam bentuk berita,
  • siswa menyimpulkan kegiatan.

Ketiga, tahap  pasca-berwawancara:

  • siswa dan guru melaksanakan refleksi,
  • siswa dan guru merencanakan kegiatan berikutnya.

 

D. Dampak Positif Hasil Penelitian

Adapun dampak positif penelitian ini terhadap mutu pendidikan adalah: Peningkatan Keterampilan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar. adalah; (1) Para siswa termotivasi dalam peningkatan hasil belajar ini terbukti antusias siswa dalam menyusun pertanyaan, bertanya, berwawancara, (2) Meningkatkan kepercayaan siswa dalam belajar secara mandiri, (3)  Meningkatkan tanggung jawab siswa dalam belajar di luar KBM, (4) Meningkatkan kompetensi wawancara siswa. Adapun dampak  positif terhadap guru adalah; (1) Para guru selalu melakukan pemetaan kompetensi dasar  yang sejenis dan berkaitan ternyata akan mempermudah guru dalam pembelajaran, (2) Dalam setiap pembelajaran guru selalu merancang pembelajaran sesuai dengan kondisi siswanya.

 

E. Pembahasan

Pada  bagian pembahasan  ini peneliti menguraikan hasil penelitian yang dikaetkan dengan teori-teori yang menjadi acuan penelitian. Peneliti  membahas proses pembelajaran berbicara dengan KD ‘Berwawancara dengan narasumber dari berbagai kalangan  dengan  memperhatikan etika  berwawancara” dengan menggunakan kontrak belajar, sebagaimana ynag diungkapkan pada bagian pendahuluan. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dapat meningkatkan proses berwawancara dengan strategi kontrak belajar.  Dengan demikian upaya pelaksanaan pembelajaran berwawancara dengan narasumber yang menjadi fokus penelitian. Karena strategi yang digunakan adalah kontrak belajar maka langkah-langkah pembelajaran juga difokuskan pada pembuatan kontrak belajar yang mulai dari motivasi, pembuatan kontrak belajar, menentukan tema wawancara, menulis pertanyaan untuk wawancara, latihan berwawancara di kelas, berwawancara denga narasumber, menganalisis hasil wawancara, menulis laporan, refleksi, dan persiapan kegiatan berikutnya.

Temuan-temuan dalam penelitian ini akan dibahas secara terperinci. Temuan-temuan itu selalu dikaetkan dengan permasalahan penelitian. Karena permasalahan penelitian ini berupa ”Persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang bagaimanakah dapat meningkatkan proses berwawancara dengan narasumber dengan kontrak belajar?” Maka  peneliti membahas hasil temuan yang berupa: (1) perencanaan  pembelajaran berwawancara  dengan narasumber dengan strategi kontrak belajar, (2) Pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan proses berwawancara dengan narasumber dengan strategi kontrak belajar. (3) Evaluasi pembelajaran berwawancara dengan narasumber dengan strategi kontrak belajar.

  • Perencanaan Pebelajaraan Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar

Temuan pertama berkaitan dengan Pemetaan kompetensi dasar (KD). Temuan penelitian menunjukkan bahwa dengan disusunnya KD yang sejenis dan berkaitan mempermudah penyampaian materi dari pertemuan pertama dan kedua, dan seterusnya. Pada pembelajaran KD wawancara, berkaitan dengan KD menulis laporan, sehingga dua KD ini bisa diurutkan, yakni menyusun pertanyaan wawancara, melakukan wawancara, menulis hasil wawancara menjadi sebuah laporan atau berita. Hal ini sesuai dengan pendapat Tim Penyusun  Materi Pelatihan Terintegrasi (2004: Ina 14: 13)  bahwa  pembuatan perangkat pembelajaran harus diawali dengan pemahaman standar ini, yang di dalamnya berisi SKKD dan KD. Kedua hal tersebut perlu diurutkan sesuai dengan karakter, jenis kompetensi dasar tersebut agar mudah penyajian bahan ajar dan mempermudah peserta didik memahami bahan ajar.

Temuan  kedua berkaitan dengan pembuatan silabus.  Temuan penelitian tindakan kelas ini adalah silabus yang dapat mempermudah guru dalam menyusun rencana pembelajaran adalah silabus yang diurutkan sesuai dengan kecakupan dan kedalaman materi. Cakupan materi dalam pembuatan silabus ini didasarkan dari susunan pemetaaan KD sebab dalam pemetaan KD sudah didasarkan pada urutan materi. Sedangkan kedalaman materi disesuaikan dengaan  tingkat perkembangan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat TIM Penatar Pengembangan Silabus DitjenManajemen Pendidikan Dasar dan menengah (2006:6) cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian  materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

Temuan ketiga berkaitan dengan pembuatan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa RPP yang dapat meningkatkan pembelajaran berwawancara dengan urutan: Mata pelajaran, kelas, semester, SKKD, KD, indikator, waktu. Bagian ini diambil dari silabus, yang sering disebut sebagai identitas RPP. Adapun  bagian yang disusun oleh guru sendiri, yang berkaitan dengan (1) tujuan pembelajaran khusus, pembuatan tujuan ini diarahkan pada ketercapaian kompetensi dasar  yang sudah ditulis pada identitas RPP. (2) materi pelajaran, perumusan materi pembelajaran ditulis secara terperinci materi tersebut berdasarkan indikator yang ada pada identitas. Tentu saja indikator dan tujuan pembelajaran berkaitan dengan kompetensi dasar. (3)  metode  yang digunakan dalam pemelajaran berwawancara ini menggunakan multi metode, maksudnya tidak hanya satu metode, tetapi lebih dari satu. Semua metode tersebut dikemas dalam strategi kontrak belajar. Metode yang sering digunakan dalam pembelajaran ini adalah, tanya jawab, diskusi, pemberian model, penemuan, demonstrasi, (4) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran, penyusunan langkah-langkah  pembelajaran dikebagi menjadi tiga yakni bagian pendahuluan atau praberwawancara, bagian  inti atau saat-berwawancara, dan bagian penutup atau pasca-berwawancara. (4) sumber belajar menggunakan multi sember belajar, terutama berkaitan dengan lingkunngan, siswa lain, buku paket, CD, (6) penilaian dalam pembelajaran ini dikelompokkan menjadi teknik, bentuk instrumen, dan instrumen penilaian.

2.2  Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara dengan Strategi Kontrak Belajar

Temuan penelitian pada pelaksanaan pembelajaran  berwawancara dengan strategi kontrak belajar dikelompokkan menjadi tiga bagian. (1) pelaksanaan pada pra-berwawancara, (2) pelaksanaan pada saat-berwawancara, (3) pelaksanaan pada pasca-wawancara.

2.2.1 Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara pada Pra-Berwawancara

Temuan pertama  berkaitan dengan kegiatan pra-wawancara, guru selalu memberi motivasi  kepada para siswa. Ternyata motivasi yang diberikan oleh guru dapat menggugah semangat para siswa. Temuan ini sejalan dengan pendapat Purwanto (1991:61) bahwa banyak bakat anak tidak berkembang karena tidak diperolehnya motivasi yang tepat. Jika seseorang mendapat motivasi yang tepat, maka lepaslah tenaga yang luar biasa, sehingga tercapai hasil-hasil yang semula tidak terduga. Adapun Sartain (1958) dalam Purwanto (1991:60) mengatakan bahwa  motivasi itu sangat penting, motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar.  Hal seperti itu sesuai dengan hasil penelitian bahwa dengan adanya motivasi  dari guru, siswa bersemangat.

Temuan kedua, berkaitan dengan kontrak belajar pada kegiatan pra-wawancara, siswa  lebih bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tanggung jawabnya.  Mereka belajar sesuai dengan apa yang diinginkan dalam kontrak tersebut. Menurut Sibermen (1996:62) belajar dengan pengarahan sendiri sering lebih mendalam dan lebih permanen daripada pengarahan guru. Hal seperti itu dapat dilakukan dengan cara kontrak belajar terhadap  kompetensi  dasar yang harus dikuasainya. Dalam menentuan kontrak belajar, siswa diberi kebebasan dalam menentukan tema, menentukan belajar dengan media, bahkan diberi kebebasan dalam menentukan kelompok belajar. Kontrak belajar ini sangat cocok untuk kompetensi dasar yang berkaitan dengan belajar atau kegiatan di luar kelas seperti berwawancara dengan narasumber.

Temuan ketiga, berkaitan dengan menyusun pertanyaan untuk wawancara.  Bertanya merupakan kegiatan  yang tidak bisa ditinggalkan dalam belajar. Para siswa kalau belajar  berawal dari suatu pertanyaan. Adapun pertanyaan yang digunakan wawancara merupakan pertanyaan yang berkaitan dengan 5 W + 1H serta pertanyaan pemanasan, pertanyaan pengarahan, dan pertanyaan penggalian. Dalam penelitian ini, para siswa lebih mudah menyusun pertanyaan berkaitan dengan tema atau topik wawancara dengan menggunakan rumus 5W + 1H akan lebih mudah. Menurut   Gola Gong (2007:28)  teknik wawancara  dengan cara seperti  berita (5W + 1H)  bisa dijadikan pegangan dengan dimulai dengan pertanyaan where (lokasinya) lalu pelakunya dengan pertanyaan (who).  Pertanyaan-pertanyaan itu mempermudah pewawancara untuk menggali topik yang menjadi pembicaraan. Selain itu, penyusunan pertanyaan sebelum pelaksanaan wawancara akan memberi gambaran awal apa yang diinginkannya pada saat pewawancara.  Sedangkan pertanyaan pemanasan dapat digunakan untuk mengakrapkan pewawancara dengan narasumber, Pewawancara isa bosa-basi menanyakan pada bagian awal sebelum masuk ke masalah topik yang akan digali. Adapun pertanyaan pengarahan dalam penelitian ini sangat menentukan hasil wawancara. Jika pertanyaan pengarahan yang salah maka  wawancara tersebut akan menyimpang dari topik yang diinginkan. Karena demikian, pertanyaan pengarahan sangat menentukan dalam menyusun pertanyaan wawancara. Menurut Oka (1995:25) pertanyaan pengarahan  yang tepat dalam wawancara akan membawa narasumber lebih senang, dan akan menceritakan semua yang akan ditanyakan oleh pewawancara, sehingga pewawancara dapat menggali semua hal yang diinginkan oleh pewawancara.

2.2.2 Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara pada Saat-Berwawancara

Temuan pertama,  berkaitan dengan latihan wawancara di kelas dengan bimbingan guru. Latihan berwawancara dengan bimbingan guru dapat meningkatkan kompetensi wawancara, baik berkaitan dengan mental siswa, maupun pengetahuan siswa. Siswa kelas VIII masih labil dalam berbicara dan sering terpengaruh dengan anak lain. Jika tanpa bimbingan guru, siswa tersebut mudah berubah. Karena demikian bimbingan guru sangat dibutuhkan. Menurut Gagne dalam Dahar (1988:175)  untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi. Untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan  cara mengaitkan informasi baru  itu pada pengalaman siswa. Selain bimbingan secara klasikal, guru perlu membimbing siswa secara individu, terutama pada siswa kelompok bawah. Guru pada saat membimbing siswa secara individu pada kelompok rendah  ternyata memberi semangat belajar tinggi pada anak tersebut. Anak-anak itu langsung berinteraksi dengan guru dengan penuh kasih sayang. Guru menganggap para siswa tersebut seperti anaknya sendiri. Guru membuang jauh rasa benci terhadap siswa karena dianggap akan menyulitkan belajarnya. Temuan seperti ini didukung oleh Wills, (1986:68) dalam Deporter (2000:29) anak-anak yang merasa, atau dibuat merasa, tidak diterima dan tidak kompeten akan lambat memulihkan rasa percaya diri dan akibatnya kemampuan mereka untuk memanfaatkan kesempatan belajar diperbesar yang disediakan sekolah tersebut bahkan mungkin berkurang, dalam kasus ekstrem, rusak dan tidak dapat lagi diperbaiki. Karena demikian bimbingan guru  pada saat latihan berwawancara sangat dibutuhkan oleh para siswa.  Bimbingan seperti itu  dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam berwawancara.

Temuan kedua, berkaitan dengan mendiskusikan hasil latihan wawancara. Hasil siswa dalam latihan wawancara setelah didiskusikan kembali oleh para siswa, baik berkaitan dengan pertanyaan maupun jawaban narasumber dapat memberikan pengalaman dan pengetahuan siswa. Bahasa verbal dan bahasa non-verbal didiskusikan bersama karena masing-masing anak melakukan latihan wawancara dengan gayanya masing-masing. Dalam berdiskusi tersebut, guru mengarahkan para siswa, dan guru tidak perlu menyeragamkan cara berwawancara, tetapi memperbaiki kekurangan dan memperkuat kelebihan masing-masing siswa. Sebelum didiskusikan, para siswa masih melakukan kesalahan dalam berwawancara. Hal ini terbukti dari instrumen yang telah diisi oleh kolaburator.  Kegiatan diskusi seperti itu dapat melatih siswa menerima dan memberi pengetahuankarena masing-masing anak mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di samping itu berdiskusi seperti itu akan melatih siswa bekerja sama dengan lainnya. Pembelajaran seperti ini sangat dibutuhkan dalam dunia pendidikan sekarang ini karena anak akan belajar bermasyarakat. Kegiatan bekerja sama seperti itu didukung oleh Permen Diknas tahun 2006 tentang Standar Isi (2006:6)  bahwa prinsip pelaksanaan pembelajaran harus memperhatikan  belajar  untuk hidup bersama dan berguna bagi orang lain.

Temuan ketiga,  menulis kembali pertanyaan yang telah digunakan latihan dan didiskusikan oleh para siswa. Menulis kembali setelah dibicarakan/didiskusikan oleh para siswa sama dengan merevisi pertanyaan yang dianggap kurang sesuai. Memperbaiki sesuatu yang salah dalam dunia pendidikan sifatnya wajib. Hal ini seperti dilakukan oleh pembelajaran berwawancara ini. Siswa mengalami peningkatan hasil karena adanya perbaikan terus menerus. Dalam memperbaiki pertanyaan untuk wawancara, siswa perlu memperhatikan masukan-masukan dari temannya pada saat berdiskusi serta memperhatikan bimbingan guru. Dengan seperti itulah pengetahuan dan pengalaman siswa bertambah.  Menurut Leonhardt (2001150)  Selama menyunting atau memperbaiki tulisan, Anda bisa mencontohkan sikap yang baik jika karya kta sedang disunting> Dengarkan saran mereka dengan saksama, pertimbangkan dengan serius nilai saran itu, lalu ikuti  saran yang dapat diterima.

Temuan keempat, melakukan wawancara dengan narasumber. Temuan ini membuktikan bahwa berwawancara dengan narasumber  dapat meningkatkan kecerdasan siswa baik keterampilan berbicara maupun keterampilan lainnya. Siswa yang melakukan wawancara dengan narasumber secara langsung dapat berpikir kreatif, produktif. Anak yang melakukan wawancara dalam kelompoknya ternyata anak yang dianggap paling pandai dalam kelompok itu, sedang anak yang kemampuannya paling rendah  hanya  berani berwawawancara setelah semuanya sudah melakukan wawancara. Dengan adanya bukti seperti ini, siswa berani berwawancara lebih dulu  karena siswa tersebut mempunyai kemampuan yang lebih. Untuk menjadikan anak berani berwawancara dengan narasumber serta menjadikan anak mampu berwawancara, guru perlu memberi waktu yang cukup untuk berwawancara dengan narasumber secara langsung agar para siswa menjadi produktif.

Temuan kelima,  menulis laporan hasil wawancara. Menulis wawancara merupakan bagian lanjutan dari berwawancara. Orang lain akan menikmati hasil wawancara tersebut jika dipublikasikan. Salah satu cara untuk mempublikasikan hasil tersebut dengan menulis hasil wawancara dalam bentuk laporan. Temuan ini menunjukkan bahwa siswa yang mampu berwawancara dengan baik (memanfaatkan pertanyaan 5W + 1H) dapat menulis laporan dengan sempurna. Dalam penulisan ini guru selalu memuji hasil siswa walaupun tulisan itu paling jelek, paling tidak sempurna dalam kelas itu. Guru selalu mencari bagian yang baik di anatara tulisan yang jelek itu. Hal seperti ini ternyata memberi penguatan tersendiri terhadap siswa tersebut. Pendapat ini didukung oleh Leonhardt (200132)  Pujian kepada siswa adalah cara terefektif guna memotivasi anak  untuk terus menulis. Pujilah dengan berbunga-bunga, dukunglah selalu tulisan anak, dalam setiap tulisan, pastilah ada yang dapat dipuji walaupun tulisan itu paling jelek dalam kelompok tersebut..

2.2.3 Pelaksanaan Pembelajaran Berwawancara pada Pasca-Berwawancara

Pembahasan pada pasca-berwawancara selalu dikaitkan dengan langkah-langkah  pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar berwawancara dengan strategi kontrak belajar. Di antara langkah tersebut adalah: (1) Siswa melakukan refleksi, (2) siswa merencanakan kegiatan selanjutnya.

Temuan pertama, melaksanakan kegiatan refleksi setelah pembelajaran. Temuan menunjukkan bahwa pada kegiatan refleksi siswa bercermin diri pada apa yang sudah dikuasai dan apa yang belum kuasai. Kegiatan ini sangat membantu siswa pada kegiatan di rumah dan kegiatan selanjutnya karena para siswa akan belajar secara mandiri di rumah setelah mengetahui bagian-bagian yang belum dikuasainya. Guru pun sama akan memperbaiki pembelajaran pada pertemuan berikutnya. Dengan demikian, kegiatan refleksi dengan cara mengisi rubrik atau quesioner sangat diperlukan guna perbaikan pada pertemuan berikutnya. Model refleksi ini dapat mengefektifkan waktu dan mempermudah siswa dalam mengisinya. Para siswa disuruh mengisi  secara jujur quesioner tersebut. Pelaksanaan refleksi ini dilakukan secara konsisten agar  selalu diketahui hasil pembelajaran tersebut. Hal itu sesuai dengan Keputusan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses (2007:17) bahwa pelaksanaan  refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan  secara konsisten dan terprogram.

Temuan kedua,  berkaitan dengan penyusunan perencanaan pembelajaran berikutnya. Para siswa merencana kegiatan berikutnya dengan guru memberikan dampak positif terhadap siswa karena para siswa ikut merencanakan pembelajaran berikutnya. Siswa bertanggung jawab terhadap tugas belajarnya.  Masing-masing siswa lebih giat belajar apa yang akan dipelajarinya.

2.3  Evaluasi Pembelajaran Berwawancara dengan Kontrak Belajar

Temuan pertama yang berkaitan dengan evaluasi prosses. Temuan penelitian menunjukkan bahwa evaluasi proses yang berupa pengamatan nonverbal, komunikasi langsung kepada siswa pada saat kegiatan belajar mengajar dapat membantu siswa dalam proses menyusun pertanyaan, berlatih wawancara, berwawancara dengan narasumber, berdiskusi, dan menulis laporan. Temuan tersebut senada dengan  pendapat Latif (1999:3) bahwa siswa yang dibimbing oleh guru dalam evaluasi proses melalui pengamatan nonverbal dan komunikasi langsung akan meningkatkan proses pembelajaran mulai awal pembelajaran sampai pada akhir pembelajaran.

Temuan kedua yang berkaitan dengan hasil evaluasi proses yang berkaitan dengan pembelajaran berwawancara dengan narasumber, sebagai berikut. Pada kelas VIIIA, Siklus I  mencapai 61, siklus II mencapai 73. Kelas VIII B, siklus I mencapai 62, siklus II mencapai 74. Kelas VIII C, siklus I mencapai 61, siklus II mencapai 79. Kelas VIII , siklus I mencapai 61, dan siklus II mencapai 79.

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN DALAM MENYIKAPI COVID-19

Kebijakan pemerintah mualai tanggal 16 Maret 2020 siswa belajar di rumah. Sekolah-sekolah kabupaten Lamongan tidak begitu bermasalah karena sebelumnya Bupati Lamongan sudah mencanangkan kelas digital di semua SMP Negeri Kabupaten Lamongan bahkan diikuti pula oleh beberapa SMP Swasta.

Bupati Lamongan,  H. Fadheli, SH., M.M., dan Kepala Dinas Pendidikannya   seperti paranormal, mengetahui sebelum terlaksana. Hal yang serupa juga terjadi pada Sekolah berkarakter, sekolah adiwiyata, sekolah antikorupsi. Pemerintah pusat belum mencanangkan program-program tersebut, Lamongan sudah melaksanakan lebih dulu. Hal inilah yang membuat, Lamongan selala berada di depan di tingkat propinsi maupun nasional.

Pelaksanaan kelas digital sebagai imbrio sekolah digital sudah merupakan kewajiban pengelola sekolah. Bahkan para guru dan siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran dan penilaian. Para siswa bisa belajar di mana dan kapan pun waktunya, begitu juga guru bisa berkomunikasi dengan siswa tanpa batas. Hal inilah yang diharapkan para pemimpin di Lamongan agar para siswa sudah dikenalkan pembelajaran secara digital.

Dunia semakin kompleks dan semakin banyak tantangan yang harus dihadapi para siswa. Apalagi anak-anak yang akan menggantikan pemimpin pada tahun emas nanti. Anak-anak harus  bisa mengikuti perubahan dunia  yang  tiap detik berubah. Hari ini menghadapi zaman  4.0, di mana bangsa kita belum sampai 50 % yang melek terhadap zaman tersebut, sekarang zaman 5.0 sudah mulai muncul. Ini terbukti bahwa tahun ini hampir semua kegiatan sudah memasuki digitalisasi. Pelayanan-pelayanan di kantor, pelanggaran  lalu lintas, pembelajaran, bahkan di  Negara lain sudah menerapkan robot dalam bekerja kasar.

Dalam menghadapi digitalisasi di Kabupaten Lamongan,  terutama bidang pendidikan, masalah yang muncul adalah sarana  komunikasi yang belum merata.  Di daerah seperti kecamatan Bluluk  internet masih  megap-megap  alias mati hidup. Di Lingkungan sekolah, di lingkungan siswa yang mayoritas siswanya di lingkungan perhutani, jauh dari jalan kabupaten, bahkan di kecamatan ini tidak dilalui jalan propinsi. Inilah yang membuat tantangan tersendiri dalam melaksanakan kelas digital.

Pembelajaran di rumah pada saat  wabah KOVID 19  melanda di Indonesia, Para siswa di kecamatan Bluluk tidak bisa disamakan dengan kecamatan-kecamatan lainnya.  Hal ini terjadi karena sinyalnya sulit,  orang tua siswa belum  begitu peduli terhadap pendidikan, bahkan mayoritas penduduknya kurang mampu.

 

  • Calendar

    • March 2020
      M T W T F S S
       1
      2345678
      9101112131415
      16171819202122
      23242526272829
      3031  
  • Search